11: Merah dan Biru

1.6K 93 7
                                    

Melekat pada dinding yang kukuh. Didekap lembut lapisan-lapisan tebal yang menghangatkan. Bukan hanya mengalirkan makanan dan oksigen tapi juga kasih sayang. Maha Suci Allah yang telah memberikan karunia-Nya sehingga dari sekian juta ovum dan sperma yang berjuang untuk menunaikan titah-Nya, Allah telah memilih di antara yang terpilih. Kehidupan seorang hamba bahkan telah bermula sejak meleburnya ovum dan sperma. Setiap detik, jam, dan hari sejak saat itu cikal bakal individu bahkan telah diajarkan-Nya untuk bertahan hidup. Mulai dari masalah pasokan nutrisi, goncangan fisik ataupun psikis sang ibu, penyakit, dan faktor lainnya. Abortus provocatus medicinalis maupun criminalis menjadi mimpi buruk sang zigot hingga sembilan bulan sepuluh hari. Sungguh kekuasaan Allah yang Maha Luar Biasa. Maka apakah yang membuat manusia lupa bersyukur dan berbuat durhaka?

Meski telah hidup bersama sejak detik pertama kehidupan. Alvino dan Alvero tetaplah dua insan yang berbeda. Bahkan jika itu kembar identik sekalipun. Karena mereka memiliki otak yang berbeda. Jiwa yang berbeda. Dan hati yang berbeda. Tak mengherankan jika Alvino memiliki pribadi yang dingin bagai salju dan Alvero hangat bagai sinar mentari pagi. Jika Alvino yang sering berjabat tangan dengan ayahanda Aqila masih tak bisa akrab, lain halnya dengan Alvero. Untuk kali kedua bertemu bahkan Alvero dan Pak Ibrahim sudah membahas tentang bola. Bukan hanya itu, Alvero pun tidak segan untuk bergurau. Seperti saat ini dua individu berbeda generasi itu tengah berbincang ria di ruang tamu Pak Ibrahim. Ia menyampaikan amanah sang komandan yang mengundang keluarga itu untuk jamuan makan di rumahnya. Pak Ibrahim dan Komandan Alvero memang telah lama saling mengenal tapi jarang memiliki kesempatan untuk bertemu. Hari ini pun Pak Ibrahim tidak bisa memenuhi undangan tersebut karena harus menghadiri rapat penting fakultas. Alhasil, hanya Aqila yang bisa datang.

Alvero dan Aqila tiba di tempat tujuan setelah 45 menit perjalanan. Tidak perlu waktu lama mereka langsung disambut hangat oleh sang pemilik rumah.

"Perkenalkan saya Fahmi Alamsyah, saya yang meminta kepada Alvero untuk bisa dipertemukan dengan Nak Aqila," tutur Komandan Korps Brimob itu dengan ramah. "Mari silakan duduk, silakan duduk Alvero" imbuhnya. Alvero mengucap kata 'siap' kemudian duduk. Terbawa suasana latihan. Sedangkan Aqila merasa gugup berhadapan dengan Irjen Pol Fahmi Alamsyah yang biasanya hanya bisa ia lihat di koran, televisi, atau internet.

"Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bertemu."

"Iya, Pak," ujar Aqila.

"Rasanya saya pernah lihat wajah kamu di televisi. Istri saya suka nonton sinetron, jadi ikut ketonton juga," ujar Pak Fahmi sambil tertawa.

"Iya, saya pernah main sintetron tapi sekarang sudah tidak lagi." Alvero cukup terkejut mendengar pengakuan Aqila. Ia tidak menyangka bahwa Aqila adalah seorang aktris. Maklum, jarang menonton tv.

"Oh, jadi sekarang kesibukan Nak Aqila apa?"

"Saya sedang menjalani pendidikan profesi dokter gigi di RSGM." Pak Fahmi mengangguk paham. Sedangkan Alvero tidak berani menyeletuk.

"Terima kasih bu," ucap Pak Fahmi kepada sang istri yang telah membuatkan minuman. "Silakan diminum," ucap Pak Fahmi dan Istri bergantian. Alvero dan Aqila hanya tersenyum mengangguk.

"Ini istri saya Retno Setya Ningrum," ujar Pak Fahmi memperkenalkan.

"Ini gadis yang diceritain Alvero itu ya Pak? Masya Allah cantiknya." Ucap Bu Retno sambil bersalaman dengan Aqila. "Ibu sudah mendengar semuanya dari Nak Alvero bagaimana kalian menghadapi kegentingan di Wisma Erni. Atas nama keluarga Anton dan juga keluarga saya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Nak Aqila. Anton adalah keponakan saya." Imbuh Bu Retno sambil berlutut di depan Aqila. Matanya tak kuasa lagi menahan bendungan cairan bening itu. Menangis sambil terisak.

Tomorrow Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang