Episode - 4: Kembali ke Indonesia dan para Wanita

231 37 94
                                    

- 24 jam setelah kepergian Obi ke masa lalu, Juli 2021

BUKK!!

Suara keras yang berasal dari salah satu kamar di rumah pantai berhasil membangunkan Satya dari tidur panjangnya di sofa ruang tamu. Dengan mata setengah terbuka, dia mengguncang tubuh teman di sebelahnya. "Yok ... Yok. Bangun weeee," ujarnya.

Diguncang seperti itu membuat Tio setengah bangun dan berekspresi  kesal. "Duhhhh Sat. Diam ah. Lo jahat banget gangguin tidur nyenyak gue."

"Itu ... Yok, itu ...." Satya bingung menjelaskan. Matanya masih berkedip perlahan.

"Itu apanya ah?! Kalau ngomong yang jelas."

"Tau ah ..." Satya berusaha berdiri sekuat mungkin, mengabaikan Tio yang masih setengah nyawa. Kemudian dengan melangkah sempoyongan, dia menggedor kamar Nira. "Nir ... Woy. Bangun. Niraaaaa."

Tidak ada jawaban dari Nira. Satya masih terus menggedornya, bahkan lebih keras dari tadi. Suara kunci menghentikan gedoran dan memunculkan Nira yang berwajah datar dan tatapan menusuk yang dibalut piyama tanpa lengan dan celana pendek sedikit diatas lutut. "Nggak usah keras napa, Sat? Kenapa, sih, lo? Habis dikejar setan?"

"Itu ... itu ..." Satya berucap terputus lagi.

"Ekspresi lo kayak orang mau BAB, Sat," kata Nira. Wanita itu melipat tangan di dada dan bersandar di birai pintu kamarnya, "Iya, iya Sat. Gue denger barusan ada suara. Terus, lo pikir suaranya dari mana?"

"Dari atas sih. Dan gue pikir itu maling pasti. Tuh denger sendiri." Nira mendengarkan dengan seksama suara gedebuk yang dimaksud Satya, walau pun suaranya nggak sekeras tadi. Ia membenarkan perkataan Satya kali ini. Wanita itu menerka-nerka. Ekspresi wajah Nira berubah total, dia menyeret Satya dengan terburu-buru, mengguncang tubuh Tio dengan keras sehingga Tio hampir jatuh.

"Emang suaranya berasal dari kamar siapa, Nir?" tanya Tio ketika mereka berlari naik tangga.

Nira diam saja sampai berhasil sampai di lantai atas. Mereka melewati lorong dan berhenti di pintu sebelah kiri yang berada di tengah. Tidak ada respon ketika Nira mengetuk dan menggedor pintunya.

"Tendang aja pintunya," saran Tio.

Nira mengangguk. "Kalian mundur semua dah."

Tio dan Satya mundur beberapa langkah, menutup telinga. Nira sudah siap dengan gerakan kuda-kudanya, Ia setengah berlari dan menendang pintu tersebut sangat keras sehingga terbuka sempurna. Dalam hati Nira berdoa semoga engsel pintunya nggak ada yang patah atau copot, berabe banget ntar.

Alangkah terkejutnya mereka ketika di balik pintu tersebut menampilkan sosok lelaki kurus yang tergeletak dengan pakaian kemeja lusuh dengan celana kain warna coklat dan sepatu kulit. "Oh my God, oh my God." Satya menutup mulutnya.

Tio dan Nira langsung mengangkut tubuh tersebut ke tempat tidur. "Sat, ambilin minyak kayu putih yang ada di tasmu, cepetan," perintah Nira. Satya langsung pergi dari kamar itu.

"Nir, ini Obi kasihan banget. Bentar." Tio mengambil air putih dan mencipratkan ke muka Obi yang pingsan. Tetapi tidak ada reaksi. Nira juga melakukan hal yang sama, dan tetap tidak ada reaksi. Wanita itu mengecek denyut nadi Obi di pergelangan dan leher, kedua-duanya masih berdetak sempurna walau lemah.

Satya kembali dengan minyak kayu putih berbentuk roll on. Nira mengambilnya dari tangan Satya dan menaruh ujung roll on-nya di kedua lubang hidung Obi bergantian. Hidung Obi kembang kempis dan matanya terbuka sempurna. Obi menarik napas sedalam-dalamnya seakan mengambil oksigen sebisa mungkin.

Ia menatap Nira dan Tio yang masing-masing berada di sampingnya. "Ini benar kalian? Gue nggak mimpi, kan?" Kedua tangannya meraba pipi Nira dan pipi Tio bergantian, lalu menatap Satya si tukang khayal. Dia meraba tangan Satya seperti meraba tangan kekasihnya sendiri. Satya langsung menepisnya cepat, "Eh, pegang-pegang aja. Emang lo kira gue cowok apaan?"

Sentralisasi | ✓Where stories live. Discover now