Aku tidak menyangka kita akan secepat ini berada dalam posisi saling memiliki satu sama lain.
-Gazlan dan Karina-✨✨✨
Hari ini, tak seindah yang kubayangkan. Harap-harap cemas, aku melajukan kursi rodaku mendekati Papa yang sudah lebih dulu berada di meja makan untuk sarapan. Aku ingin mengatakan bahwa pagi ini, Gazlan akan datang menjemputku sekaligus menemui Papa. Aku tidak takut akan apa yang terjadi dengan Papa dan Gazlan nanti. Yang aku takutkan justru ketika Papa tidak mengizinkanku berangkat bersama Gazlan.
Itu pasti bisa mengecewakan dirinya.
Kemarin malam, aku bergumul. Aku bergumul dengan perasaanku sendiri. Awalnya, aku menganggap bertemu dengan Gazlan adalah suatu kesialan. Aku selalu menghindari sosoknya. Tapi, anehnya, Gazlan bagai hantu yang ada dimana-mana. Di koridor misalnya, yang waktu aku ingin kabur darinya. Atau, saat dia menolongku dari bulian Bella. Rasanya, dia selalu mengerti gerak-gerikku.
Perlahan, aku menjejeri Papa. "Pagi, Pa..." sapaku pertama kali.
"Eh? Iya, sayang. Pagi juga. Hari ini berangkat sama Papa, kan?" Duh, belum apa-apa udah ditanya hal seperti itu oleh Papa. Aku itu ingin menyampaikan bila aku berangkat dengan Gazlan. Lah ini? Papa bahkan sudah menanyakan sesuatu yang kuanggap sebagai pernyataan.
"Ng... I-iya, Pa." jawabku gugup.
"Ya udah. Gih, sarapan. Bi Ijah hari ini masak makanan kesukaan kita." ucap Papa sambil tersenyum.
Aku hanya mengangguk kecil. Bagaimana bisa aku menyampaikan sesuatu yang bisa dibilang absurd ini, sementara atmosfir di sekelilingku tidak bisa menyambung dengan situasi yang ada?
"Karina?" Papa melirikku, "Kenapa masih diam aja? Ayo, makan."
"I-iya, Pa. Ini Karina mau makan, kok."
Akhirnya, mau tidak mau, aku mendekatkan diri pada meja makan. Perlahan aku mengambil piring, nasi, serta lauk-pauk yang dimasak oleh Bi Ijah. Memang, sih, makanan yang dimasak oleh Bi Ijah rasanya begitu lezat, tapi itu tidak cukup sebagai pengalih konsentrasiku.
Aku mendengus pelan, bagaimana cara mengatasi kegugupanku saat ini?
"Kamu kenapa, sih, Sayang? Daritadi Papa perhatikan kaya orang linglung gitu. Ada masalah apa? Sekolah? Atau dibuli lagi sama temanmu itu?"
"Hah? Enggak kok, Pa. Karina nggak kenapa-napa. Karina juga udah nggak dibuli lagi sama Bella. Kita udah nggak ada apa-apa, kok." jawabku.
"Ya terus? Kenapa kamu kayak lagi terbeban gitu?"
Aku mengulum bibirku sebentar. Apa ini saat yang tepat untuk aku bilang pada Papa yang sesungguhnya? "Karina cuma.... eum, cuma...."
"Cuma apa?" tanya Papa.
"Pagi ini Gazlan mau ketemu Papa."
Aku mendengar Papa sedikit tersedak. Jantungku berdetak cepat. "Papa nggak kenapa-napa, kan?"
Papa terlihat mengelus dadanya pelan kemudian meraih gelas yang ada di samping piringnya. Kemudian, setelah benda tabung tanpa tutup itu berada dalam genggamannya, Papa meminum air itu secara perlahan. "Gazlan mau ketemu Papa? Kamu beneran bilang sama dia, Karina?"
Aku mengangguk, "Kan Papa yang nyuruh aku."
"Astaga, itu bercanda kali. Papa mana mungkin minta temen kamu datang kesini." Papa menampilkan sorot tak percaya di matanya. Sebentar, mengapa sekarang aku yang jadi bingung? Aku masih ingat, kok, kata-kata Papa bahwa beliau menyuruhku memanggil Gazlan. Dan kenapa Papa sekarang memutar balik fakta?
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVAR
Teen FictionKarina Latisha adalah seorang gadis tuna daksa yang ingin merasakan indahnya dunia remaja. Memberanikan diri untuk bersekolah di sebuah sekolah swasta, ia bertemu dengan sosok Gazlan Samudera yang memiliki pesona bak Dewa Yunani. Keduanya punya rasa...