SATU-KEMBALI?

11.4K 318 10
                                    

"Kalau tidur kayak kebo," seru Marin menarik paksa tangan Devi. "Heh, bangun! Udah siang!"

"Egh...."

Marin menarik paksa tangan Devi. Devi pun terbangun dan mengerjapkan mata berulang kali, memastikan ini hanya mimpi.

"Ealah, malah bengong. Dev!" panggil Marin lagi, mencubit lengan Devi.

Devi meringis lalu menatap wajah Marin lekat. "Ibu? ini beneran Ibu?"

Devi langsung memeluk ibunya. "Aku kangen," isaknya.

"Kamu mimpi apa, sih?" tanya Marin bingung. "Bangun, jangan ngelindur."

Marin beranjak dari tempat tidur, meninggalkan Devi dengan wajah bingung.

"Sadar! Sadar! Sadar!" ujar Devi menampar pipinya sendiri.

Ia mengusap perutnya yang rata dan terkejut. "Hah? Kok, perutku rata?"

Panik dan bingung. Devi berlari menuju cermin. Ia memandang dirinya sendiri dengan ekspresi tidak bisa dipahami.

"Dimana jabang bayiku?" ucapnya pelan.

Devi melirik kalender di atas meja. "2019?" gumamnya, tak percaya.

Ia mengambil dan membolak-balikkan kalender tersebut. "Bangun, Dev. Jangan ngelindur, ini cuma mimpi."

Devi memukul kepala. "Ini berarti bukan mimpi?" ungkapnya terbata-bata.

"Dev, buruan mandi, ini jam berapa?! Makanya habis subuhan jangan tidur lagi," teriak Tika, kakaknya, dari luar.

"Sekolah?" gumamnya, "Iya, Kak."

...

Takut ponselnya salah pengaturan. Dedy keluar kamar untuk memastikan. Ia meraih kalender yang ada di tembok samping TV.

"Benar 2019?" gumamnya mengerutkan kening.

"Jejaka baru bangun," tegur Budi keluar dari kamar mandi. "Buruan mandi, udah subuhan?"

Dedy memandang Budi. "Ini beneran 2019, Yah?" tanyanya.

Alis Budi bertautan mendengar pertanyaan konyol Dedy. "2030," jawabnya asal pergi ke dapur.

Dedy meletakkan kalender kembali ke tempatnya. "Ini kenapa?"

...

"Dev, sarapan," teriak Marin.

"Iya, Bu."

Devi keluar dari kamar untuk sarapan. Ia mengamati setiap sudut rumahnya.

Keluarga Devi sudah berkumpul di meja makan. Matanya berbinar melihat nasi goreng favoritnya, buatan ibunya yang sangat ia rindukan.

Devi mengambil beberapa centong dan memakannya dengan lahap. Marin, Toni, Tika, dan Andra tertegun melihat Devi makan dengan lahapnya.

"Dev, kalau makan pelan-pelan," saran Toni, ayahnya.

"Lama aku nggak makan nasi goreng buatan Ibu," jawab Devi dengan mulut penuh nasi.

Semuanya memandang Devi heran karena baru kemarin Marin membuat nasi goreng yang sama.

...

          

"Kok gedungnya nggak ada, sih, Bang?" tanya Devi memperhatikan tanah lapang yang ia ingat sudah terbangun gedung megah di sana.

"Gedung apa?" tanya Andra balik.

"Oh, iya. Ini 2019, ya?" ungkap Devi santai.

Di simpang lima, lampu merah menyala. Sambil menunggu lampu hijau, Devi memperhatikan sekitar dengan senyum di wajahnya.

Mata Devi tajam memandang ke sekeliling dan menemukan sosok yang dibencinya, Dedy, mengendarai motor matic hitam.

Lampu berganti hijau, Andra melajukan motornya. Dedy menyelip dari belakang dan menoleh ke arah Devi.

"Dia ingat aku nggak, ya?" batin Dedy penasaran.

...

Di parkiran, Devi dan Dedy bertemu. Pandangan mereka beradu, dengan ekspresi ingin menanyakan sesuatu.

Andra melirik Devi dan Dedy bergantian, lalu berdehem pelan. "Ehem."

Andra tersenyum kecil ke arah Dedy. Dedy membalas senyuman itu dan berlalu pergi.

Dedy terus berjalan, tapi kepalanya ingin menengok ke belakang. Pikirannya dipenuhi pertanyaan. Apakah ini mimpi? Halusinasi? Atau benar-benar kenyataan?

Devi berjalan di belakang Andra, tatapannya lurus ke depan, dipenuhi pertanyaan yang sama.

Andra berhenti mendadak. "Ngelamun terus!" tegurnya kesal. "Lo kesambet setan apa, sih? Tadi di jalan senyam-senyum sendiri," lanjutnya.

...

Sampai kelas, Devi melihat Dedy asyik bermain handphone.

"Haha, tumben bukan Anime," ejek Zaki melirik ponsel Dedy.

"Heh! Yang belum bayar foto, woi!" seru Kayla menagih uang iuran untuk besok.

"Foto apa, Bil?" tanya Devi meletakkan tas.

"Foto buat besok, sih."

"Aku udah bayar?"

"Lah? Katanya udah minggu kemarin. Malah aku pakai uang kamu dulu. Oh, iya, aku belum bayar, ya, hehe."

"Ohh, yaudah."

"Ini ada kembalian nggak?"

"Berapa, sih, emang?"

"Ya Allah, kamu lupa apa gimana, sih?"

...

"Ayo, dikumpulkan buku tugasnya," ujar Bu Septy menutup buku absensi.

"Tugas?" gumam Devi dan Dedy bersamaan.

Devi mengecek bukunya dalam tas. "Bil, ini jadwal pelajarannya apa aja, sih?"

"PAI, MTK, PKN, BK," jawab Nabila bingung.

Devi mengeluarkan semua bukunya. "Lah ini ...?"

"Dev, itu kan jadwal kemarin. Kamu belum jadwal semalam?"

"Hah? Emang ini tugasnya apa?" tanya Devi panik.

Nabila memperlihatkan tugasnya. "Hari Kamis kan kita ngerjain bareng, malah kamu yang ngajak duluan."

"Lo gimana, sih, Ded. Haha, ngasih contekan sendiri, lupa sama tugasnya sendiri," ucap Zaki. "Lo semalam begadang sampai jam berapa?"

"Ini yang belum mengumpulkan cuma 2 orang, siapa saja?" tanya Bu Septy selesai menghitung buku yang sudah dikumpulkan.

Devi dan Dedy angkat tangan.

"Maju ke depan!" suruhnya. "Kenapa nggak ngumpulin tugas?"

"It—Itu, Bu. Salah jadwal," jawab Devi takut.

"Dedy?"

"Sama, Bu."

"Tumben kalian begini, biasanya yang pertama ngumpulin tugas duluan. Yaudah, sekarang kalian mengerjakan soalnya di papan tulis." Bu Septy memberikan dua spidol ke keduanya.

Waktu terus berjalan, lima menit telah berlalu. Devi dan Dedy masih berdiri tegak di depan papan tulis yang kosong, tanpa coretan jawaban.

"Udah 7 tahun nggak lihat rumus ini. Di kerjaan juga nggak nemu kayak ginian," batin Dedy mengetuk-ngetuk papan tulis, pura-pura sedang berpikir.

"Ya Allah, selesai ujian bukunya langsung dijual sama ibu. Mana sempet buka gini lagi habis lulus. Diri sendiri aja belum tentu keurus gara-gara ngurusin Aaron sama Ilham," batin Devi menggigit bibir bawahnya.

...

Dedy dan Devi tengah memahami rumus yang ada di soal tersebut. Berbekal ponsel yang mereka punya.

Belum ada setengah durasi video tersebut ditonton. Dedy langsung mengerjakan soalnya. Sedangkan Devi meng-replay nya berulang kali.

Ia tidak bisa konsentrasi dalam keadaan panik seperti ini. Tidak ada yang bisa ia pahami dari tadi. Devi gusar melihat Dedy mengerjakan dengan santainya.

Waktu terus berjalan, buku milik Devi masih kosong dengan angka kecuali soal dari Bu Septy.

"Udah?" tanya Devi takjub.

"Nih." Dedy memberikan bukunya kepada Devi.

"Nggak, aku bisa, kok," tolak Devi.

"Udah, salin aja," jawab Dedy santai.

"Nggak papa? Yaudah, kalau kamu maksa. Makasih, ya, hehe," cengir Devi malu.

Devi menyalin jawaban Dedy sambil memahami setiap caranya. Biar saat ditanya oleh Bu Septy, ia paham.

"Ini apa?" tunjuk Devi.

"X."

"X tuh gini, bukan gini. Itu kayak a kecil," jelas Devi mengajari.

Selesai menyalin, Devi mengembalikan bukunya pada Dedy.

"Masuk?" ajak Dedy.

"Kamu duluan aja, nanti dikira kita kerja sama," usir Devi.

"Ck. Makanya habis subuh jangan tidur lagi biar nggak pikun," ejek Dedy sebelum masuk kelas.

⏱⏱
"Ded!! Kamu lihat topinya Aaron nggak?" tanya Devi mencarinya di lemari.

Dedy berdecak. Ia mengambil benda yang terpakai di kepala istrinya.

"Oh, iya, lupa. Ya Allah," jawab Devi cengengesan.

"Makanya habis subuh jangan tidur lagi biar nggak pikun," cibir Dedy.
⏱⏱

...

KEMBALI (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang