Tanpa kata, Harry bergegas meninggalkan ruangan.
Beranda sudah sepi. Rombongan Dwarrow yang tadi memenuhi teras telah membubarkan diri. Salju melayang-layang malas di udara, menyelimuti halaman, pagar, dan kerangka pohon di kejauhan. Hari kelabu tanpa matahari.
"Bagaimana sekarang?" tanya Ron, menghinggap pada sandaran bangku di teras. Harry cuma mengesah.
"Aku... sungguh tidak punya maksud apa-apa..." Glorfindel berkata, tidak enak hati. Ia mengira ketidak-ramahan Dis disebabkan oleh kata-katanya, meski ia juga tidak tahu di mana letak kekeliruan dalam ucapannya.
Harry menepuk-nepuk bahu sang Ellon. "Jangan menyalahkan diri sendiri," katanya menenangkan. Glorfindel terdiam, walau tampak tak yakin.
"Kuharap kalian tidak tersinggung," Balin berujar, suaranya tenang dan membujuk, mengikuti mereka. Dwalin, Thorin dan juga Fili menyusul tak lama kemudian. "Dis... masih terguncang oleh peristiwa tempo hari."
"Tidak apa-apa, aku bisa memahami perasaannya. Sudah jadi naluri orangtua untuk melindungi anak-anak mereka," sahut Harry. "Kili dipilih sebagai perantara Istar... tanggung jawabnya akan membuatnya menapaki jalan yang sulit. Bukan tidak mungkin nantinya ia akan meninggalkan Ered Luin demi menunaikan sebuah tugas. Wajar jika Lady Dis bersikap protektif kepadanya."
Fili terperangah. Ia menggeleng-geleng pada Harry, tak terima, namun Thorin keburu menahannya sebelum ia sempat memprotes.
"Aku berterimakasih atas pertolonganmu, Gandalf. Bahkan Tabib terbaik Pegunungan Biru tak dapat menyembuhkan Kili secepat dirimu!" ujar Thorin. Matanya memandang Harry penuh selidik. "Dan sekarang aku siap mendengarkan masalah apapun yang membuatmu mencariku." Ia kemudian mempersilakan Harry dan Glorfindel duduk di bangku, sementara ia sendiri duduk bersisian dengan Dwalin, Balin, dan Fili.
Harry tak menyukai basa-basi bila membahas hal yang ia anggap krusial, karenanya ia bicara tanpa tedeng aling-aling. "Hal-hal buruk menimbun di Dol Guldur," ujarnya pelan. "Ketika aku dan Ron pergi ke sana untuk menyelidiki, tempat itu sudah jadi benteng musuh. Orc, dan Sauron."
"Bukankah Sauron sudah dikalahkan saat perang aliansi?" kata Balin resah. "Raja Gondor Isildur bahkan memenggal putus jemarinya, sampai ia terpisah dengan Cincin keramatnya!"
"Kalah, tapi sayangnya tidak mati," sahut Ron. "Cincinnya tidak ada padanya, namun tetap ada di suatu tempat, dan selama benda itu utuh, Sauron tidak akan punah dari muka bumi."
"Kami mendengar kabar kau pergi ke Mirkwood untuk sebuah urusan," kata Thorin pada Harry, "apa ini ada kaitannya dengan keadaan Dol Guldur?"
Sejenak ketidaknyamanan menggelitik perasaan Harry. Padahal ia sudah berusaha bergerak cepat, tanpa mengundang keributan, namun tetap saja berita mengenai dirinya tersebar, bahkan sampai ke Ered Luin. Mengalihkan kecemasan itu untuk dipikirkan nanti, ia menjawab, "benar. Sauron mungkin lemah tanpa cincinnya, tapi pasukannya masih ada, dan terus berlipat jumlah bahkan selagi kita berembuk di sini! Ia masih memiliki kekuatan sihir, pun mampu membuat makhluk-makhluk kegelapan mematuhi kehendaknya! Sementara naga sendiri adalah ciptaan Morgoth sesembahannya, tentu kalian sadar apa arti semua ini?"
Wajah Thorin mengeras. "Kau mencemaskan koalisi antara Smaug dan Sauron!" tebaknya. Harry hanya mengangguk mengiyakan.
"Tapi... Smaug masih bercokol di Erebor! Sejak datang, naga sial itu tak beranjak sedikitpun dari Gunung Sunyi!" ujar Dwalin.
"Dan itu semakin membahayakan. Bayangkan jika Sauron berhasil menundukkan Smaug? Tak cuma punya senjata pemusnah massal, ia juga akan menduduki harta bangsa Dwarrow yang tak terhitung jumlahnya!" Para Dwarf menggeram tak rela demi mendengar ini. "Sebelum itu terjadi, sebelum Sauron semakin kuat, aku ingin daerah Rhovanion bersatu," lanjut Harry. "Peri Greenwood, Skin Changer, Dark Elves, Manusia Kota Danau," matanya berkelip memandang Thorin, "dan Dwarf Erebor."
"Jadi begitu... Elf Mirkwood, membentuk aliansi dengan Kota Danau karena bujukanmu," Balin menyimpulkan. Sekali lagi perasaan resah menghantui Harry. Sebenarnya seberapa banyak berita mengenai sepak terjangnya yang terbawa kabar angin?
"Di Esgaroth, pada dasar danaunya, terdapat endapan meteor, pecahan bintang suci Elendil," kata Harry. "Tingkat kepadatan dan kekuatan meteor ini melebihi baja, ringan seperti mithril, dan tentu saja memiliki kemurnian Elendil hingga dapat digunakan untuk memusnahkan kuasa jahat. Panah Hitam memang sudah hilang, tapi kita bisa membuat gantinya!"
Dwalin mengepalkan tangannya, gemetar oleh antisipasi. "Tapi Manusia Kota Danau tidak mengerti cara menempa senjata," ia menyela, penuh keraguan sekaligus amat mengharap, "sedangkan Elf Mirkwood cuma tahu berburu!"
"Dark Elves, atau Moriquendi, adalah penempa besi yang handal, tak kalah dengan Dwarf manapun," sahut Glorfindel. "Itulah sebabnya, Mithrandir menyertakan mereka dalam aliansi."
Balin memandang Harry dengan waswas, berusaha membaca ke mana alur berpikir si Penyihir. "Tharkun! Langkah-langkah yang kau ambil ini... bukannya bersiap-siap menghadapi Sauron! Kau berencana menyerang, dan Smaug adalah sasaranmu yang utama!"
"Ya!" jawab Harry mantap. "Kuharap kau tak berpikir kita membentuk aliansi kemudian hanya menunggu tanpa berbuat apa-apa? Menyerang terlebih dahulu juga adalah persiapan! Naga mungkin sulit ditaklukkan, tetapi ia bukan makhluk yang tak dapat mati. Aku ingin menyingkirkannya dulu, baru setelahnya mengurus Dol Guldur! Satu musuh untuk diwaspadai jauh lebih baik daripada dua!"
Para Dwarf membisu dalam ketegangan. Dari raut wajahnya jelas Balin mengira 'bersiap-siap menghadapi Sauron' adalah semacam kegiatan pasif. "Tidakkah itu terlalu cepat...? Memerangi naga tidak cukup dengan senjata yang ditempa dari meteor!" Balin berkata. "Setidaknya harus ada pasukan dengan kemampuan tempur yang memadai! Di mana kau akan memperolehnya, Gandalf?"
"Tentu saja pasukan dari aliansi!" jawab Harry. "Thranduil sendiri, telah setuju untuk membantu menangani Smaug..."
Tiba-tiba Thorin menghantamkan tinjunya ke lengan bangku, memotong perkataan Harry yang seketika tertegun. "Dan kenapa, pengkhianat itu tiba-tiba tertarik untuk mengenyahkan Smaug sekarang?" serunya berang, matanya memandang Harry dengan berapi-api. "Dulu ia tak mempedulikan nasib kami, terang-terangan berpaling di saat kami paling membutuhkan bantuan! Ia juga tidak tampak gelisah meski tahu kerajaannya bertetangga dengan naga, kenapa baru sekarang ia peduli? Apa yang kau janjikan padanya, Tharkun?! Kekuatan? Wilayah? Atau emas Erebor?!"
"Thorin Oakenshield!" seru Harry, tercengang sekaligus tersinggung mendengar tuduhan bengis yang Thorin lontarkan. "Tolong jaga nada bicaramu!" Ia mendengus kesal. "Thranduil memang punya kekeliruannya sendiri, tapi itu dulu! Sekarang, adalah masalah lain, dan sikapnya juga berbeda. Dan aku tidak menjanjikan apa-apa kepadanya! Ia bersedia meminjamkan kekuatan Greenwood untuk menyingkirkan Smaug karena ia sadar itulah langkah terbaik!"
Thorin tersenyum dingin. "Bukan tidak mungkin tujuannya membentuk aliansi hanya untuk memata-matai Erebor dan diam-diam mencuri harta kami! Aku tahu sifatnya dengan baik... Thranduil dari Mirkwood hanya menginginkan kekayaan! Itulah alasan yang membuatnya datang ke balairung kakekku Thror menawarkan kerjasama, perjanjian yang kemudian ia langgar sendiri!" ia mendesis, nada suaranya penuh racun, sama sekali tak mengindahkan kata-kata Harry.
Kata-kata seperti hilang dari benak Harry. Ia cuma menatap terbelalak.
"Lalu bagaimana dengan kakekmu, Thorin?" sergah Glorfindel, mulai emosi. Ia mengenal Thranduil lebih lama daripada siapapun di beranda itu, dan ia sama sekali tak senang atas tuduhan Thorin yang tidak dilandasi fakta. "Apa ia menawarkan persahabatan yang tulus pada Peri-Peri Greenwood dan bukan karena hendak memanfaatkan hasil hutannya? Apakah ia menepati janjinya sendiri ketika Thranduil menagih tempaan permata putih Lasgalen?"