***
PINGGULNYA bergerak maju mundur seiring semakin kerasnya pekikan nikmat dari sang wanita. Sasuke terengah, kejantanannya sedang dimanjakan di bawah sana oleh partner wanita yang menemani kehangatan ranjangnya, tetapi yang membuatnya kebingungan adalah ia sama sekali tidak merasa nikmat. Sasuke bergerak, tetapi efek kegiatan seks liar mereka sama sekali tidak terasa. Hambar.
"Uh ... Sasuke, hampir, aku hampir!" Wanita berambut cokelat itu menegang, kedua kakinya memeluk pinggul Sasuke yang kini terdiam membiarkan wanita itu menikmati kedatangannya. Sesaat kemudian, Sasuke bangkit dengan cepat, melepas kejantanannya yang bahkan masih sangat keras tanpa memedulikan sang wanita yang memekik dan menatapnya kebingungan. "Kau mau kemana?"
"Pulang," jawab Sasuke seraya memungut potongan pakaiannya yang berserakan di atas lantai.
"Tunggu! Kenapa terburu-buru? Kau bahkan-"
"Tidak mood," Pria itu berbalik, mengancingkan kemejanya satu-persatu diiringi gidikan bahu. Ekspresi wanita itu berubah jengkel setengah mati, bersiap untuk meneriaki Sasuke dengan sumpah serapahnya tetapi Sasuke lebih dulu berucap, "Kontrak kita selesai. Kau bukan partner tempat tidurku lagi, Kabuto akan segera memberikan tambahan saldo pada rekening milikmu."
Wanita itu menegang, ia bangkit dari tempat tidur dan berusaha mencegah Sasuke ketika pria itu hendak mengambil potongan celananya. "Tidak, kau tidak serius bukan? Dalam kontraknya tertulis selama tiga bulan! Kau tidak bisa—"
"Tiga bulan, jika pihak penguasa merasa tak terpuaskan maka dapat dipercepat. Kau tidak membacanya?" Sasuke mendengus, melepas kondom yang menyelimuti kejantanannya kemudian melempar benda tersebut ke arah tempat sampah mini di dekat dinding. "Selamat tinggal."
Teriakan tak terima terdengar ketika Sasuke melangkah keluar dari apartemen tersebut, disusul dengan suara benturan pintu ketika tertutup yang ia yakini wanita itu berniat melempar sesuatu padanya.
Sasuke mendecak, "Dasar sinting."
***
Sasuke memutar kursinya, menatap Kabuto yang kini berdiri di depan meja kerjanya seraya menggenggam beberapa map biru yang Sasuke tahu apa isi di dalamnya. Pria itu menghela napas, memberi kode berupa gerakan jari telunjuk untuk Kabuto mendekat dan menyimpan seluruh map tersebut di atas mejanya. "Bagaimana dengan Sakura Haruno?"
Kabuto menggeleng, "Terlalu sulit untuk dapat membuat jadwal pertemuan dengan beliau, dikarenakan padatnya jadwal kerja harian serta kegiatan minggu depan yang mengharuskan beliau untuk pergi ke luar negeri."
"Kemana?"
"Bangkok, Sir."
Sasuke menggeram, mengistirahatkan punggungnya pada sandaran kursi kemudian menghela napas. Ia hanya menginginkan wanita itu, wanita gila yang saat mabuk mengaku sebagai Ratu Cleopatra zaman modern. Wanita yang memiliki desahan paling merdu yang pernah Sasuke dengar. Bentuk tubuh Sakura Haruno seolah tercipta untuk seks yang hebat, pas dalam segala sisi, mampu dengan mudah membangkitkan Sasuke untuk bergerak siaga satu.
Seperti saat wanita itu berada di klub, wanita itu merampas seluruh atensi Sasuke yang bahkan berjarak cukup jauh dari meja bar. Mungkin karena pakaian yang Sakura kenakan malam itu terlalu mencolok dalam artian lain. Tentu saja, disaat wanita lain dalam klub mengenakan bikini atau bahkan telanjang seutuhnya, Sakura berbanding terbalik dengan mereka semua.
Wanita itu mengenakan pakaian kantor lengkap dari ujung kepala hingga ujung kaki. Riasan wajah yang bernuansa informal dan terkesan terlalu natural mengundang Sasuke untuk menatapnya lebih lama, entahlah, ia menyukainya. Cara Sakura mengacak helaian rambutnya sendiri ketika mabuk, cara Sakura duduk hingga ekspresi ketika wanita itu menguap karena kantuk. Kehadiran Sakura di sana tidak untuk menggoda siapapun, Sasuke tahu karena ia sudah pernah bertemu dengan wanita-wanita seperti itu sebelumnya. Sakura hanya duduk, memesan banyak minuman, tanpa berharap kehadirannya diketahui oleh orang banyak.
Namun tanpa wanita itu sadari, banyak pria malam itu yang menatap tubuhnya menginginkan. Termasuk Sasuke.
Jadi yang Sasuke lakukan malam itu adalah mengikuti Sakura ketika wanita itu beranjak pergi, melepaskan wanita yang berniat duduk di pangkuannya dan memilih untuk mengejar sosok yang nyaris menghilang dari pandangannya. Namun keberuntungan sedang berpihak pada Sasuke, ia melihat Sakura sedang memandangi kunci serta mobil di hadapannya seperti anak bayi baru lahir. Kebingungan, tetapi raut wajah kesal serta nyaris menangis itu membuat Sasuke gemas.
Ia ingin melumatnya.
Sial.
Sasuke menghela napas, sedangkan jari jemari kakinya di dalam sepatu saling menekuk, menahan diri untuk menormalkan kejantanannya di dalam celana agar tetap tertidur. Jika tongkat-nya terbangun, ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Wanita yang menjadi teman kontraknya kemarin malam bahkan tak bisa membuat Sasuke pulih. Bahkan disaat Sasuke sedang melakukan seks dengan wanita lain, Sakura tetap berjalan-jalan dalam kepalanya.
Bagaimana bisa wanita itu menolak Sasuke untuk yang kedua kalinya? Menolak sentuhannya, ciumannya, bahkan menendang Sasuke dari dalam mobil hingga ia terjungkal keluar dengan memalukan. Kemudian saat berada di ruang rapat, Sakura mendorong dadanya sekuat tenaga hingga Sasuke mundur satu langkah, kesempatan itu membuat Sakura dapat bernapas dan lari dari sana secepat yang Sakura bisa.
"Beliau berada di Bangkok selama dua hari untuk keperluan perjalanan bisnis biasa, dan Kakashi Hatake pengacaranya memberitahu saya bahwa beliau memiliki waktu luang esok hari setelah kepulangannya." Kabuto kembali berbicara, karena dirasa bahwa atasannya kali ini tengah berpikir keras sampai tak menyadari bahwa sedari tadi Kabuto berdiri seperti patung di depan meja kerjanya.
Sasuke menatapnya, kemudian mengangguk singkat. "Biarkan aku yang mendatanginya."
Karena Sakura tidak akan pernah bisa lari.
***
Itachi Uchiha menaruh cangkir yang berada dalam genggamannya ke atas meja, sedangkan kedua netranya masih setia berkedip dan berharap Sasuke menyadari kedatangannya. Itachi berdeham, "Sarapan pagi dengan melamun, pilihan yang bagus."
Sasuke berbalik, meninggalkan pemandangan indah di luar dinding kaca ruang kerjanya dan menatap Itachi sedikit sebal. "Berhenti masuk tanpa mengetuk pintu."
"Aku mengetuk bahkan meneriakimu di luar sana, tetapi kau seolah latihan mati dalam ruangan. Kau pikir berapa karyawan yang memandangiku seperti orang gila tadi?"
"Kuharap seluruhnya," balas Sasuke nyaris seperti gumaman. Tak lama seringai jailnya terbit di sana, membuat Itachi turut tersenyum yang entah karena apa. Sasuke mendelik, "Kenapa kau tersenyum?" lanjutnya seraya mendekat dan meraih cangkir kopi yang Itachi bawa pada genggamannya. Meminum cairan hitam pekat di sana, dan ia tahu bahwa caffein sedikit lebih baik daripada Jack Daniel's.
"Tersenyum itu hal yang lumrah bagi semua orang. Biasakan dirimu untuk tersenyum maka hidupmu akan sedikit terasa ringan," Itachi mengambil sebuah map merah yang tergeletak di atas meja sang adik, membukanya dan ia kembali tersenyum. "Berhasil?"