Hanya berisi kumpulan cerita Nathan dan Cheryl yang akan memulai hidup baru mereka bersama dalam ikatan pernikahan. Namun, jangan mengira hidup mereka akan mudah.
Umur boleh bilang dewasa. Mapan udah jangan ditanya. Mental situ siap nggak? Ini menik...
Aku kemaren ada salah ketik. Usia kandungan Cheryl sekarang sebenarnya dah 32 minggu alias 8 bulan 😂 kira2 usia kandungannya tuh begini:
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Usia 32 minggu ada di urutan ke 3 dari sebelah kanan. Mayan dah gede ya? 😅 bayangkan aja tubuh Cheryl dah segede itu.
Gue ini mang Otor yang suka lambat2 gini. Abisnya juga aku penasaran gimana wanita hamil itu jadinya alur OTT rada2 lambat.
Maaf yee 😆
Nah oke langsung aja.
Jalan Untuk Pulang (1)
(Cheryl)
Beberapa hari kemudian.
Selama kehamilan ini, aku belum sekali pun memeriksa apa jenis kelamin anak yang sedang kukandung ini. Bukan karena aku menghindarinya, tetapi dengan segala masalah rumah tanggaku dulu, membuatku lupa memeriksakannya ke dokter kandungan. Sekarang ketika kehamilanku sudah hampir memasuki umur sembilan bulan, terjebak di peternakan jauh di pelosok Kentucky, tanpa suami, dan bayi yang belum kuberi nama, membuat rasa penasaran itu akhirnya muncul.
Seharusnya sudah dari dulu kulakukan, maksudku dengan teknologi saat ini, pada saat kehamilan 5 atau enam bulan sekali pun, jenis kelamin bayi harusnya sudah bisa terlihat. Ugh! Kenapa di kehamilan pertamaku ini, aku begitu ceroboh?!
Kuputuskan hari itu, pada pukul 10 pagi, aku ingin meminta Philip mengantarku untuk menemui dokter kandungan terdekat. Ya, aku tahu agak terdengar aneh dan masih sampai sekarang. Seharusnya suamiku sendiri yang menemaniku dan mengantarku ke dokter kandungan, lalu memberi nama anak kami nanti.
Kuhela napas dan mengelus perutku lagi, merasakan sengatan nyeri di dadaku datang lagi, “Maafkan ibu, ya?” kataku berbisik pada anak di dalam rahimku ini. “Ibu tahu kamu rindu ayah, tapi kamu juga harus terbiasa, oke? Kan ada ibu di sini?”
Deg!
Kupejamkan mata lagi dan merapatkan bibir, mengulas senyum yang berpadu dengan sensasi aneh yang menendang di dalam tubuhku. Oh, Tuhan … anak ini aktif sekali di sana. Apa dia marah? Atau ingin menyiksaku? Kadang tendangannya begitu kuat sampai membuatku terhenti sejenak dan mengistirahatkan diri.
Ah … aku jadi tak sabar ingin bertemu dengannya. Aku ingin sekali melihat wajah anak ini. Itu pun andai aku sudah menemukan nama yang tepat untuknya.
“Cheryl?” panggil Philip keluar dari lumbung kandang kuda, dengan kening bertaut. “Kau tampak kelelahan, apa kau baik-baik saja?”
Aku menganguk cepat dan mengindahkna sensai tendangan anak ini sementara waktu, “Aku ingin minta tolong,” kataku berusaha keras mengendalikan suaraku yang bergetar. “Bisakah nanti kau mengantarku ke rumah sakit?”
Kedua mata lelaki itu langsung membelalak, “A-apa bayinya …?!”
Aku langsung menggeleng, “Ti-tidak! Belum waktunya, Phil,” kataku menahan tawa. “Aku hanya ingin pemeriksaan biasa saja.”
Cerita yang dipromosikan
Kamu akan menyukai ini
Kring … Kring … Kring ….
Detik selanjutnya ponsel Philip berdering menengahi kami. Untuk soal sinyal, memang kudengar dari Philip, sinyal di peternakan ini akan lebih baik jika kau berdiri di dekat kandang kuda. Kadang kalau beruntung sinyal itu bisa masuk ke rumah dan setelah kupikir, akhir-akhir ini Philip sering sekali berdiri di sekitar kandang kuda dan menggangkat ponselnya setinggi mungkin hanya untuk menelepon seseorang.
Pasti orang itu sangat penting sampai membuat Philip kalang kabut seperti ini.
“Klienmu lagi?” tanyaku dengan kening mengerut.
Ya, ketika kutanya, Philip bilang dia sedang menelepon klien penting untuk bisnis peternakannya. Mungkin orang itu adalah saudagar kaya raya yang mau membeli produk susu atau hasil panen perkebunan keluarga Duwey. Memang wajar karena sekarang setiap hektar lahan perkebunan di sini, beramai-ramai dikerubungi oleh aroma buah segar. Bahkan sapi-sapi milik Duwey ada yang sedang mengandung dan mungkin akan melahirkan juga dalam waktu dekat.
Benar-benar sebuah musim semi yang penuh dengan hal baru.
“Mereka akan datang ke sini dan kurasa mereka agak tersesat,” kata Phil menunjuk ponselnya. “Maaf aku harus menunda pembicaraan ini. Aku janji akan mengantarmu ke sana sesegera mungkin, oke?” katanya dengan memamerkan senyuman sejuta karatnya yang bisa memesona wanita mana pun.
Termasuk wanita hamil sepertiku. Oh, Tuhan. Ini pasti gara-gara hormonku yang kembali tak terkendali! Semua lelaki tampak tampan di matamu, dan suamimu sendiri tiba-tiba berjuta-juta kali tampannya terutama di dunia mimpi.
Seperti mimpi malam pertama itu.
“Oke,” kataku lalu menunjuk kandang kuda tempat di mana kuda Criollo favoritku berada. “Gloria ada di dalam sana, ‘kan?”
Setidaknya melihat kuda saja, sudah cukup memberiku kewarasan.
Philip mengangguk, “Di sana sudah ada sekarung wortel,” katanya tersenyum hangat. “Dia pasti suka kalau kau yang memberinya makan.”
Well, aku akan menganggap kuda itu merindukanku.
Namun, andai waktu bisa diulang, aku harusnya bertanya lagi tentang siapa sebenarnya Philip hubungi. Karena sebelum aku mengetahuinya, sosoknya sudah ke luar dari dunia mimpi dan datang kepadaku. Jauh di antara belantara alam dan padang rumput yang menari dengan angin, mata abu-abunya adalah yang pertama kali kukenali.
***
(Nathan)
So let your heart, sweet heart (Jadi, biarkan hatimu, kasih)
Be your compass when you’re lost (menjadi kompasmu kala kau tersesat)
And you should follow it wherever it may go (dan ikutilah ke mana pun ia membawamu pergi)
Musik country Lady Antebellum berjudul Compass memenuhi atmosfer mobil ketika aku dan Marianne melewat perbatasan Maryland. Sudah beberapa jam berlalu sejak kepergianku dari Ibu Kota New York, meninggalkan semua di belakang untuk sebuah perjalanan panjang selama 12 jam lebih hanya untuk satu alasan.
Membawa Cheryl-ku pulang.
“Kentucky, Woodford Town, lalu ke kota kecil bernama Midway Town, secara harfiah … 12 jam! Wanita hamil mana yang mau melakukan perjalanan sejauh itu!” keluh Marianne di depan kemudi mobil dengan wajah mengerutnya seperti biasa.
Aku yang duduk di samping Marianne si supir mobil, hanya dapat mengulum senyum. “Cheryl memang kadang keras kepala.”
“Keras kepala? Dia sudah kehilangan akalnya!” kata Marianne pura-pura tertawa. “Kalau kau berubah pikiran, surat cerai ada di bagasi, tahu!”