You're Mine!•
•
•
•🔊Let Go - BTS
Let's Read!
Bagai gulungan kaset lama, Kihyun tak hentinya membayangkan kenangannya dengan Eunha.
Tak menampik perasaan sakit di hatinya, Kihyun malah terus menikmati semua luka yang di torehkan sang gadis, menganggap itu adalah cinta semu yang sangat berarti.
Mata lelahnya berulang kali membaca pesan teks berisi penggalan kalimat bersirat perpisahan yang di kirim oleh Eunha.
-Eunha-
Kihyun, Terima kasih untuk semua yang telah kau lakukan demiku.
Maafkan aku telah menyakitimu selama ini.
Aku tahu, terlambat untuk mengatakan jika aku menyesal dengan semua yang kulakukan.
Aku telah menyakiti kalian semua.
Bahkan dosaku tak akan mungkin mudah terhapus walau di akhirat sekalipun, kan?
Sisa hidupku juga tak akan berarti lagi karna di hantui perasaan bersalah ini.
Ku harap dengan perginya aku dari hadapan kalian, Kalian... Para sahabatku, bisa hidup lebih bahagia.
Aku pamit.
Gomawo... Mianhae.Kihyun memejamkan mata.
Apa maksudmu, Eunha?
Dimana dirimu berada?
Kumohon, jangan tinggalkan aku...
Bagai mendapat pencerahan, Kihyun teringat akan satu tempat. Tempat dimana terakhir kali mereka kunjungi bersama.
Terbesit keraguan di hatinya, namun ia tetap nekat bangkit dari keterpurukannya untuk mencari Eunha di sana.
...
Hari ini langit sangat cerah dan udara berhembus sejuk, cocok untuk menikmati liburan akhir pekan bersama keluarga atau kekasih.
Tetapi hal itu lain bagi Soonyoung yang memilih menghabiskan waktu akhir pekannya di samping sang istri yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.
Genap seminggu.
Sudah genap seminggu Soonyoung tak melihat manik indah Jihoon terbuka.
Namja bermata sipit itu mengenggam tangan Jihoon yang tak terpasang infus dan menempelkan telapak itu ke pipinya yang menirus.
"Jihoon, Selamat pagi", ia mengecup telapak Jihoon dan kembali berujar, "Apa yang kau rasakan hari ini? Apakah sudah lebih baik?"
Diam.
Tentu saja.
Tetapi Soonyoung tak mau menyerah. Baginya berinteraksi dengan Jihoon adalah sebuah keharusan, mau itu sekecil apapun, ia tahu Jihoon pasti dapat merasakan keberadaannya.
Telapak lebar Soonyoung mengarah pada perut buncit Jihoon yang membuat hatinya selalu menghangat hanya dengan melihat perkembangannya.
"Annyeong, baby. Apa yang sedang kau lakukan saat ini? Apakah kau sedang bermain bersama eomma? Sebegitu serunya kah sampai eomma tak mau bangun-bangun?"
Pertanyaan bodoh. Soonyoung terkekeh, "Appa senang kau menjadi anak yang kuat di dalam sana. Nanti besar, kau harus jadi anak pemberani yang bisa menjaga eomma kalau appa pergi kerja, heum?"
Cup
Soonyoung mencium lama perut Jihoon. Matanya tertutup meresapi semua perasaan yang ia torehkan di sana.
"Bangunkan eomma. Jangan lama-lama bermainnya, Appa kesepian tanpa kalian. Saranghae"
Bibir Soonyoung menyungging senyum lembut. Sekarang ia bisa merasakan bagaimana perasaan kasih dan sayang yang di rasakan setiap orang tua terhadap buah hati mereka.
Perasaan itu sangat rumit untuk di jelaskan, namun sangat mudah merasuk ke hati.
Walaupun ia belum mengetahui rupa sang anak, tapi perasaan cinta-nya sudah sebesar ini. Apalagi Jihoon yang setiap hari bisa merasakan tumbuh kembang buah hati mereka di perutnya?
Hal itu membuat rasa sayang dan cinta Soonyoung terhadap Jihoon bertambah menjadi berkali-kali lipat.
Seperti biasa, Soonyoung membilas tubuh Jihoon dengan air hangat, menyisir rambutnya, memijat tangan dan kaki Jihoon, lalu menceritakan kesehariannya sendiri.
Hari berlalu begitu cepat. Langit di luar mulai menggelap di tinggalkan matahari.
Soonyoung benar-benar tak beranjak dari kamar ini. Ada saja bahan cerita yang membuat ia merasa seakan-akan Jihoon mendengar semua ceritanya dari tadi.
"... Lalu akhirnya Mommy ngambek pada Daddy karna merebut permennya. Mirip sekali dengan cerita kita bukan? Haha", Soonyoung tertawa di sela ceritanya.
"Mommy itu mirip sekali denganmu. Suka permen, suka ice cream, suka anak kecil. Tak heran kalian cocok"
"Hoamm...," Soonyoung menguap. Matanya terasa kian berat karna mengantuk, tapi dia masih ingin bercerita dengan Jihoon.
"Aku yakin kalian pasti akan menjadi pasangan menantu dan mertua yang serasi sekali kalau baby sudah lahir", Soonyoung menangkup tangan Jihoon dan menjatuhkan kepalanya di atas tangan itu.
Lama kelamaan Soonyoung mulai kehilangan fokusnya, kelopak matanya perlahan memaksa untuk menutup, tetapi sebelum itu Soonyoung masih sempat bergumam.
"Bangunlah"
...
Indah.
Semuanya terlihat indah.
Dirinya duduk di atas rumput-rumput hijau berpotongan rapi, di sekelilingnya di tumbuhi pohok oak yang menjulang tinggi, di hadapannya ada danau yang aliran airnya mengalir teratur, cicitan burung yang menghingap di pohon dan kadang di rumput yang sama dengannya terdengar bagai melodi yang indah.
Jihoon tak tahu dimana dirinya berada sekarang, namun perasaan nyaman yang di tawarkan membuat ia betah di tempat asing ini.
"Eomma,"
Yeoja itu menoleh, bibirnya tanpa sadar melepas senyuman pada seorang salah satu diantara dua anak kecil yang tidur berbantalkan pahanya.
"Heum?"
"Apakah eomma cenang?"
Jihoon mengangguk sekali. "Eomma senang"
"Apakah kami cudah membuat eomma cenang?", tanya bocah itu dengan tatapan polosnya. Di sebelahnya, anak kecil yang satunya juga menatapnya antusias.
"Kami cenang eomma di cini"
Jihoon mengelus rambut kedua bocah itu.
"Kalian sudah membuat eomma sangat senang. Kenapa kalian mengajak eomma ke sini?"
"Eomma ingat tchidak waktu eomma bilang cedang cedih cama appa? Eomma nangic telus tiap hali"
Jihoon tertegun. Ia tentu ingat saat ia selalu mencurahkan semua kesedihan dan kekecewaannya terhadap Soonyoung sewaktu seminggu di rumah sang mertua dengan menangis dan bermonolong sendiri. Saat itu bahkan ia belum mengetahui ada nyawa di dalam perutnya.
"Kalian bisa mendengarnya?"
Dua bocah itu mengangguk kompak, "Eung! Kami jadi ikut cedih, kami tchidak cuka eomma cedih. Eomma bilang mau pelgi ke tempat yang tenang kan?"