13. PREGNANT?

8.6K 444 22
                                    

Hari ini salju tidak begitu mengkhawatirkan. Meskipun di pagi tadi, dari balik jendela kamar orang orang dibuat berdecak ketika salju turun dengan lebatnya dan perkiraan penduduk itu akan menghujani Tokyo sepanjang hari seperti kemarin. Namun ketika jarum jam semakin tegak ke atas, salju itu semakin berkurang hingga hanya menyisakan beberapa titik putih yang terjun bebas dari atas langit. Warga mulai beraktivitas ketika hari menjelang sore, namun mereka tetap menenteng payung untuk mengantisipasi salju yang bisa saja mendadak jatuh lebat.

Gelap mulai menjelang ketika pintu rumah Kakashi untuk pertama kali dibuka pada hari ini. Dan yang pertama muncul adalah Hinata, ia bersyukur jika kunci pintunya tidak rusak akibat dinginnya cuaca di musim dingin.

"Minggir sana,"

"Aa~" Kaki itu bergeser dua langkah ke samping. Dua tangannya terangkat otomatis karena keseimbangan yang terganggu.

Yang berikutnya adalah pria bersurai perak dengan pakaian hitam tebal. Kerah bajunya menutup hingga mencapai dagunya. Tokyo sedang sangat dingin. Bahkan matanya dapat menangkap jelas nafas yang keluar dari hidung mungil wanita didepannya.

"Aa~ aku sudah tidak sabar."

Gadis itu banyak tersenyum, jemarinya yang tertutup sweater merah muda itu menggenggam erat selempang mininya. Rambut pendeknya melambai lambai ketika kepala itu mengangguk kemudian berlari kecil menuju ke mobil.

"Aku juga sudah tidak sabar." Sudut bibir itu perlahan terangkat. "Untuk membalas perbuatanmu." Lanjutnya kemudian saat dilihat gadis itu mulai menjauh.

"Eh? Anda mengatakan sesuatu?"

"Hn."

"Apa itu?"

"Kau, sudah dewasa."

.
.
.

"Bagaimana jika kita bertaruh,"

Jelas kalimat itu tidak ditujukan untuk Hinata, Pria bersurai perak itu sedang berbicara pada sahabat kecilnya itu, namun pandangannya tidak bisa lepas dari wanita muda di depannya. Cengiran khasnya tidak bisa ia sembunyikan. Membuat gadis didepannya meneguk saliva beberapa kali, matanya mencari cari objek untuk menghindari tatapan aneh pria yang berstatus sebagai suaminya.

"Taruhan?" Obito menenggak habis bir dalam genggamannya.

"Taruhan apa?" Rin menimpali, ia tidak begitu tertarik. Jelas, sama seperti sebelumnya pria pria kekanakan ini hanya mengadakan permainan kanak kanak mereka.

"Kau tidak ingin tahu," Sudut bibir itu terangkat. "-Hinata?"

Gadis itu gelagapan, ia bahkan hampir tersedak oleh salivanya sendiri. "Aa-?"

Jemarinya menyentuh sudut bibirnya, memastikan tidak ada bekas air soda di sana. Ya, segelas minuman berkarbonasi diantara 3 gelas bir lainnya. Jelas ia illegal untuk menyentuh barang tersebut. Ayolah, ia hanya wanita 18 tahun.

"Kau dan Rin sudah menikah," Semua lawan bicaranya mengangguk membenarkan, tidak terkecuali Hinata.

"Dan begitu juga dengan aku," gadis itu gelagapan lagi. "Dengan Hinata." lanjutnya masih dengan tatapan pada wanitanya. Bibirnya terangkat lebar, ia menopang dagunya memastikan wanita itu membenarkan ucapannya. Berbeda dengan Kakashi, jantung gadis itu mulai berdegup tak beraturan. Ia menggenggam jemarinya sendiri, ntah apa yang direncanakan oleh suaminya dan Kami-sama pun tahu bagaimana liciknya pria itu.

"Jadi kenapa?" Obito bersemangat. Sepertinya otak mereka tersambung untuk hal ini.

"Jadi, bagaimana jika tiket Amerika untuk pasangan pertama yang mendapat keturunan?"

Not A Perfect WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang