Empat Belas

12 1 0
                                    

Terhitung sudah empat hari semenjak insiden 'hampir terbongkarnya proyek vaksin' oleh sekelompok remaja. Selama itu pulalah, SightSeer beralih profesi menjadi kuli bangunan untuk sementara waktu dengan Jhonny sebagai mandornya. Lorong yang menghubungkan antara laboratorium dengan ruang atas rumah sakit dibuat pembatas berupa tembok. Laboratorium yang mereka gunakan sebagai tempat penelitian vaksin berada di bawah tanah, bersebelahan dengan ruang bawah tanan yang mereka gunakan untuk diskusi mengenai kambing hitam Jhonny.

"Jika disini diberi sekat, apakah kita harus berdiam diri di ruang laboratorium tanpa makanan selama situasi seperti ini?" tanya V sembari menempatkan bata ke tumpukan batu bata yang telah diberi mortar.

"Hm. Mungkin aku dan Jenny lupa memberitahukan pada kalian jika ada terowongan bawah tanah yang telah kami buat sebagai jalan tembusan ke laboratorium," kata Jhonny sembari terus membuat mortar.

"Syukurlah. Aku tak betah jika terus menerus berada di ruangan berbau obat-obatan itu. Mana bisa aku melatih otot-otot lenturku ini," kata V centil. Ia meliuk-liukkan badannya sensual sembari mengatur penempatan bata yang dipegangnya. Sedangkan B yang berada di sebelahnya yang sedaritadi mengoleskan mortar ke susunan bata mulai menggeram.

Sial. Wanita ini benar-benar menguji imanku. Sabar, B. Di kediaman nanti, kamu bebas melecehkan wanita ini ...

... atau sebaliknya.

"Hm. Tenang saja, V. Kita tetap pada rencana awal," ungkap Jhonny setelah beberapa lama ia terdiam.

Merasa tersentil dengan ucapan laki-laki tersebut, baik V maupun B terdiam tanpa mengatakan sesuatu lagi. Keduanya paham apa yang dimaksud Jhonny dengan rencana awal. Perasaan bersalah masih terus menghantui mereka berdua.

***


Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, malam itu terdengar suara langkah kaki berderap di sepanjang koridor rumah sakit tersebut. CCTV yang dipasang tersembunyi di tiap-tiap sudut rumah sakit menampilkan beberapa orang dengan pakaian serba hitam mengendap-endap di sepanjang koridor. Pintu ruangan yang tertutup dibuka secara paksa lalu beberapa menit kemudian petugas-petugas itu keluar dengan wajah yang masih terlihat tegang.

Mungkin keberadaan SightSeer telah menemukan titik terang.

Mendengar suara derap kaki yang semakin dekat, seseorang yang berada di sebuah ruangan tersenyum tipis. Sangat tipis. Matanya menatap kosong pada sebuah pistol yang ia mainkan di tangan kanannya.

"Ah, mungkin sudah saatnya," pikirnya.

Tanpa beranjak dari satu-satunya kursi di bekas ruangan dokter gigi—terlihat dari ornamen-ornamen gigi dan peralatan yang telah rusak parah—ia mengukir sesuatu dengan correction pen tepat di balik meja yang ia gunakan.

ดูแลตัวเอง

Begitu ia selesai mengukir tulisan tersebut, suara gebrakan pintu mengagetkannya. Dengan segera, ia membuang correction pen tersebut ke sembarang arah. Kondisi ruangan yang berantakan tidak akan membuat para interpol ini curiga dengan keberadaan correction pen di antara tumpukan sampah-sampah plastik di sudut ruangan.

"Polisi! Angkat tangan!"

Ia menunduk pasrah ketika polisi-polisi tersebut telah mengurungnya dan membuat ia tengkurap di lantai ruangan. Sebuah helaan napas panjang ia keluarkan.

"Yah, setidaknya dengan begini mereka aman."

Namun, suasana hatinya yang tenang tidak berlangsung lama ketika ponselnya bergetar di saku celananya. Sial!

Salah seorang polisi merogoh saku celananya lalu setelah membaca kontak personal yang tertera di layar, ia menyerahkannya pada pria yang diringkusnya.

"Jawab!" tegasnya.

"Iya, Prof?"

"Jhonny, kau mencuri barangku?" Pria yang dipanggil Jhonny membelalakkan matanya kala ia menyadari sambungan telponnya dalam keadaan loudspeaker. Lalu ia melirik ke arah meja dimana sebuah pistol kesayangan Prof tergeletak begitu saja.

"Umpan apa lagi yang bisa aku dapatkan selain meminta pada kelompok itu? Jelas saja meminjam—mencuri—dari Profesor lebih mudah dan pastinya beliau tidak akan keberatan," pikirnya. Beberapa detik kemudian, ia tersadar jika ia belum memberitahukan profesor mengenai ide gilanya meminjam senjata terbaik tuannya itu.

Seperti menangkap ikan yang menggelepar, para interpol segera memerintahkan Jhonny untuk mengikuti arahannya.

Maafkan aku, Profesor.

"Dimana kamu?"

"Sa ... saya berada di depan rumah sakit, Prof."

"Oke, aku segera ke sana. Barangku jangan kau tinggal."

Sambungan terputus. Jhonny menghela napas dengan berat. Jika seperti ini, rencananya bakal hancur.

***


"Bagaimana, Prof?"

Profesor menghela napas lelah. Mungkin kali ini ia harus berhenti dan menyerahkan semuanya pada muda-mudi di depannya. Sekuat apapun Jhonny menolak untuk jujur kepada interpol, semakin keras pula ia akan diperlakukan. Pada akhirnya, pemuda itu akan dihipnosis agar memberitahukan proyek sejujurnya.

Beruntunglah J segera memberitahukan mengenai keberadaan Jhonny yang mencurigakan di sebuah ruangan sembari memegang pistol. Apa yang harus dilakukan untuk mencegah orang-orang itu menyentuh proyeknya?

"Jenny, aku percaya padamu untuk mengurus subyek. Usahakan pantau terus kondisi subyek. Dan ... untuk kalian ...." Profesor melihat ke arah SightSeer yang berada di depan monitor CCTV, "tolong jaga Jenny. Dan bantu dia."

"Baik, Prof. Semoga berhasil."

Ya ... Profesor dan SightSeer telah mengetahui semua tindak-tanduk Jhonny dan petugas-petugas polisi tersebut.

Malam itu, tepat pada pukul 12 dini hari, polisi berhasil meringkuk dua orang penting yang berhubungan dengan SightSeer dan pembuatan vaksin ilegal.

***

DISTURBANCEPEDIA

ดูแลตัวเอง : Jaga dirimu baik-baik

DISTURBANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang