1. Pertama

14.4K 463 5
                                    

Cahaya terang mengusik ketenangan seorang gadis cantik yang tengah menatap mentari di ujung timur,cahayanya mengintip tepi angkasa dengan sinar jingga malu-malu. Gadis itu menghela nafas pelan,ia yakin seluruh kehidupannya akan berubah mulai hari ini. Bila tidak ada yang berubah dari kehidupan sebelumnya,maka ia yang bertekad untuk mengubahnya sendirian.

Angin pagi menerbangkan anak rambut gadis itu. Rok abu-abu selutut terkesiap terkena hembusan angin,ada rasa dingin yang menggeliat menyapa betis jenjang gadis tersebut. Ia tersenyum singkat saat sinar matahari menyeruak masuk ke dalam pupil matanya.

"Seperti ini kah dunia?" tanyanya bergumam kecil. Halaman luas dihadapannya bukan pemandangan asing baginya,kemewahan didalam rumahnya juga bukanlah hal yang harus dipertanyakan oleh gadis itu. Ia lahir dari keluarga kaya-raya,kedua orangtuanya memiliki peran penting dalam dunia bisnis di Indonesia bahkan Asean. Namanya seringkali tersorot oleh beberapa awak media saat meeting atau hanya sekedar jumpa pers perbisnisan tentang perusahaan kedua orangtuanya.

"Haruskah mengulang segala-nya dari awal?"

"Perlukah aku bertemu dengan dunia ini lagi?" gumamnya sekali lagi

Derap langkah dari arah belakang menyadarkan gadis itu dari argumen-argumen yang sejak tadi mengusik ketenangan dirinya.

Ia tahu bahwa ada seseorang yang tengah berdiri dibelakangnya,namun ia enggan menoleh,juga enggan menyadari keberadaan seseorang itu untuk jangka waktu yang lama. Ia sangat membencinya.

"Venus?!" suara bariton itu menyapa venus di pagi ini.

Venus masih berdiam diri diatas balkon dengan tatapan lurus kearah taman di halaman rumahnya yang tiap pagi terlihat segar karena dirawat dengan penuh kasih sayang oleh asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh keluarganya.

"Ven?!"

"Hm?" gumam venus. Menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga lalu mendengus pelan.

"Ayo berangkat sekolah!" ujar pria itu. Venus mengangguk samar.

"Duluan aja. Venus bisa bawa mobil sendiri"

"Kamu kan belum dapat SIM. Kalau ada apa-ap---"

"Kan ada papah!". Gadis itu berbalik badan, menatap pria dihadapannya dengan tatapan dingin seperti hari-hari sebelumnya. "Kan ada papah yang akan beresin setiap masalah yang venus lakukan. Kan ada papah yang siap menutup semua kasus yang bersangkutan dengan venus! Iyakan?!" tanyanya sarkas.

"Ven. Hari ini pertama kali kamu masuk ke sekolah umum. Jadi tolong biarkan papah yang antar kamu ke sekolah"

"Venus bisa sendiri." jawabnya pendek. "Lagian venus udah SMA. Venus mau berusaha mandiri tanpa bantuan papah lagi."

"Ven kamu tuh masih anak-anak. Emosi kamu sedang dalam masa perkembangan jad--"

"IYA!" Venus menatap pria dihadapannya lurus. "Venus memang masih anak-anak, tapi venus udah ngerti cara berpikir, Pah! Venus udah ngerti mana yang baik dan buruk. Jadi, biarkan venus hidup kayak gini! Lagipula venus nggak akan melakukan kesalahan apapun, berangkat ke sekolah sendiri itu bukan masalah besar bagi venus!"

"Tapi kamu kan dari home--"

"Terus menurut Papah siswa dari homeschooling itu idiot?!" tanya venus serkas. Ia menggeleng samar lalu bersiap untuk beranjak dari hadapan pria itu.

"Ven. Papah tau kamu benci sama Papah. Tapi, ini demi kamu ven, semuanya demi kamu!"

Venus mengangguk samar. "Menutupi fakta atas kematian Bang dei juga demi kebaikan venus?!" tanya venus, lalu menggeleng. "Nggak. Itu bukan demi kebaikan venus, tapi Papah sama Mamah yang egois!"

SEMESTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang