FF(3) ● Lian?

9.9K 561 246
                                    

Dalam bisu, ku menatapmu.
Dalam bisu, ku menganggumimu.
Dan dalam bisu pun aku terperosok jatuh di jurang patah hati tanpa diketahui siapapun termasuk ... dirimu.

°°°°°

KERAMAIAN kian mendominasi setiap ujung koridor. Suara loker yang terbuka lalu tertutup menjadi alunan nada pagi hari di sekolah. Tinggal beberapa menit lagi untuk mendengar bel masuk berbunyi, mendorong siswa-siswi untuk berbondong-bondong menuju kelas.

Di ruang kelas XI-IPA3 itu, Linzy terduduk sambil memakan lollipop di genggaman tangan. Iris kelabunya terfokus pada layar ponsel, tangannya yang bebas, bergerak lincah menggulir touchscreen itu. Tanpa peduli dengan kelasnya yang mulai bising.

Sunyi tanpa gangguan, menjadi kenikmatan haqiqi bagi Linzy. Lebih lagi tidak ada obrolan yang akan menganggunya. Dua teman terbaiknya belum datang.

Bagus! Karena Linzy mengharapkan mereka berdua datang telat. Jahat sekali pemikiran itu.

Aplikasi sosmed dengan lambang kamera bewarna merah itu Linzy buka, men-stalking setiap foto idolanya. Sampai sunyi itu dipaksa terbuang jauh, kala bunyi gebrakan meja melonjakkan Linzy.

Dia mendelik pada si pelaku. Orang di depannya hanya menyengir kuda. Tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Ganggu aja lo!" omel Linzy pada Shena.

Tidak peduli dengan omelan Linzy, Shena mengangkat bahu tak acuh. Meletakkan tas di meja belakang kursi Linzy, kemudian mendaratkan diri di bangku sebelah perempuan berambut pirang kecokelatan itu.

Shena menyipitkan mata. Bersorak girang setelahnya. "Wah! Handphone baru tuh kayaknya!"

Linzy hanya mengangguk saja. Tanpa berminat menjelaskan secara rinci kenapa dia harus mengganti ponsel lamanya.

"Emang handphone lo yang lama kemana?" tanya perempuan bermata sipit itu.

Hela napas Linzy menjadi balasan ucapan Shena. Sebelum mengingat kejadian dua hari lalu saat ponsel kesayangannya terjatuh dari lantai dua. Hancur berkeping-keping dan menjadi bahan tontonan orang-orang. Hanya kartu memori dan kartu SIM-nya yang berhasil terselamatkan.

Mengingatnya lagi Linzy jadi kesal. Arghh! Andai saja membunuh orang tidak berdosa. Mungkin dia akan melakukannya kemarin, melempar tubuh Zion agar persis seperti ponselnya yang jatuh mengenaskan.

"Gara-gara cowok absurd itu, gue jadi harus beli ponsel baru!" Linzy memakan lollipopnya kasar.

"Absurd?" Alis cokelat Shena menyatu. "Bentar, bentar. Menurut pandangan Linzy cuma ada dua cowok absurd di dunia. Justin dan Zion." Shena memulai teorinya, seolah sangat mengenal sahabatnya itu. "Dan nggak mungkin Justin karena dia liburan sama keluarganya ke Belanda. Dan pasti jawabannya ... Zion?"

Linzy memutar matanya malas. Enggan untuk menjawab iya atau tidak pada jawaban benar Shena. Sedang Shena jadi semakin kebingungan.

"Kok bisa Zion yang ngerusak ponsel lo?" Ini yang membuat Shena bingung. "Emang liburan kemarin lo jalan sama Zion?"

Pertanyaan akhir Shena dihadiahi pukulan buku dari Linzy. Shena mengaduh, mengusap kepalanya. "Sakit, Zi! Kebiasaan banget mukul orang!"

"Lagian lo ngasih pertanyaan tanpa mikir dulu! Ya kali gue jalan sama Zion!" kian kesal Linzy jadinya. "Sampai kapan pun itu nggak bakal terjadi, kecuali bumi udah dikuasai sama minion-minion, si kuning bermata satu."

Shena meringis, menatap netra kelabu Linzy yang seolah siap menerkam siapapun. "Ya, gue kan cuma nebak aja. Kan bisa aja emang lo jalan sama Zion." Shena hanya tersenyum mendapat pelototan Linzy.

|2| Falsity ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang