3 - Dua Sisi

52 11 0
                                    

"Zaman sekarang semakin aneh. Ketika orang-orang mulai menormalkan perbuatan buruk. Dan mulai meninggalkan cara bersikap yang baik."

***

Ketiga murid itu menatap sengit kearah seorang murid pertanda "peperangan" sebentar lagi dimulai. Dengan gudang sekolah sebagai saksi terjadinya "peperangan". Sedangkan sosok yang ditatap hanya diam tanpa terganggu dengan itu semua.

"Semua ini pasti gara-gara lo. Lo ga bisa apa buat ga selalu mencampuri masalah yang bukan masalah lo," tanya Rissa dengan sengit tanpa memutuskan tatapan tajamnya.

Callysta hanya menghela nafasnya mendengar keluhan Rissa, "Lo itu ga sadar-sadar juga ya jadi orang. Apa yang lo perbuat itu juga yang lo dapat. Jadi hukuman yang lo dapat itu hasil dari apa yang sudah lo perbuat sama Hanna."

Rissa mendengus kesal. "Sok jadi orang paling benar lo. Oh gue tau, lo pasti mau jadi pahlawan bagi murid yang merasa teraniya disini dengan gue sebagai kambing hitamnya." Rissa pun berjalan mendekat dan berbisik di samping telinga Callysta, "Kelakuan lo malah lebih buruk dibanding gue. Ingin terlihat suci, bersih dan dibanggakan dengan menjelekkan nama gue."

Dengan menghela nafas kasar, Callysta mendorong Rissa ke posisi awal. "Gue ga selicik itu. Lo yang malah ga pernah sadar dengan perbuat lo selama ini? Lo itu suka menindas murid-murid seperti Hanna tanpa tau akibatnya. Bahkan lo udah mulai memeras mereka."

"Huh, emang dasarnya mereka yang lemah. Dan gue ga menindas ataupun memeras mereka, gue cuma bersenang-senang dengan mereka dengan cara gue."

"Bersenang-senang lo bilang? Cara lo bersenang-senang lo itu salah, Rissa." Sela Callysta dengan suara agak keras.

"Mereka cuma diam aja kok. Kalau mereka keberatan mereka bisa ngomong. Gitu aja susah." Sambung Rissa dengan santai. 

"Apa lo pikir mereka bisa protes sama lo. Yang seharusnya sadar itu lo, Ris. Lo taukan yang lo lakukan itu salah."

"Salah atau ndak itu urusan gue dan lo urus aja urusan lo." Jawab Rissa dengan ketus lalu melangkah pergi bersama kedua temannya tapi tertahan karna perkataan Callysta.

"Gue tau apa yang sebenarnya yang terjadi," ucap Callysta yang membuat Rissa menoleh. "Hanna jatuh itu karna kesalahan lo. Lo yang sengaja buat dia jadi tersandung kan? Lo sengaja ngelakuin itu buat ngerjain dia karna Hanna target berikutnya." 

"Eh, kalau ngomong itu jangan sesuka hati lo. Mana buktinya kalau gue ngelakuin itu? Jangan gara-gara lo itu ketua OSIS, lo bisa ngelakuin sesuka hati lo-"

Ucapannya terpotong karna handphone milik Callysta disodorkan tepat di depan wajah Rissa dan menampilkan sebuah video. Video yang merekam semua kejadian dikantin dan mengungkap kebenaran yang terjadi.

Video yang memperlihatkan keadaan kantin yang ramai dan berfokus pada Rissa yang merentangkan kakinya saat Hanna berjalan dengan susah payah karena membawa banyak jus jeruk. Dan berakhir dengan penindasan terhadap Hanna.

Muka Rissa terlihat kesal melihat video itu. "Darimana lo video itu?!?" Rissa berusaha mengambil hp tersebut tapi kalah cepat dengan Callysta yang langsung menjauhkan handphonenya.

"Ga penting darimana gue dapat video ini. Tapi ini peringatan terakhir buat lo. Kalau lo masih menindas murid lain. Video ini akan gue kasih langsung ke Pak Indra." Setelah mengatakan itu Callysta melangkah pergi.

"Apa sekarang zamannya dimana orang-orang bersikap baik hanya untuk mencari perhatian," sindir Rissa.

Callysta hanya menolehkan kepalanya mendengarkan sindiran Rissa. "Sekarang itu zamannya dimana orang yang telah dewasa tetapi punya sikap seperti anak kecil bahkan dia tidak malu berpakaian keluar dengan pakaian anak kecil disaat harga bajunya begitu mahal." Balas telak Callysta dan berlalu meninggalkan Rissa dan teman-temannya.

Larissa dan Callysta seperti kucing dan tikus, minyak dan air, serta bulan dan matahari. Tidak akan pernah bersatu. Selalu berbeda arah. Selalu bertentangan. 

Keduanya juga bagaikan dua kutub magnet yang sama, tidak akan pernah bisa bertemu. Mereka akan selalu saling menolak. Sifat dan sikap keduanya cukup menjadi alasan dibalik perbedaan mereka. Sekalinya bertemu pastilah hanya pertengkaran diantara mereka berdua. 

Jika mungkin bisa diibaratkan, Larissa akan menjadi seorang terdakwa dalam persindangan maka Callysta lah yang menjadi seorang jaksa yang mengadilinya.

Bagi Larissa, Callysta Razeena Nathania merupakan musuh terbesar dan akan selalu begitu.

***

Have a nice day
Thank you 😊

Pontianak, 10 Juni 2018


RISPOSTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang