"Jadi gue tuh telat karena nolongin bunda benerin keran. Nggak taunya kerannya ndak rusak, kan kampret itu keran," mulai Samudra sambil tersenyum kecut.
"Kalo nggak rusak kenapa dibenerin? Kan kalo gitu yang kampret bang Rafa," jawab Jevan polos sembari mengaduk-aduk es cendolnya.
"Yeu, mana gue tau. Wong bunda ngomongnya rusak karena kerannya nggak mau ngeluarin air. Taunya listrik turun–keberatan daya."
"Pinter dong?" tanya Jevan.
"Pinter apanya sih, Van?" balas Angkasa dengan tanya pula.
"Ya kalo berat kan emang diturunin aja. Biar enteng diseret. Benar kan, bang?"
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Anak sapa sih lo elah, pinter bener," ujar Bintang datar. Tapi ada nada sedikit kesal yang tertutupi. Ya iyalah, ni bocah ngajak gelud.
"Pinter dong, anaknya Papi Agus!"
"Serah lo ajalah, unta." Nah kan, Angkasa mulai ngabsen kebun biantang. Heran hobi bener manggil saudaranya yang disana. Hemmm
"Btw, seorang Semesta kenapa bisa telat. Padahal kalo berangkat aja ngedahuluin pak Sukri." Samudra balas bertanya. Fyi, pak Sukri itu satpam sekolah.
"Dipaksa nolongin 'mbakgaunijo'beli bakpao. Katanya dia belum keturutan makan itu."
"Oke, mulai deh lo nge-horornya."
Semesta. Satu fakta yang belum sempat tertulis sebelumnya adalah
Semesta indigo
Bisa liat makhluk gaib
Termasuk Angkasa dan Samudra
Enggaklah, mereka manusia juga. Bisa ngabsen kebun biantang lagi si Angkasa kalau denger author nge-hibah dia. Ga.
"Mbak gaun ijo? Maksudnya mbak Wendy? Dia kan sering pake ijo-ijo? Atau jangan-jangan mbak pantai kidul? Siapa itu– Roro Jonggrang!?" ujar Jevan setengah berteriak.
Angkasa yang berada di sampingnya mengerjap beberapa kali. Heran kenapa dia bisa punya adik jelas se-ajaib Jevandra.
"Bukan, Jevannnnn," ralat Semesta sabar. Walau sebenarnya mungkin– Enggaklah!
"Mbak gaun ijo itu syaitonyang minta bantuin gue. Dia minta gue beliin bakpao, katanya pas dia masih hidup dia pengen banget makan bakpao. Tapi belum keturutan. Ya karena gue iba, gue tolongin. Apesnya koh winwin yang jualan bakpao udah keburu jauh. Harus lari-larian deh sampe akhirnya telat masuk sekolah," jelas Semesta panjang kali lebar sama dengan luas. Ya nggak gitu.
"Woah, bang Esta bisa liat syaiton!? Keren, dari dulu Jevan pengen lo ketemu genderuwomau tanya rahasianya bisa jadi gagah gitu gimana?"
Semesta, Angkasa, Bintang, dan Samudra menghela napas bersamaan. Meredam emosi mereka yang rasanya sudah sampai ujung kepala. Lalu berkata bersamaan, "Bodo amat!!!!"
"Huuhh, kalo lo bin, kok bisa telat? Keblabasan dzikiran pasti?!" terka Semesta.
Bintang menggeleng. Ia menyeruput es tehnya sebelum menjawab. "Simple. Lupa nyetel alarm."
Kebiasaan Bintang sedari dulu adalah menyetel alarm pukul tiga pagi. Dia akan terbangun untuk solat malam dan belajar. Lalu tidur sekitar setengah jam setelahnya. Terbangun saat subuh juga dengan alarm. Tapi tadi, dia lupa menyetel alarmnya setelah selesai solat malam. Ketiduran.
"Oke. Alasan masuk akal. Lo Sa?"
"Gue? Tadi malam gue maraton nonton Transformer dari season satu sampai yang terbaru. Gue ketiduran di kamarnya Arik dan malah kesiangan. Padahal biasanya Arik bangun jam empat, tapi karena tadi malem gue paksa nemenin nonton jadi ikut kesiangan. Parahnya, motor gue mogok, si kuda udah pergi nggak denger gue manggil dia. Berakhir naik angkot bobrok yang jalannya naudzubillah."
Mereka berlima tertawa. Menertawakan alasan masing-masing. Walaupun alsannya sederhana, tak seperti alasan bohong Samudra yang wah, tapi itu sudah cukup menghibur mereka. Menghilangkan penat setelah berlarian di lapangan.
"Tinggal Jevan. Jadi kenapa lo bisa telat?" tanay Samudra.
"Karena–nolongin anak kecil ke ibunya."
Jawaban itu membungkam keempat orang seniornya disana. Mereka menatap Jevan antara yakin dan takun dibohongi. Tapi Jevan jarang berbohong. Mereka kenal baik anak yang satu itu.
Jevan menatap bergantian keempat seniornya. "Kenapa? Aku nggak boong."
Mereka berempat mengerjapkan mata. Seakan meminta keterangan lebih lanjut. Jevan menghela napas.
"Jadi, tadi di jalan ada anak kecil. Cowok. Dia celingukan kayak anak ilang. Aku deketin deh. Aku tanya, kata dia ibunya tadi oergi nggak tau kemana. Aku bantuin dia nyari. Kasihan, anak kecil ditinggal sembarangan.
Dan ternyata–" Jevan menarik napas dalam-dalam. Keempat laki-laki lainnya sudah was-was kalau saja Jevan tiba-tiba mengatakan hal receh dan tertawa karena mereka berhasil tertipu.
Tapi nyatanya tidak. "Ibunya buta. Dia lagi nyari sandal anak tadi yang katanya jatuh di jalan."
Wajah Jevan tak berbeda dengan keempat nya yang berubah sendu. Tak lama, sebuah teriakan membuat mereka menoleh.
"Jevan!" itu Aluna. Teman sekelas Jevan.
Jevan bergegas bangkit dan pamit pada mereka menemui gadis itu.
"Ya udah, balik ke kelas yuk?" ajak Semesta.
Mereka pun akhirnya pergi ke kelas bersama.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.