Episode 3: Kosong

24 4 2
                                    

"Aku pergi dulu. Aku harus bertanya pada dewan lain." Yati keluar dari ruang kerjanya.

***

Di ruangan serba biru, Amtae Er dan dua pengawalnya masih bersiaga. Dia tidak mau festival kali ini ada kesalahan lagi.

Cukup sekali kesalahan itu terjadi. Cukup sekali.

Amatae Er melihat orang-orang melaksanakan prosedur dengan baik.

Kecuali...

"Ayolah... Biarkan kami jadi anggota kontingen..."

Amtae Er melihat dua orang pemuda sedang berdiri dan proses di meja asisten yang lain.

Pasti ada masalah, pikir Amtae Er.

Amtae Er dan dua pengawalnya menuju meja asisten itu.

"Ada apa?" tanya Amtae Er pada sang asisten.

Asisten itu memberi hormat pada Amtae Er setelah itu berkata, "Begini, Amtae Er. Mereka dari akademi di Distrik Tebing Barat. Mereka tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota kontingen."

"Syarat apa itu?" Amtae Er bertanya lagi.

"Mereka hanya berdua. Mereka tidak membawa satu pemuda lagi dari luar akademi asal mereka."

"Bukankah di perkamen kalian tertulis dengan jelas peraturannya?" Amtae Er menatap dua pemuda tadi.

"Maaf menyela," kata salah satu pemuda. "Di Distrik Tebing Barat hanya ada akademi. Itu pun hanya satu. Tidak ada apa-apa lagi di sana, kecuali Sungai Hakam."

"Iya," dukung pemuda yang satu lagi. "Bagaimana mungkin kami mendapat pemuda lain di luar akademi, sementara kami tidak boleh mencari pemuda dari distrik yang lain?"

"Amtae Er." Yati berjalan cepat menuju Amtae Er dan dua pemuda tadi.

Amtae Er dan lainnya menoleh ke Yati.

***

Lima menit ditunggu oleh Tizan, akhirnya Yati kembali ke ruang kerjanya. Asisten Lembah Padi ini memang tidak pernah mengecewakan.

"Tizan, kabar baik!" Yati mengatakan itu setelah menutup ruang kerjanya.

Tizan yang sedang duduk di sofa tamu Yati tidak peduli. Dia sedang konsentrasi membaca buku.

Yati menghampiri Tizan, segera duduk di sampingnya.

"Tizan!" Yati meletakkan paksa buku yang dibaca Tizan di atas meja tamu.

"Eh, Bibi." Tizan tersenyum pada Yati. "Maaf, Bi, karena udah manggil pake sebutan 'Bibi'."

Yati mengabaikan ejekan untuknya.

"Tadi Bibi bilang apa?"

"Ada kabar baik untukmu, Tizan."

Tizan membesarkan matanya. "Serius?"

"Iya, Tizan."

Tizan tersenyum. Ini artinya, ia bisa melaksanakan amanat dari Damar.

"Ini sebuah keberuntungan untukmu. Benar-benar keberuntungan."

Tizan serius mendengarkan.

"Sesuai ketentuan festival tahun ini, setiap akademi di Dataran Hijau mendapatkan maksimal dua perkamen dari Lembah Padi. Dan akademi di Distrik Tebing Barat sudah mendapatkan dua.

"Kau tahu, Tizan? Kontingen laki-laki kekurangan 1 orang lagi, sementara undangan yang disebar sudah maksimal.

"Kau beruntung! Kau dipilih menjadi pengisi anggota kontingen laki-laki yang sedang kosong itu."

Tizan menatap tak percaya. Tidak percaya karena dia bukan hanya bergabung menjadi anggota tetap kontingen, melainkan bisa bergabung dengan anggota laki-laki.

"Tizan, sekarang ayo ke ruang senjata."

"Iya, Bibi. Makasih."

Yati mengembus napas sebal. Bibi lagi.

***

RUANG SENJATA

"Vey?" Tizan dan Yati kompak bersuara.

"Oh, Tizan, Asisten Yati, kalian baru ke sini?"

"Iya," jawab Yati. "Tizan ternyata diterima menjadi anggota tetap, bukan cuma anggota cadangan."

"Kabar baik untukmu, Tizan." Vey tersenyum ke Tizan.

Tizan merasa bangga.

"Aku mau pilih cambuk sebagai senjataku." Vey bicara pada Tizan. "Kau, Tizan?"

"Aku pilih ketapel saja."

"Ayo segera ke kontingen masing-masing." Yati mengambil cambuk dan ketapel lantas memberikannya pada Vey dan Tizan. "Kalian harus berkenalan dengan anggota yang lain."

Vey menerima cambuk dari tangan Yati. "Asisten Yati, Tizan, aku pergi dulu, ya." Vey keluar dari ruang senjata." Selamat tinggal."

"Dagh.." balas Tizan. Yati hanya tersenyum pada Vey.

***

Tizan sekarang terduduk di tribun penonton. Bibirnya mengerucut. Tangannya terlipat di depan dada.

Benar kata Yati. Tadi saat Yati dan Tizan sedang ke ruang 45 (kontingen prajurit laki-laki), Yati bilang ke Tizan kalau harus cepat-cepat ke kontingennya. Namun Tizan malah ngotot beli bubur. Jadinya, saat kontingennya sudah di stadion untuk bertanding dengan kontingen lawan, Tizan malah tidak ikut.

Festival tarik tambang bukan acara dua kontingen saling adu tarik tambang, melainkan adu seluruh kontingen untuk menunjukkan kekuatan masing-masing anggota. Juga, untuk menunjukkan keahlian menggunakan senjata di dalam hutan. Liar! Buas! Ganas!

"Heh, kau Tizan, ya?"

Tizan menoleh ke sumber suara, menerutkan dahi. "Iya. Kalian siapa?"[]

AkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang