Forgiveness

98 4 8
                                    


Aku tidak membenci darah. Sejak kecil aku sudah terbiasa melihat bekas darah tercecer di lantai. Tidak. Aku bukan psikopat. Bukan juga pelaku pembunuhan berantai. Aku seutuhnya remaja biasa seperti kalian. Hanya hidupku saja yang tidak biasa. Haha. Iya. Hidupku. Itupun kalau aku masih bisa menyebutnya sebagai hidup. Berlebihan? Tidak juga. Mungkin pisau yang barusan aku gunakan bisa menjadi saksi bisu untuk menjelaskan gambaan kisah hidupku.

Mataku kemudian beralih untuk melirik pergelangan tanganku. Masih tersisa bekas darah meski beberapa sudah mengering. Iya benar. Barusan aku menyanyatnya. Sakit. Tapi bukan itu yang aku khawatirkan. Aku lebih khawatir pada bekas sayatan yang timbul. Kalau orang yang melihat ini, mereka pasti akan mencela. Atau mungkin menasehatiku untuk lebih bersyukur menghadapi hidup ini karena aku masih bisa tidur dan makan dengan layak karena banyak remaja seusiaku yang harus hidup di jalan. Mereka atau mungkin juga kalian, mungkin berpikir kalau aku belum pernah merasakan kepaitan hidup yang sesungguhnya sehingga tidak pantas kalau aku merasa depresi. Atau malah, beberapa dari mereka, juga seringkali menyebtku sebagai orang yang kurang beriman. Membuatku sebenarnya ingin memaki tapi yah sudahlah. Aku harus bijak. Mereka tidak pernah di posisiku dan aku tidak pernah berada di posisi mereka. Aku tidak marah akan sebutan itu. Yang tidak aku suka kenapa mereka seolah bilang bahwa masalahku masih jauh lebih ringan dibanding mereka yang hidup miskin dan tidak punya rumah untuk tinggal. Mungkin mereka lupa bahwa kebahagiaan dan masalah tidak hanya diukur dari berapa banyak kamu bisa menikmati hidup yang layak. Kalau memang begitu sederhananya pemahaman terkait kebahagiaan berdasarkan tolak ukur tersebut, lantas mengapa banyak artis terkenal yang memutuskan untuk bunuh diri?

Huft. Sudahlah. Kok aku malah membahas hal yang tidak penting? Toh manusia memang terbiasa menghakimi. Bukan mengerti.Aku kemudian memutuskan untuk meraih handphoneku lagi. Berusaha menghubungi sebuah nomor. Lagi-lagi hanya panggilan operator yang menandakan bahwa telepon itu sedang berada di luar jangkauan. Kutelepon lagi. Hasilnya nihil. Kemudian dengan tangan gemetar aku mengetik pesan untuk andi, kekasihku.

'Sayang kamu dimana? Aku sudah menggugurkannya. Kamu tidak perlu khawatir mengenai tanggung jawab yang waktu itu pernah aku singgung. Aku tidak peduli asalkan kita bisa bersama.'

Kutekan tombol send sambil menghitung waktu. 5 menit. . .10 menit. . .30 menit bahkan satu jam telah berlalu tapi tak kunjung ada jawaban. Aku kemudian memeluk lututku. Menangis. Sumpah. Aku sudah bosan. Aku juga sudah muak untuk menangis. Namun nyatanya yang bisa kulakukan memang hanya bisa menangis.

Aku tau kalau aku penuh dosa. Tapi Tuhan, apa aku salah jika aku mengingkan untuk dicintai? Aku hanya menginginkan hal itu. Kau boleh mengambil semua kenikmatan dan kemewahan yang engkau berikan tetapi aku ingin kau memberikanku kesempatan untuk merasakan cinta. Sesuatu yang aku dambakan karena sejak dulu, orang tuaku lebih sibuk untuk saling mencaci maki dibandingkan harus mengurusi anak semata wayang mereka. Dan ketika aku bertemu Andi, aku sempat berpikir bahwa akhirnya aku berhasil mendapatkan cinta yang kudamba-dambakan. Tapi itu semua hanya ilusi. Sebuah oase di padang pasir. Aku yang terlalu naif. Mengira dia mencintaiku hingga pada akhirnya aku rela memberikan segala-segalanya. Bahkan sampai sekarang aku masih mencintainya terlepas apapun perlakuan yang telah dilakukannya kepadaku. Meski aku tau pengorbananku terhadapnya, nyatanya memang akan selalu berujung sepihak.

drrttt. .drrtt

Hpku bergetar. Aku menghapus tangisanku. Mungkinkah Andi akhirnya membalas pesanku? Ah mungkin saja. Tapi. . .bagaimana kalau dia merespon dengan sesuatu hal yang tidak aku harapkan? Ukh sudahlah. Itu tidak penting. Yang penting Andi mau membalas dulu. Kuseka air mataku dan mulai meraih hp yang tadi aku geletakkan.

'Oi key. Udahan dong bertapanya. Lu udah seminggu gk masuk kuliah. Ada quiz dari kemarin. Besok masuk ya. Atau gue bom kosan lu biar lu keluar >_< haha. Canda. Pokoknya lu harus dateng-Reza'

Pojok Cermin (Cerita mini)Where stories live. Discover now