Kai menghembuskan nafasnya berulang kali, ingatannya mengenai perkataan dokter, Josh dan Rena, semuanya berbaur dalam otaknya, membuat kepalanya pusing.
Sejujurnya Kai sedikit senang dengan kehamilannya, mengingat dirinya yang memang yatim piatu, rasanya menyenangkan saat dia tahu kalau akhirnya seseorang akan hadir untuk menemani hari-harinya. Seseorang yang tidak akan meninggalkannya. Namun bayangan hamil diluar nikah tentunya menjadi momok yang mengerikan untuknya.
Apalagi masyarakat yang nyinyirnya luar biasa, semakin hari semakin menjadi-jadi. Melihat perempuan yang sedikit tidak biasa pasti akan langsung dihujat. Apalagi wanita yang hamil diluar pernikahan.
Maka dari itu, Kai ingin sekali cepat-cepat menemui Haidar. Dia tidak ingin anak yang dikandungannya membesar sebelum mereka menikah.
Pun demikian perkataan Josh pada dirinya. Kai harus menyampaikan kabar ini secepatnya, karena Josh tidak yakin kalau mulutnya bisa menahan berita sebesar ini.
Ya, Kai meminta Josh berjanji untuk tidak membocorkannya pada Haidar. Dia ingin menjadi yang pertama memberi tahu Haidar tentang keberadaan anaknya, anak mereka.
Maka disinilah Kai berada, didepan rumah kantor Haidar yang sudah tidak berpenghuni. Hal yang wajar karena jam sudah menunjukan pukul delapan malam.
Kai ingin kembali rumahnya tapi dia malas berjalan. Dia ingin menuntaskan keinginannya untuk bertemu Haidar lebih dulu. Namun setelah satu jam lebih menunggu, Haidar tidak kunjung pulang. Ponselnya pun masih tidak aktif.
Kai menghela nafasnya, dikeluarkannya sekali lagi foto USG yang sudah dicetak dokter untuknya dan ditatapnya seksama foto itu. Senyumnya mengembang, "Kita pulang dulu aja ya, Dek. Nanti Mama suruh Papa dateng ke rumah aja, Ok?", katanya sambil mengusap perutnya yang masih rata.
Kai memasukan kembali foto itu dalam tasnya dan melangkah keluar.
Setelah Kai keluar dari rumah itu, tak lama dia berpapasan dengan sebuah taksi yang memasuki rumah Haidar. Wajah Haidar pun tampak jelas di dalamnya, karena kaca mobil yang bening, membuat Kai yakin kalau itu Haidar.
Dengan cepat Kai berbalik arah menuju rumah Haidar. Dan tepat saat Kai sampai, Haidar sedang memeluk bahu seorang wanita yang baru saja keluar dari taksi.
Kaki Kai mematung ditempatnya. Untuk berjalan mendekat, Kai sudah kehilangan tenaganya. Jarak mereka hanya kira-kira lima meter, tidak begitu jauh, namun nampaknya Haidar tidak menyadari keberadaanya.
Mata Kai memanas, apalagi dia bisa mengenali sosok wanita yang memiliki rambut hasil highlight tersebut. Tubuh tinggi yang nampak kesusahan dengan perut besarnya itu, sudah Kai kenal dengan sangat baik.
Kai segera menyingkir dan bersembunyi ke balik pohon yang ada di dekat pagar saat mobil taksi itu mundur. Apalagi Kai melihat Haidar sudah berdiri di depan pintu, sedang berusaha membuka pintu yang terkunci, sedangkan Eve sudah duduk di kursi teras.
Semua gerak gerik kedua orang itu nampak jelas dimata Kai, bahkan saat Haidar membantu Eve berdiri, dan memeluk kembali pinggang Eve dengan posesif. Sayang Kai tidak bisa melihat wajah Haidar dari dekat.
Dia ingin tahu, apakah wajah Haidar masih menampakan sorot terluka atau kecewa pada Eve, karena melihat dari sikapnya laki-laki itu pada Eve, Kai yakin Haidar sudah memaafkan Eve.
Ingin rasanya Kai menghampiri kedua orang tua itu dan bertanya langsung kenapa Haidar bisa bertemu Eve dan membawa wanita itu ke rumahnya.
Namun Kai terlalu takut, Kai belum siap untuk melihat cinta di mata Haidar untuk Eve. Dia tidak sanggup jika harus disandingkan dengan Eve. Dia tidak berani meminta Haidar memilihnya, jika ada Eve disana. Karena Eve tahu kalau Haidar pasti akan memilih Eve ketimbang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT FEELING - (END)
General FictionAku cinta pria itu, pria pendiam yang minim ekspresi, namun memiliki senyum menyesatkan, senyum yang sangat jarang terbingkai diwajahnya. Mataku selalu menatapnya, namun sayang tatapannya tidak pernah tertuju ke arahku. -Kailasha Gazala Aku benci...