BAGIAN 12

126 12 0
                                    

Jika rasa itu tidak pernah berbohong. Kenapa tidak dengan rasaku? Dia selalu saja memungkiri apa yang sebenarnya ia rasakan. Karena keadaan yang selalu saja memaksa.
-R

---

Bagaimana pun dia, Ayah selalu menjadi satu-satunya lelaki yang mencintai kamu dengan tulus. Aku merasakan apa yang kamu rasakan. Karena aku juga sangat-sangat rindu pada Bapak.
-Radit-

***

Raisa Pov

Sepulang dari taman komplek bersama Radit. Aku mandi terlebih dahulu karena badanku basah kuyup setelah bermain hujan-hujanan. Seusai itu, aku menonton teve di ruang tengah bersama Ily dan Laela juga ditemani semangkok undur-undur rebus.

Bercanda.

"Ca. Baper ih." ucap Ily ketika menonton sinetron menye. Sebenarnya, aku malas sekali menonton sinetron alay seperti ini yang katanya membuat baper Ily itu.

Puh.

Aku mangguk-mangguk sambil mengobrol dengan Laela.

"Ica. Lihat gera. Ya Allah kasep pisan si itu ih kasep." ucap Ily histeris. (Ica. Lihat cepat. Ya Allah ganteng banget si itu ih ganteng.)

Aku memutar bola mataku jijik.

"Dia mah baperan ya, Laela." ucapku mengacuhkan Ily yang masih bersorak-sorak histeris.

"Ih kesel banget, Ca. Si itu orangnya jahat banget masa? Ya ampun." kekesalan Ily mulai memuncak saat tokoh antagonis berakasi.

Dan kekesalanku juga memuncak.

Tidak ku acuhkan kembali. Aku masih sibuk dengan Laela.

Namun tiba-tiba Ily mengguncang tubuhku dengan naik ke kursi dan menggoyang-goyangkan bahuku. "Icaaa. Jadian, Ica. Ily teh seneng pisan, Ica. Aduh ini terbaper! Setelah beberapa episode, Ica. Akhirnya mereka jadian. Jadian euy jadian."

Ya ampun, ini serius pembantu di rumah gue? Atau Ily adalah pembantu yang tertukar? Kok gini amat ya!

Aku memandang Ily tidak menyangka.
Aku langsung berdiri dan menenangkan Ily agar tidak terus gila. "Ilyyy, sadar!" aku memegang pipi Ily.

Tiba-tiba saja suara decitan pintu terdengar, suara sepatu juga mulai terdengar. Mama sudah datang, Mama sudah pulang dari kantor.

Dia tidak mengucapkan salam seperti biasanya, tidak juga melirik sekitar terlebih dahulu, dia langsung berlalu ke kamarnya.

Aku yang menyadari hal itu pun langsung melepaskan peganganku dari pipi Ily dan menghampiri kamar Mama yang tak jauh dari ruang tengah.

"Ma, Mama, mau makan malam dulu? Makanan yang tadi pagi masih bisa di makan kok, Ma." ucapku di depan pintu kamar Mama.

Mama tidak juga menjawab.

Aku masih setia di depan pintu kamar Mama juga mengetuk daun pintunya. "Mama masih marah sama, Ica? Ica minta maaf ya, Ma. Kalau buat Mama kesal terus sama, Ica." ucapku lagi.

Tapi, Mama tidak juga menjawab.

Apakah, Mama udah nggak peduli lagi sama gue? Dia udah nggak sayang lagi sama gue?

"Ya udah kalau, Mama. Nggak mau jawab. Ica minta maaf atas kejadian tadi pagi. Asal, Mama tahu aja ya. Ica udah capek-capek masak makanan itu sama Ily bahkan sampai rela bangun pagi banget. Selamat malam, Ma." ucapku kesal.

"Kenapa lagi Mama, Ca?" tanya Ily kepo.

Aku tidak menjawabnya langsung saja ku bawa Laela yang masih di ruang tengah dan langsung berlalu ke kamarku.

Raisa, Radit, Dan Rindu [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang