Malam ini, purnama nampak gagah ditengah gelap angkasa. Bagai raja yang didampingi permaisuri berupa bintang. Hadirnya fenomena alam yang indah itu memberi tanda bahwa bulan telah menginjak usia 15 qomariyyah. Dan juga mengingatkanku bahwa dalam tempo waktu itu Jhon mampu menjalani ritual puasa di tahun pertamanya menjadi Mualaf.
Buka bersama di sebuah restoran elite adalah cara yang kupilih untuk merayakan suksesnya kinerja Jhon dalam melakoni puasa diseparuh bulan ini. Lagi-lagi, sifat Jhon yang berpegang teguh pada janji semakin menambah kualitas kebersamaan kami. Merealisasikan predikat akhulmuslim yang telah dibina. Menyemangati ku dalam menjalankan ibadah puasa.
Sesuai rencana dari awal bada tarawih Aku dan Jhon bertolak ziaroh ke makam ulama termasyhur di kota tempat kami kuliah. Suasana malam yang makin larut, menyebabkan sepanjang jalur tanpa lampu yang kami lalui sepi. Bermodal lampu motor kami menembus gelapnya malam. Aku pun ekstra hati-hati saat mengendarai.
Di tengah perjalanan, dari kaca spion terlihat sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi. Jaraknya yang semakin mendekati dan mengimbangi lajunya motorku membuatku melihat jelas sosok si pengendara itu. Atribut berkendaranya lengkap. Mulai dari helm hingga sepatu hitam mengkilat. Tak diduga, tiba-tiba pengendara misterius itu mengeluarkan pistol dari saku jaket levisnya dan menodongnya kearahku. "Doorrrrrr!!!!! " pelurunya meleset. Namun suara khas tembakan itu membuat konsentrasi ku kacau. Aku dan Jhon akhirnya jatuh terkapar dan terjerembab didinginnya aspal. Dengan keadaan mata yang masih berkurang, kulihat pengendara misterius itu makin melaju menjauh dan hilang ditelan gelapnya jalan. Seolah acuh terhadap apa yang telah menimpaku bersama sahabatku.
Insiden pada malam Romadhon itu menyematkan dua hal disepanjang perjalanan hidupku. Pertama, tentang rasa syukurku yang muncul ketika Aku sadar bahwa klemensi tuhan lebih berpihak padaku. Helm yang kupakai saat tragedi kecelakaan seolah mencegah arwah dalam ragaku untuk pergi melayang. Hanya sekedar menghadirkan luka di badan yang merengek untuk diperban.
Disisi lain, meninggalnya Jhon pasca kecelakaan bersamaku dimalam itu menghadirkan pilu dalam kalbu. Tragisnya lagi, saat Pak Ronald menuduhku ngantuk dalam berkendara adalah penyebab kepergian putranya. Nada bicaranya yang berapi-api seperti memberi sinyal bahwa beliau berusaha menuntut ku agar bisa ditindak pidana. Akhirnya, tuhan mengabulkan harapannya. Aku merana dan meringkuk merasa bersalah di penjara.
Integritas Jhon membuatku bangga menjadi sahabatnya. Bagaimana tidak? . Janji Jhon yang menyembunyikan identitas mualafnya terbukti saat proses pemakamannya yang berunsur upacara kristen. Hingga akhir hayat, KTPnya pun masih tercatat beragama kristen. Namun Aku yakin, di hembusan nafas terakhirnya Jhon masih berstatus Akhulmuslim ku. Dibalik jeruji besi, diam-diam Aku sangat merindukannya. Merindukan sosok sahabat terindah berhias sifat mulia bagai mutiara. Merasa kehilangan sosok insan yang mampu mewarnai hidupku saat bersamanya. Dan sosok yang membuatku tak pernah bosan untuk menemaninya dengan ribuan bait Doa setelah kepergiannya.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teroris Dalam Sukmaku
Short Story"Apakah keputusanmu ini tak membuat Ayahmu naik pitam?" Pertanyaan yang ku lontarkan padanya. "Mengapa demikian? Bukankah setiap orang berhak memilih? Sedangkan pilihanku ialah sesuatu yang Haq? Ketahuilah, Pras! Identitas mualafku akan ku rahasiak...