#18 Lara

34 0 0
                                    



"Ini bocah-bocah pada kemana sih?"

"Yeee bocah dangdut lo kira mereka nggak punya kesibukan lain dan harus selalu nurutin ajakan lo.Emang siape lo?Pangeran William?" bantah Tata

"Buset deh lo ya masih sakit gini aja mulut sepedes bon cabe.Tau gitu ogah jengukin lo kesini."

"Yeee nggak ada juga yang minta lo buat kesini.Bela gimana?" tanya Tata dan masih asik sibuk mengoleskan masker wajah.

"Baik." Jawaban singkat yang pernah keluar dari mulut seorang Haris yang kemudian datanglah Dika dengan sekantong plastik gede yang berisi berbagai macam makanan.

Raut wajah Haris pun keliatan lelah dan jin kembar itu pun hanya menganggap bahwa dia kelelahan karena begadang ngerjain tugas.Namun sebenarnya ada lubang dalam yang tak pernah mereka tau selama ini.

"Wahhh udik baikkk banget looo.Nostalgia yuk nonton film lama." Ajak Tata lalu meraih kantong plastik dari Dika yang langsung disambut omelan dari Dika.

"Ogahhh lo paling mau nonton film India-India gitu kan?" sergah Haris dengan cepat

"Ya elah itu bagus kali buat referensi percintaan lo sama Bela."

"Referensi? Gaya lo seolah lo itu dosen mata kuliah percintaan." Potong Dika

Alhasil tidak ada pilihan lain bagi Haris dan Dika selain menemani Tata nonton film India yang dikit-dikit nyanyi kayak Saipul Jamil feat Nasar yang langsung bikin kuping Dika ngilu.Beda lagi sama Haris yang kupingnya udah begitu resisten sama lagu-lagu dangdut yang seolah-olah dia udah bisa nyanyi dangdut sejak bayi.

Bahkan cara dia nangis pas lahir aja udah langsung muncul tuh cengkoknya.Yang pasti bakal langsung direkrut tuh anak dalam dunia perdangdutan sayang dunia tak seindah itu.

RENDRA

Semakin jauh gue melangkah hingga kaki gue berhenti pada zebra cross lalu banyak sekelebatan bayangan yang berlari dalam angan gue.Semua masih terasa seperti dulu namun dia berbeda.

Gue makin bisa merenung setelah semua tugas gue selesai kaki ini menuntun gue dimana sisa kenangan itu terjalin dengan begitu mesra.Tapi mendadak menjadi perdu setelah seseorang hadir mencoba mengambil kebahagiaanku bersama dia.

Terik matahari begitu menyengat kemudian meredup menimbulkan tanya dalam benakku betapa besarkah lubang di hati gue sampai rasanya untuk bernapas saja kelu dan sesak.Di ujung tebing ini gue berdiri bukan untuk membunuh diriku sendiri tapi menikmati senja dan membuat waktu untuk gue sendiri untuk berpikir.

Lala : ndra kita perlu ngomong.Besok sore di taman.

Rendra : Oke besok gue jemput.

Bahkan saat ini gue merasa ada linang air di mata gue yang perlahan jatuh kalian boleh menganggap gue cengeng atau apapun itu tapi gue sungguh bener-bener lelah dan muak dengan semua ini.

RIAN

Nggak tau kenapa akhir-akhir ini gue lebih semangat menjalani hidup gue.Bahkan kadang gue merasa heran sama diri gue sendiri sudah berapa kali gue kepergok senyum-senyum sendiri mungkin sekarang gue lebih cocok jadi pasien RSJ daripada menjadi seorang dokter.

Menjadi dokter memanglah bukan profesi yang mudah bahkan tangan lo sendiri dihadapkan pada hidup dan mati seseorang.Gue sudah terbiasa dengan kematian yang mungkin hampir setiap harinya nyaris ada.

Dan itu membuat diri gue menjadi lebih selektif untuk menjalani hidup gue.Hidup hanya sekali dan gue berusaha membuat diriku lebih berharga hingga suatu saat nanti jika hanya tersisa raga gue,gue tetap dikenang.

          

Lalu tiba-tiba ada seorang cowok yang datang mengetuk pintu ruangan gue.Keadaannya tidak begitu baik dengan pakaian yang sudah agak berantakan dan rambut yang acak-acakan begitupun matanya terlihat sayu.

"Permisi dok,pasien kamar 198 kemana ya dok?"

"Ohh Tata dia udah pulang kemaren sama temen-temennya."

"Ohh yaudah dok saya pergi dulu."

Lalu gue menghampiri dia seperti tidak ada yang asing dengan dia.Manik matanya mengingatkanku pada seseorang tapi gue langsung tersadar ketika dia menepuk bahu gue pelan.

"Dok?"

"Ohh sorry."

***

Sore itu Rendra dan Lala saling terdiam dibawah naungan senja.Hingga hanya desau angin yang terdengar bahkan hanya untuk memulai mereka saling diselimuti ketakutan.Mata sudah cukup untuk berbicara tentang keadaan mereka masing-masing.Terluka.Sendiri.

Lala ingin mengakhiri semua perdebatan dan drama yang terasa sia-sia yang akan berujung lara yang berkepanjangan.Bahkan sudah tidak ada lagi secercah harapan baginya dan Rendra seakaan semua hanyalah fantasi.

"Ndra gue rasa ini adalah pertemuan terakhir kita."

"Kenapa?" Rendra mulai gusar dengan penuturan Lala

"Untuk saat ini kita nggak usah ketemu dulu." Tambahnya dengan nada sauara yang mulai serak.

"Maksud lo apa lagi sih la?Cuma gara-gara Intan lo mau nyerah? Kita tetep bisa kok sama-sama terus.Bukan dengan cara nyakitin diri lo sendiri."

"Tapi gue nggak mau lagi korban berjatuhan.Lo tau gimana rasanya gue harus mendem semua rasa.Gue capek ndra kita memang nggak bisa bersatu."

Pedebatan kian sengit diantara mereka kata-kata yang begitu rucing saling mereka lontarkan satu sama lain.Bagaimana air mata mereka perlahan jatuh membasuh luka yang belum mengering.Yang menimbulkan nyeri dan perih yang menjalari hati.

"Gue nggak tau waktu ngerubah lo menjadi cengeng dan seputus asa ini la." Ucap Rendra dengan sarkastik lalu merogoh kotak rokok dalam sakunya lalu menyulutnya hingga kepulan asap menguar di udara.

Banyak kenangan yang terlilit dalam benak Lala rasanya menyakitkan untuk kembali lagi namun setengah hatinya ingin untuk memulai kembali.Sebesar ego yang bergelayut untuk tetap singgah disampingnya.Hingga sekarang Rendra lebih hancur dan rapuh dari apa yang dia kira.

Namun tiba-tiba Lala langsung merebut rokok yang terselip diantara jemari Rendra dan langsung meremasnya membuangnya ke tanah begitu saja.

"Sejak kapan lo ngerokok?" tanyanya dengan suara yangsudah naik satu oktaf.

"Sejak lo ngebuat hidup gue jauh dari lo.Dan gue benci itu.Gue udah kayak pecundang harga diri gue sebagai cowok melorot gitu aja gue nggak bisa jaga orang yang gue cintai."

"Dengan lo kayak gini gue akan makin mudah benci sama lo."

Ketika senja datang

Ku merasa setengah diriku menghilang

Bagaikan tak berdosa

Kau hancurkan rasa yang selama ini ku tanam

Saat semuanya telah pergi

Bayangmu kembali mengisi

Entah apa yang kau mau

Ku tak berhak lagi tuk mengungkit kembali

Menghapus tinta yang pernah kau lukis di kanvas hatiku

Merobek semua bayangan yang tampak di relung sukmaku

Ego tlah menghasutku tuk kembali padamu

Namun logika berkata baiknya ku menjauh

Jauh jauh jauh jauh

Semua kelaraan ini terus berlanjut

Musim pun telah berganti

Karang pun terkikis menjadi pasir

Aku tahu semua itu terjadi


Kefanaan ini membuatku lemah tak bernyali


Ps : Karena gue lagi nggak mood buat haha hihi udahlah ya langsung lanjut aja.Menurut kalian gimana guys cerita gue?

Gue tetep nunggu nih vote sama comment kalian sama cerita abal gue hehehe.Yaudah gue cabut dulu.Maaf banget nih baru bisa update sekarang yah kalian tau sendiri kan tugas kuliah gue kayak gimana mereka beranak pinak dengan bebas yang makin tambah bikin gue pusing.Sekalipun reader gue cuma dikit gue janji bakal tetep selesain nih cerita.Makasih buat kalian yang udah ngikutin cerita gue dari awal.

Big hug.

Sepenggal KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang