Sudah dua hari sejak peristiwa pertemuan tak sengaja dengan Andre yang heboh, terlihat seperti ada yang mengganggu pikiran Bima. Ia jadi tak banyak bicara apalagi berulah jail pada Kartika.
Pagi hari sebelum mengantar Kartika ia biasa ribut atau jail. Tapi sejak kemarin ia hanya tersenyum dan mencium sekilas pipi Kartika.
Nenek Marti juga. Mereka tampak serius karena lebih sering bicara empat mata dalam ruang kerja Nenek Marti. Mereka juga sering telpon entah siapa.
Kartika bingung. Ada apa sebenarnya ? Apakah Bima menceritakan tentang peristiwa itu pada neneknya dan membuat sang nenek berubah pikiran ? Tidak menyetujui lagi hubungannya dengan Bima ?
Hati Kartika galau, penuh dengan dugaan tak beralasan.
Kalaupun Nenek berbalik tidak menyetujui, apa boleh buat, batin Kartika sedih. Terlalu berharap banyak. Aku sudah tak layak lagi untuk cucunya. Aku mengerti. Aku tak akan pernah siap untuk kembali merasakan luka hati, tapi dari awal hubungan ini aku harus siap dengan segala kemungkinan.
Kartika menarik napas panjang.
Ia menyandarkan punggung di bangku panjang di balkon, menikmati bulan purnama, seorang diri. Ia memejamkan mata, seakan membiarkan cahaya bulan purnama yang indah itu merasuk dalam setiap pori-pori kulitnya, memberikan suntikan keajaiban menghadapi kemungkinan terburuk.
Ia sudah berhenti menangis ketika sendiri, tapi bersama Bima ia jadi cengeng. Ia ingin mendapatkan kembali kekuatan itu, tapi di sini, dekat dengan orang-orang yang dikasihinya, air matanya sulit dikendalikan.
Nah, kan. Ini mulai menetes, kata Kartika dalam hati, membayangkan harus berpisah lagi, mungkin untuk selamanya dengan Bima. Ia sangat mencintai Bima, tapi mengapa mulutnya serasa terkunci untuk membalas ucapannya ?
Kartika terkejut dan membuka mata ketika ia merasa satu usapan lembut menghapus air mata yang meleleh dari sudut matanya.
"Maaf, aku mengabaikanmu akhir-akhir ini. Nenek juga," ujar Bima lembut. Kartika terlalu sibuk dengan pikirannya sehingga tak mendengar kedatangan Bima.
Kartika tersenyum malu. Ia merasa seperti anak kecil manja yang tidak diacuhkan.
"Begitu dong sekali-sekali. Aku suka melihatnya. Jangan aku terus yang manja padamu, yah meskipun Aku memang suka manja-manja padamu, Sayang."
Kartika kembali tersenyum.
"Tenang saja. Aku tak mungkin memberitahu Nenek tentang kejadian itu, kan?" Bima mengalungkan satu lengannya ke pinggang Kartika.
Kartika jadi merasa konyol sendiri, memikirkan kemungkinan buruk yang tidak akan terjadi. Bima sudah jauh lebih dewasa, sekarang ia bisa bertindak dengan penuh pertimbangan. Kartika harus percaya itu.
"Kami hanya sedang mengevaluasi kinerja Andre selama ini."
Kartika memandang mata Bima yang sudah seperti kolam yang tenang saat ini. Saat pertama mereka dekat, mata indah Bima masih seperti sungai yang bergejolak, penuh emosi.
"Sayang, bicaralah sesuatu. Atau kamu sedang kerasukan cahaya bulan purnama ?"
Kartika tertawa. "Kamu mau aku melolong ?"
"Tidak usah melolong. Cukup bilang kamu juga cinta aku saja."
"I love you, Bima Nararya."
"Hah? Coba ulangi lagi ?" Bima mendekatkan telinganya.
"I love you so much Bima Nararya."
Bima langsung merengkuh tubuh Kartika dan detik berikutnya mereka sudah berciuman hangat.
"Hmmpff, Bim, Nenek..."
"Nenek sudah tidur. Aku baru memijiti kakinya tadi. Bibik dan anaknya tidak mungkin naik ke seni malam-malam. Pak Firman sudah pulang. Sekuriti juga tidak ada."
Kartika tertawa, teringat pengalaman memalukan di lantai parkir mall.
"Hesh, aku tak sabar menjadikanmu Nyonya Bima Nararya."
"Kalau aku tidak setuju ?"
"Kamu tega menyiksaku lagi setelah lima tahun ini, Sayang ?"
Kartika tersenyum. "Aku juga tersiksa."
"Lalu ?" Bima kembali merengkuh tubuh Kartika dan melumat bibirnya."
"Bim... hmmppff...tanganmu...."
"Hesh, bokongmu seksi...."
<<<<<<<<>>>>>>>
Andre terkejut melihat Bima yang mendadak muncul di kantornya. Ia melotot marah pada sekretarisnya yang mengekori Bima dengan wajah panik.
"Susie ! Sekretaris macam apa kau ini "
Wanita cantik itu bertambah ketakutan. Tapi tampaknya ia terbiasa bekerja dalam suasana seperti ini.
"Eh, tadi... tadi... sudah eh, saya coba..."
"Sudah ! Sudah ! Keluar sana!"
Bima yang merasa iba dengan wajah memelas si sekretaris berkata, "Aku yang memaksa masuk. Jangan salahkan dia."
Andre mendengus kesal. "Yah, siapa sih yang sanggup melarang cucu pemilik perusahaan."
Tanpa menunggu dipersilakan, Bima duduk di kursi tamu panjang dekat jendela. Ia sama sekali tidak bereaksi dengan sindiran Andre.
"Lumayan juga pemandangan dari sini," komentar Bima sambil melayangkan pandang ke luar jendela lantai lima.
"Tidak usah banyak basa-basi. Aku bisa menduga tujuanmu ke sini," kata Andre pedas.
Tanpa mengalihkan pandangan dari pemandangan di luar jendela, Bima menjawab santai. "Ah, syukurlah kalau kau sudah bisa menduga. Berarti otakmu juga bekerja selain bagian tubuhmu yang lain."
Andre menggertakkan gigi. "Tidak usah repot cari alasan untuk memecat aku. Aku memang sudah mau berhenti. Huh. Ada perusahaan asing yang menawarkan gaji tiga kali lipat lebih besar."
Bima tertawa pendek. "Memecatmu ? Itu bukan urusanku. Seharusnya kau tahu itu. Kau kan paham seluk beluk perusahaan Nenek sampai ke pembagian warisannya."
"Oh oh oh. Ternyata masalah wanita itu. Belum puas dengan kelakuan liar dan akal bulusmu waktu itu, Hah?"
"Secara umum, belum. Tapi melihat gigimu rontok, yah... Lumayan lah..."
Wajah Andre memerah karena amarah yang meluap. Bekas giginya yang tanggal berdenyut nyeri. Ia berdirinya sambil mengepalkan tangan.
Tapi beberapa saat kemudian ia duduk kembali dengan sebuah senyum licik. "Kau boleh ngoceh apa saja yang kau suka. Tidak akan merubah kenyataan bahwa aku sudah mendahuluimu. Ups."
Andre tertawa dan mengharap Bima terpancing. Tapi Bima masih memasang ekspresi datar dan hanya menjawab, "Lalu kenapa ?"
Merasa di atas angin Andre semakin keras tertawa.
Bima ikut tertawa. "Kalau aku mau, aku bisa saja merayu dan merebut semua wanitamu. Tapi untuk apa ? Supaya aku sama dengan dirimu ? Cih."
Andre menghentikan tawa palsunya.
"Bagiku Kartika tetaplah Kartika. Kau pernah ambil paksa tubuhnya, tapi selamanya hati dan jiwanya bersamaku."
"Manisnya..." ejek Andre.
"Begitulah,"jawab Bima dingin yang membuat Andre gusar. Ia pindah ke meja Andre dan menopangkan kedua tangannnya di kepala. Bima menatap Andre lurus dan senyum setajam pisau bedah.
"Tapi jika sekali lagi kau berani menyentuhnya atau bahkan cuma mendekatinya.... Kurontokkan semua gigimu yang tersisa."
Tatapan Bima membuat Andre gentar. Ia sadar ia tidak lagi berurusan dengan remaja labil penuh emosi, tapi dengan lelaki dewasa penuh perhitungan, pewaris kerajaan bisnis Nararya.
Bima melepaskan ketegangan itu dengan tersenyum jenaka. "Ah, ya. Aku jadi lupa ada hal lain yang ingin kusampaikan. Ini pesan khusus dari Nenek Marti."
Andre mulai merasa pusing.
"Nenek pesan kau jangan ke mana-mana seminggu ini. Tim audit akan datang. Tampaknya mereka menemukan banyak lubangmu..."
Wajah Andre memucat. Keringat dingin mulai terbentuk satu per satu di pelipisnya. "A..audit ?"
Senyum lebar menghiasi wajah tampan Bima. "Kelihatannya kau sudah terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan untuk kepentingan pribadimu.... yaah, lumayanlah untuk bahanmu menginap cukup lama di penjara..."
"Pen..ja..ra..?" Andre menelan ludah. Keringatnya menetes semakin deras.
"Iya, Bos, penjara," bisik Bima. "Banyak laki-laki tangguh di sana lho. Dan mungkin banyak yang akan suka dengan laki-laki tampan sepertimu."
Andre terbelalak ngeri.
"Oke. Sampai jumpa. Eh, aku harap bukan jumpa denganku lagi. Aku sudah muak lihat muka tikus curutmu."
Bima melenggang keluar. Ketika menyentuh pintu ia berbalik.
"Ah, ya. Dasar pelupa ! Satu lagi. Polisi sudah mengawasimu. Eh... Kau jual dan pakai narkoba juga kabarnya, ya ? Ck ck ck... Pokoknya jangan coba-coba lari lah kalau tidak ingin kakimu pincang kena dor."
Bima menghilang sambil bersiul-siul sementara Andre terduduk lemas di kursinya.
<<<<<<<<<>>>>>>>>>
Hai, stargazers!
Adohai, Bima tambah nakal yaakk... Nenek, cepetan disahkan aja !!!
Dan ini adalah akhir nasib si Andre kutukupret. Gimana ?
Rupanya itu tujuan kasak-kusuk Bima dengan Nenek sampai bikin Kartika merasa diabaikan.
Tinggal dikit lagi end-nya kisah Bima-Kartika yaakk.
Okelah. See you soon.
Deningcaya.