Part 17

160 14 0
                                    

"Chel, are you okay?"

"Ha? Kamu kenapa?" tanya Rachel yang tersadar dari lamunannya.

"Lo lagi pikirin apa sih?" tanya Rey, Rey merasa ada yang berbeda dengan sikap Rachel malam ini.

Mereka berdua sedang berjalan-jalan disuatu mal yang cukup terkenal di Paris.

"Enggak, gue enggak kenapa-kenapa kok." jawab Rachel.

"Serius?" tanya Rey menyakinkan.

"Iya serius, ya udah ayo buruan. Entar kita ketinggalan filmnya." ajak Rachel yang berjalan terlebih dahulu.

"Tapi sikap lo berbanding terbalik dengan omongan lo." ucap Rey, lalu Rey mengikuti Rachel dari belakang.

Dapat Rey lihat dari belakang, Rachel sama sekali tidak fokus dengan jalannya. Terkadang ia sedikit menyenggol orang lain yang sedang berjalan, dan banyak hal-hal kecil lainnya yang membuat Rey semakin yakin, kalau Rachel sedang ada masalah. Tidak seperti biasanya Rachel seperti ini. Walaupun Rey baru beberapa minggu pacaran dengan Rachel, ia sedikit-dikit memahami sikap Rachel.

Rey dapat melihat, Rachel tersandung dengan kakinya sendiri. Untung saja Rey dengan sigap menangkap pinggang Rachel.

"Jalannya hati-hati." ujar Rey memperingati.

"Iya." jawab Rachel sambil membenarkan tatanan baju dan rambutnya. Rey juga membantu merapikan rambut Rachel yang cukup berantakkan.

"Udah rapi kok." ucap Rey yang memperhatikan penampilan Rachel. Sedangkan Rachel hanya menganggukkan kepalanya. Lalu Rey menggenggam tangan Rachel.

"Biarin gini aja, biar lo gak jatuh lagi." ucap Rey, yang tau kalau Rachel akan komplain.

***

"Menurut lo, film tadi gimana?" tanya Rey mempertanyakan pendapat tentang film yang baru mereka tonton.

"Bagus."

"Gue enggak nyangka akhirnya si ceweknya meninggal." ucap Rey yang terus bercerita tentang film tadi. Sedangkan Rachel dengan pikirannya yang kalut.

Rachel masih kepikiran tentang omongan Amel tadi siang di telepon. Rachel tau, maksud ucapan Amel. Tapi kenapa pikirannya masih terus memikirkan itu, padahal sudah tidak seharusnya ia memikirkan itu.

Apalagi sekarang Rachel sudah memiliki Rey. Rachel juga sudah mengambil keputusan untuk melupakan masa lalunya itu. Biarlah itu menjadi kenangan masa SMA nya.

"Jadi gimana menurut lo?" tanya Rey yang membuat Rachel tersadar.

"Apa? Lo nanya sama gue?" ulang Rachel, Rachel sama sekali tidak fokus dengan obrolan yang dibangun oleh Rey.

Rey terdiam. Ia sebenarnya sudah sadar, kalau sepertinya Rachel sedang ada masalah. Tapi Rey berusaha untuk tidak peduli. Nyatanya sedari tadi Rachel bahkan tidak fokus dengan pertanyaan Rey.

Hening di antara mereka.

Rey melihat jam tangan, dan jam tersebut menunjukkan pukul 8 malam.

"Kita makan dulu." ucap Rey, tanpa meminta persetujuan Rachel.

"Gue udah makan."

"Tapi gue belom makan. Jadi lo temenin gue." ucap Rey yang tidak memperdulikan bantahan yang di keluarkan oleh Rachel.

Mereka memasuki restoran Jepang yang berada di mall tersebut. Mereka duduk di pojok restauran itu. Rey sengaja memilih tempat disana, karena Rey ingin menanyakan tentang kenapa Rachel berubah aneh seperti ini.

"Lo mau makan ga?" tanya Rey kepada Rachel yang sedari tadi sedang melamun.

"Hah? Gue mau minum aja." ucap Rachel.

"Milk shake chocolate?"

"Iya."

Rey menyebutkan pesanannya itu kepada pelayan. Pelayan itu pergi dan tinggal menyisakan mereka berdua.

"Rachel." panggil Rey.

"Ya?" jawab Rachel yang memfokuskan pandangannya ke arah Rey di depannya.

"Kamu kenapa?" tanya Rey dengan lembut. Tidak biasanya Rey mengatakan 'aku-kamu'.

"I am fine." lirih Rachel. Rey mengusap tangan Rachel dan menggenggamnya.

"Tapi aku perhatiin dari tadi, kamu lagi ada apa-apa, Rachel." ucap Rey sambil menatap Rachel dalam.

Rachel menunduk, dirinya tidak kuasa untuk menahan pergolakkan batin di hatinya. Apakah ia harus terus terang atau menutup-tutupi terus?

"Tapi kamu janji jangan marah sama aku. Apalagi kalau aku ceritain ini kamu jadi ragu sama aku." ujar Rachel berusaha jujur kepada Rey.

"Iya, aku janji." janji Rey meyakinkan.

Rachel menarik nafas dalam, sepertinya masalah kali ini cukup berat dan membuat Rachel menjadi galau beberapa jam terakhir.

"Jadi gini, aku diajak reunian." mulai Rachel menceritakan.

"Ya enak dong. Aku aja gak pernah diajakin reunian sama temen aku." balas Rey.

"Bukan itu yang aku pikirin." ucap Rachel yang terlihat putus asa.

"Terus apa?" tanya Rey yang penasaran. Lama Rachel tidak menjawab, akhirnya Rey menyadari maksud dari Rachel.

"Karena disana ada Devan?" tanya Rey pelan. Seketika Rachel menatap Rey dengan tatapan bimbang.

"Iya." lirih Rachel sangat pelan. Mungkin hanya Rey saja yang bisa mendengarnya. Rey menarik nafas panjang. Rey tau masa lalu Rachel itu.

"Itu kan masa lalu kamu Rachel." ujar Rey.

"Iya aku tau, itu hanya masa lalu aku. Aku nya yang terlalu parno sendiri ya?" tanya Rachel.

"Bukan, bukan itu maksud aku. Maksud aku, jangan jadikan masa lalu itu suatu penyesalan, tapi jadikan masa lalu itu sebagai kenangan dan pelajaran." bijak Rey.

"Kok lo tumben bijak hahaha." canda Rachel.

"Ish, lo perusak suasana." gerutu Rey.

"Yah, jangan ngambek dong." rayu Rachel.

"Bodo, gak denger."

"Ih, gue kan cuman bercanda."

"Iya iya." Rey akhirnya mengalah.

"Jadi gimana?" tanya Rey.

"Ya gak gimana-gimana." ujar Rachel bodo amatan. Padahal tadi Rachel sangat memikirkan permasalahan ini, tetapi ketika Rachel menceritakannya ke Rey, Rachel merasakan beban yang ditanggungnya terangkat. Ternyata pengaruh Rey sangat mempengaruhi Rachel.

"Udah lah gak usah dibahas. Biar waktu yang menentukan. Asikk." ucap Rachel.

"Yee bocah ya."

"Tadi aja, pikirin mulu, kayak lagi mikirin utang." sambung Rey.

"Enak aja kalau ngomong." kesal Rachel.

"Harusnya tadi gue foto ya, biar lo tau muka lo kayak gimana tadi."

"Jahat banget sih." kesal Rachel.

"Bodo." canda Rey.

"Gue gak masalah, kalau lo mau balik ke Indonesia. Tapi jangan lupa kalau hati lo udah milik gue."

***

JANGAN LUPA VOTE YAA.

Ready For It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang