Mom?

95 18 11
                                    

Aku dan Cannon dibawa oleh sebuah mobil putih mewah milik kedua pria paruh baya yang membawa kami. Mereka tidak membutuhkan kunci mobil. Hanya dengan jentikan jari mereka yang kuakui elegan, pintu mobil terbuka dan sistem mesin mobil dalam keadaan activated. Kami duduk di bangku belakang. Salah satu dari mereka menjalankan mobil dengan pesat, seimbang dengan hembusan angin kencang. Tatapanku datar, sedangkan Cannon sibuk memperhatikan sekitarnya.

Kami sampai di sebuah bangunan berbentuk diagonal dengan warna bening dari ungu dan biru. Pintu masuknya juga berbentuk diagonal. Banyak drone melintas di atas kepala penghuni gedung ini.

"Maaf, kita mau kemana?" tanya Cannon, sukses membuat kedua pria paruh baya di depan kami menolehkan kepalanya.

Salah satu dari mereka tersenyum miring. "Kalian akan melihat tempat seharusnya berada. Tapi sebelumnya, kalian akan menemui atasan kami,"

Tanpa banyak bicara kami memasuki lift. Tujuan yang mereka inginkan ada di floor 7.

Ketika pintu lift terbuka, sebuah pria yang beberapa helai rambutnya beruban dengan lengan kekarnya menyambut kami. Aku memperhatikan dari atas hingga bawah. Tingginya kira-kira mencapai 178 cm, dengan kulitnya berwarna putih, dan.... Kalau dilihat-lihat...Pria ini mirip denganku?

Pria itu juga sama terkejutnya denganku. Kemudian orang-orang yang membawaku dengan Cannon menunduk dengan hormat.

"Tn. Parker, mereka akan menjadi anggota terhebat di tim kita,"

"Tunggu." pria beruban yang dipanggil Tn. Parker mengangkat sebelah tangannya. "Siapa gadis ini?"

Cannon yang sedari tadi sibuk memandangi isi bangunan ini spontan melirik Tn. Parker dengan tajam.

"Ohya, apakah Anda tertarik dengannya? Haha, baiklah...Akan saya perkenalkan. Namanya Serrena Sloan, dan ini sebuah keberuntungan sekali bagi Anda. Nama akhiran Tuan dengan gadis ini persis!"

Tn. Parker membelalakkan matanya.

"Maaf, apa omong kosong yang kalian bicarakan?" tanya Cannon, menggantikan posisiku yang harusnya bertanya seperti itu.

Aku sama terkejutnya dengan Tn. Parker. Selain garis wajah kami mirip, kenapa akhiran nama kami bersamaan? Apa jangan-jangan...?

Tn. Parker berdeham keras. "Baiklah, lanjutkan pekerjaan kalian. Bawalah Cannon dan perkenalkan sistem kerja teknologi disini bersama kalian. Gadis ini akan bersamaku."

"Tidak bisa!" tolak Cannon. "Kalian orang asing, dan aku temannya Serrena. Kewajibanku menjaganya dimana pun ia berada!"

Tn. Parker terkekeh pelan. "Tapi dia anakku, Cannon Xennan,"

Dunia terasa berhenti berputar.

Hei, harusnya aku senang bukan?

Bukankah aku sudah menemukan identitas orangtuaku walaupun baru seorang Ayah?

Cannon tidak bisa menentang, karena ia sudah dibawa oleh kedua pria paruh baya tadi dengan paksa. Aku hanya berdiri diam, menatap Tn. Parker dengan pandangan tajam.

"Sudah kuduga kamu tidak akan percaya Nak. Ikuti Ayah,"

Aku mengikuti langkahnya. 400 meter di depanku, ada sebuah pintu berbeda dari yang lainnya. Pintunya terlihat memakai kayu sederhana berwarna coklat, tidak seperti lainnya yang berwarna biru, ungu, atau putih bening.

Sebuah ruangan yang mirip seperti perpustakaan kecil, ruang kerja, dengan design sederhana dibandingkan ruangan lainnya lumayan menarik perhatianku. Tumpukan buku, berkas, terlihat semakin menyemarak. Suatu bingkai foto yang terpampang sosok kedua insan yang merupakan pasangan membuatku menganga tidak percaya. Pria di sebelah kirinya, sudah tentu orang yang mengaku ayah di sampingku ini. Sedangkan di sebelah kanannya....

Kamu akan menyukai ini

          

Juga mirip sekali denganku!

Apakah ia ibuku?

Rambutnya berwarna merah, bola mata merahnya berpendar dalam bingkai foto tersebut. Sedangkan ayahku memiliki bola mata violet yang sama dengan milikku. Jidat perempuan tersebut sama denganku. Bibir lelaki di sampingnya juga seperti milikku. Wajah mereka juga.

Ayah terlihat membongkar laci kerjanya, mengeluarkan sebuah berkas berwarna biru pucat yang berisikan akte kelahiran. Tingkahku pasti semakin melonjak kaget.

"Serrena Sloan. Aku tidak percaya kamu masih hidup," ayah memandangku sendu.

Aku meliriknya sadis. "Ayah membuangku?"

"Bukan, Nak...," ayah menyeka air matanya. "Aku mengisolasimu di sebuah desa sewaktu kamu kecil--"

"KENAPA YAH?! KENAPA??! AYAH TAU SENDIRI AKU MASIH KECIL, TIDAK TAU APA-APA, MALAH MEMBUANGKU DI SEBUAH DESA YANG SAMA SEKALI TIDAK KUKENAL HINGGA SEKARANG! AYAH TIDAK MENGERTI PENDERITAAN SEORANG ANAK KECIL YANG BUTUH KASIH SAYANG MALAH BERURUSAN DENGAN ORANG YANG BERPERANG!!" teriakku murka.

Ayah semakin merendahkan tatapannya. "Karena kamu berbahaya Nak. Kekuatan ibumu menurun--"

"TUNGGU!" aku menyelanya galak. "JANGAN BILANG AYAH MENGISOLASI IBUKU JUGA?!"

Ayah terdiam. Aku menatapnya semakin muak. Rasa benci, dendam, penasaran, kecewa, kesal, bersatu di dalam diriku. Siapa yang tidak marah jika seorang anak  ditinggalkan oleh orangtuanya, terlebih lagi memiliki alasan karena ingin mengisolasi? MENGISOLASI KATANYA? HAH! MEMANG SEBAHAYA APA AKU DAN IBUKU??!

"Iya. Aku menjerumuskannya ke penjara terdalam--"

"SEBENARNYA AYAH SAYANG IBU ATAU TIDAK??!"

Bullshit.

"Ayah terpaksa melakukannya, Nak. Ayahmu memiliki kewajiban untuk melindungi rakyat yang ada di provinsinya, dan juga melindungi dan menyayangi ibumu. Namun sebuah keputusan terberat terjadi ketika ibumu semakin menggila dengan kekuatan yang dimilikinya. Saat itu Ayah berpikir keras, pilihan mana yang harus dipilih? Dan akhirnya, ayah memilih melindungi ribuan jiwa, dibanding satu jiwa yang dapat memusnahkan segalanya,"
ia meneteskan air matanya.

Mataku menghitam. Perubahan itu segera disadari oleh Ayah, sehingga ia terlihat kikuk untuk menjelaskannya kembali.

"Dengar, Nak. Kumohon jangan membuat ayahmu melakukan hal yang sama kepada ibumu,"

"PASTI IBUKU SUDAH MATI!!"

"Iya, dia memang sudah mati Nak. Namun raganya tidak dikuburkan, karena tidak ada yang berani memasuki ruangan penjara terdalam karena mereka tau....Tahanan mereka bukan manusia," suara ayah melemas.

Rahangku mengeras.

"Jangankan masuk, memberi makan saja tidak ada yang berani. Sehingga, raga ibumu melemah karena tidak ada asupan nutrisi, kemudian mati....,"

"Di penjara mana dia?" tanyaku geram.

"Ioup-Prison 31 bagian barat daya Nak. Tidak terlalu jauh darisini," jawabnya lirih.

Segera aku membuka lalu membanting pintu dengan kasar. Ayah mengejarku dari belakang.

"Tunggu Nak! Jangan kesana sekarang! Bagaimana dengan temanmu?"

Tidak kugubris. Aku sudah tahu dimana Cannon berada.

Kubuka pintu berwarna ungu bening yang mengarah ke selatan. Dua orang pria paruh baya, beserta seorang cowok yang tengah mengetik lincah di layar transparan menoleh heran.

Sky Will EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang