"Ayo, Joe!!! Semangat loe pasti bisa!!!",
Cewek cewek cheerleaders terus menyemangati tim basket kami. Tapi aku orang yang tidak suka diganggu. Terutama oleh suara- suara cempreng itu. Aku sudah muak. Ya, aku bilang begitu karena aku termasuk orang yang tidak suka berurusan dengan cewek. Terserah mereka, aku tidak peduli sekalipun pita suara mereka putus meneriaki kami.
Aku terus berlari, mengoper, mendribble bola, dan ya! Akhirnya bola dapat kumasukkan. Seketika suara penonton memekikki gelanggang olahraga. Namun, ini belum berakhir. Tim lawan terus menyerang. Lebih ganas, lebih liar dan lebih brutal dari sebelumnya. Aku tidak peduli. Aku terus menggiring bola menuju ring lawan. Kupercepat lariku dan tetap fokus akan tujuan. Tetapi, seorang pemain lawan menyandungku. Aku tersungkur ke lantai lapangan. Darah mengucur dari hidungku. Dengan terpaksa aku harus mundur dari lapangan. Namun untungnya pertandingan segera berakhir. Wasit meniup panjang peluit dan kami memenangkan final ini.
Tim medis bergegas menanganiku. Mereka mengeluarkan peralatan dari kotak. Dengan cekatan mereka mengobati hidungku.
"Ini, Joe. Tempelin ke hidung. Biar darahnya enggak ngucur terus"
"Iya, thanks, Kak"
Aku terus menempelkan es batu di hidungku sesuai perintah kakak itu. Aku tidak tahu dia siapa. Tentunya karena aku tidak ingin tahu. Tidak penting juga.
Tak lama kemudian, segerombolan cewek- cewek cheerleaders mengerubungiku.
"Joe kamu enggak apa apa?"
"Joe tahan sakitnya, ya"
"Joe Kakak disini, kok"
"Kasian banget kamu, Joe"
"Mereka emang jahat, Joe"
"Joe...
" Joe..
"Joe..
Joe ini, Joe itu. Fuuh..lagi lagi telingaku ini harus mendengar suara mereka. Entah kenapa mereka memiliki hobi mengganggu orang lain. Aku merasa menjadi anak kelas 10 yang paling tidak beruntung. Jika anak lain takut oleh eval dan sangarnya kakak kelas, lain dengan diriku yang lebih risih oleh keramahan mereka yang menurutku lebih dari sekedar ramah."Maaf ya, tontonannya di sana, bukan disini," kata Kakak yang tengah mengobatiku.
Aku pura-pura tidak mendengar mereka sambil terus menempelkan es yang sudah mulai mencair hingga airnya membasahi celanaku."Rasain, Loe. Makan tuh omongan!" kataku dalam hati.
Seketika wajah mereka berubah menjadi wajah yang penuh dengan kekesalan dan kekecewaan. Tetapi untungnya cara itu dapat membuat mereka pergi.
Tak lama kemudian, Kriss, teman se-timku menghampiri."Loe nggak papa kan, Joe?"
"Nggak papa, udah mendingan,"
"Thanks ya, Joe. Berkat Loe tim kita menang. Ya, meskipun Loe harus ngorbanin itu hidung,"
Aku hanya terdiam, tak berselera berbincang dengannya.
"Cabut, yuk!" katanya.
Aku menurutinya, mengikutinya ke Mr. Johar, pelatih kami. Intinya cuma ngucapin selamat dan terimakasih ditambah sedikit review pertandingan tadi.***
Baru saja kubuka pintu rumah, ternyata Mamah telah menungguku dari tadi sambil membaca majalah terbarunya di sofa.
"Udah pulang, Joe?"
"Kan Mamah liat sendiri aku udah pulang."
"Eh, gimana tadi pertandingannya? Menang, kan?" tanya Mamah, sekedar basa basi yang memang sudah basi
"Hm," jawabku cuek. Sebenarnya aku tidak sejahat itu, tetapi setelah perceraian Mamah dan Papah 5 tahun silam, aku merasa kesal dan selalu ingin meluapkan segala amarahku pada Mamah. Seakan- akan dialah yang patut dipersalahkan atas segala kekacauan ini.
"Joe, Mamah udah nyiapin air panas buat kamu mandi. Habis itu kamu makan, ya. Ada nasi goreng tuh di meja. Udah Mamah siapin."
Aku tidak menanggapi ucapan Mamah. Aku terus melangkah. Menaiki anak tangga, satu demi satu. Kubuka pintu kamar. Kulemparkan tas dan sepatuku ke pojok kamar. Tidak peduli betapa lelahnya Mamah yang sudah merapikan kamarku. Tak ada pembantu atau karyawan.
Hanya aku dan Mamah. Sebenarnya aku punya satu Kakak cewek. Tetapi, dia berada di Amerika untuk menyelesaikan kuliahnya. Jadi, tersisa aku dan Mamah di rumah ini.
Aku melemparkan tubuhku ke kasur. Kutatap langit- langit kamar sambil tetap mengatur nafasku yang masih terengah- engah hingga akhirnya kantuk membawaku ke alam bawah sadarku.***
Tok! Tok! Tok!
"Joe, Joe, bangun! Hari ini kamu sekolah, lho! Ini daritadi Rey nelpon rumah,"
Aku tak acuh dengan omongan Mamah. Aku memang malas, tapi entah kenapa untuk bangun pagi aku tidak pernah absen."Joe, bangun!!! Nanti ka..."
Ckreeeet
Belum selesai Mamah berteriak- teriak, aku sudah membuka pintu.
"Eh, ternyata sudah bangun. Ayo, sarapan! Mamah udah siapin roti sama susunya di meja,"
Aku tidak menampiknya. Aku berjalan melewatinya, menuruni tangga dan meraih kunci motor. Baru hendak kubuka pintu rumah,...
"Loh, Joe. Mau kemana? Sarapannya di sini,"
"Nggak laper, Mah. Mau langsung cabut aja,"
"Tapi nanti kamu ada latihan basket, kalo kamu kecapekan gimana?"
"Udah kebal,"
"Mamah baw....
"Berangkat dulu, Mah,"
Kalau udah keluar jurus ini, Mamah cuma bisa pasrah. Hahaha...biarlah, yang penting hidupku tenang.***
Di sekolah...
"Guys, itu Joe!!!"
"Huaaaa...Joe!!!"
Baru sampai gerbang, segerombolan cewek- cewek sudah menanti untuk menghantuiku."Bisa nggak, sih, mereka nggak nongol sehari aja," kataku lirih sambil mempercepat laju motor. Berharap mereka tertinggal jauh di belakangku. Tetapi aku salah. Baru saja keluar dari lubang buaya ternyata aku masuk ke kandang macan. Aku kembali di sambut oleh cewek- cewek yang kebanyakan adalah kakak kelas tepat setelah motorku terparkir.
"Wah, Joe. Kamu cool banget, deh,"
"Iya, Joe. Kamu pake parfum apa si, wanginya itu lho," ( perlu digarisbawahi kalau aku nggak pernah pake parfum).
"Joe kamu keringetan. Sini aku lapin keringetnya,"
"Joe..
"Joe..
"Joe..
Aku memecah kerumunan mereka. Berusaha untuk tak acuh, tetapi.." Joe, ini makanan buat kamu. Dimakan, ya!" Tiba- tiba seorang cewek gendut berdiri menghalangi jalanku. Kalo ini aku pasti terima. Inilah alesan kenapa aku tidak pernah menyentuh makanan rumah.
Aku berjalan menuju kelas. Inilah satu- satunya tempat di sekolah ( setelah toilet ) yang aman bagiku. Aman dari gangguan mereka. Ya, aku yakin kalian sudah paham, siapa yang aku maksud 'mereka'."Widiew, bawa apa tuh? Bagi dong," kata Sam yang sudah menghadangku.
"Hemmm...pura- pura nggak tau aja, loe. Gua tau kok, loe udah ngincer ini dari tadi,"
"Sotoy, Loe. Udah cepet buka!"
"Nih!"
Aku dan Sam melahapnya sampai tidak sadar ada cewek meletakkan tasnya di seberang mejaku. Aku baru pernah melihatnya. Mungkin dia murid pindahan atau anak kelas sebelah yang nyasar, atau mungkin kakak kelas yang lagi modus. Entahlah, tapi intinya aku nggak tahu dan nggak mau tahu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My CHAPLIN
Teen Fiction" Rhea, kamu jangan sedih. Kalo kamu gagal, liat aja kertas ulanganku ini. Dan inget, aku akan selalu berada lebih jauh dibelakangmu". Sob, ini hanya sekelumit dari cerita ini. Ini bukan cerita bad boy ketemu kind girl atau sebaliknya yang kemudian...