fyi : kalian harus baca bab ini sampai selesai. karena ini bagian pemecahan masalah. 😁
¤¤¤¤¤
Prangg....
Emilly tersentak ia tidak sengaja menjatuhkan gelas susunya. plak.. plak..plak.., suara sandal karet terdengar makin mendekati Emilly. Ia terkejut. " Yaampun, Nona gak papa kan?" tanya Pelayan dengan wajah khawatir menatap Emilly. Emilly menggeleng cepat. "Syukurlah, Nona ke kamar saja nanti saya buatkan susu ibu hamil yang baru" ucap pelayan itu seraya menyapu serpihan kaca. Emilly menurut lalu berjalan meninggalkan dapur. pandangannya kosong ia sampai menabrak punggung sofa di ruang tamu "aww... sakit" desis Emilly memegangi perutnya. "ada apa dengan diriku Tuhan, aku merasa tidak enak hati" gumamnya. berjalan menaiki tangga perlahan.
Freddy mendesah memasuki rumah, hari yang sangat melelahkan pikirnya. "bibi, tolong ambilkan aku air putih dingin!!" teriak Freddy dari ruang tamu menyandarkan punggungnya di sofa panjang ruang tamu. "ini tuan." Bi dian memberikan segelas air putih dingin padanya. "susu untuk siapa bi?" tanya Freddy melihat ada gelas lain berisi susu coklat. "untuk Nona Emilly, Tuan. tadi Nona buat sendiri di dapur tapi terjantuh" ungkap Bi dian. mata Freddy melebar. "lalu bagaimana, dia gak papa kan?" tanya Freddy mendongak menatap pembantunya.
"tidak apa-apa Nona hanya sepertinya syok. mungkin tadi nglamun Tuan, saya permisi dulu" ucapnya lalu Freddy mengangguk membiarkan Bi Dian menaiki tangga menuju kamar Emilly. tepukan di bahu Freddy membuatnya tersedak saat sedang minum. "uhuk..uhuk.., Daddy apaan sih. orang lagi minum juga, kalo Freddy mati dini gimana?!" rutuk Freddy yang hanya dibalas kekehan jail oleh orang tua semata wayangnya.
"jam segini baru pulang, ngapain aja ?" tanya Daddynya duduk disampingnya.
"abis ketemu Ririn nyelesaian masalah Dad, apa aku bunuh dia juga yah Dad kaya Hanna waktu itu. Brengsek tuh jablay bikin malu aja" rutuk Freddy.
"apa yang udah dia lakuin ke kamu?, minta di nikahin" ujar Daddynya tersenyum miring.
"iya dia minta aku nikahin Dad, ogah banget nikahin model bekas banyak pria gak jelas. walau aku pria bejat juga mau yang perawan Dad" balas Freddy tertawa renyah.
"Freddy mandi dulu Dad, lengket semua badan" ucap Freddy lalu menaiki tangga menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar yang di tempati Emilly.
¤¤¤¤¤
Anjas tengah memakai jaket kulitnya di kepalanya sudah bertengger topi caping hitam. sedangkan mulutnya mengunyah permen karet. Anjas mendekati Eno yang juga sudah siap dengan jaket anti peluruhnya. "Pistolnya mana Boss, bagi satu dong" ujar Anjas lalu Eno melempar satu pistolnya pada Anjas. Happ, tepat sasaran. mereka berkumpul di ruang tengah. sudah siap bertempur malam ini. sedangkan para wanita menunggu di rumah dijaga 4 pengawal berbadan besar. "nah sudah siap semua, ingat yah jangan mengeluarkan tembakan kalau tidak dalam darurat..!" ujar Raffly mengomando. "Sayang kau tak memakai Jaket anti pelurumu" cicit Jasmine disamping Josh. "tidak apa-apa, Anjas juga tidak memakainya. kami akan baik-baik saja dan membawa pulang Daisy dengan selamat" ucap joshua mengecup kening Istrinya. "Anjas mah, kebal Dad" cibir Eno. Anjas mendengus sebal " Lu orang kalo ngomong sembarangan kaya orang buang sampah!" desis Anjas memutar bola matanya kesal. "nah sebagian pengawal kita sudah mengepung area rumahnya CCTV di luar rumah juga sudah mereka lumpuhkan." ujar Raffly membaca pesan dari anak buahnya. "Raf, hati-hati yah. harus pulang dengan selamat, kalo tidak aku akan nikah lagi" ucap Nina mengecup bibir Raffly sekilas. "pasti sayang, kalo aku gugur di medan perang. akan ku pastikan kau tidak bisa menikah lagi karena bayanganku akan selalu melingkupimu" jawab Raffly tersenyum menenangkan istrinya yang khawatir. Eno menghela nafas, ia merasa jengah dengan sikap kedua orang tuanya yang skenarionya ngalahin FTV dan Sinetron. "ckck.. seperti perang kemerdekaan saja sih Dad, udahlah romantis-romantisanya di Skip dulu" ucap Eno kesal. "ayo mobil sudah siap" pungkas Al berjalan mendahului yang lain. "Anjas, Al, Eno, dan Jordan, kalian semobil dengan kami" ujar Raffly membuka pintu mobil Alpard warna hitamnya. Joshua mengangguk setuju. "aku fikir kita akan memakai mobil sendiri-sendiri seperti di Film Fast and Furious" ucap Anjas memasuki mobil diikuti Al dan yang lain. Eno terkekeh. "Justru aku merasa berada dalam Mission Impossible" saut Jordan mengantongi senjata apinya. "tenang, kalian sedang bersama Aktor yang lebih ganteng dari pada Tom Crush" ujar Eno tersenyum bangga mensyugar rambutnya. Al mendengus malas. "mantan Aktor iyeh!" desisnya. semua yang di dalam mobil tertawa mencoba merilekskan fikiran mereka masing-masing.
Grap.. grap.. grap..
Eno turun dari mobil di ikuti yang lain. setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam akhirnya mereka sampai di rumah gembong narkoba. "tidak heran kalau sangat ketat, Ayahnya Freddy seorang Mafia" ujar Anjas pada Jordan. "dari mana kau tau?" tanya Jordan berjalan menuju rumah besar itu. mobil mereka di parkirkan cukup jauh agar tidak ada yang curiga. "kemarin sebelum ini, aku dan Eno mencari tau tapi kami tidak tau siapa nama orang tuanya karena orang biasa memanggilnya Tuan Tiger." jelas Anjas dijawab Anggukan oleh Jordan.
"baiklah kalian menyebar, untuk Eno, Al, dan Anjas kalian maju kedepan. sedangkan kami bertiga,melawan para pengawal dan penjaga itu di bantu yang lain. fokus kalian pada mencari Emilly, membawanya keluar rumah" perintah Raffly memberi wejangan pada 5 orang di depannya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. ini adalah waktu dimulai antara hidup dan mati mereka.
"Siap, komandan!" ucap mereka kompak. lalu menyebar. dua orang penjaga gerbang sudah di lumpuhkan oleh pengawal Joshua. mereka menyerbu masuk dan ada 6 pria berpakaian serba hitam menyerbu mereka. "kalian bertiga masuk sana!." seru Joshua. Anjas dan dua sahabatnya mendekati pintu dan menekan Bell rumah yang langsung di buka oleh seorang wanita tua. Eno langsung menutup mulut dan hidungnya dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius. wanita itu pingsan terkapar saat belum sempat berteriak. Eno dan Al memasuki rumah menggeledah setiap ruangan. sedangkan Anjas dan dua pengawal Raffly menaiki tangga perlahan. sebuah teriakan dari dapur mengagetkan seluruh penjuru rumah.
"tolong...!! "
"ada maling..!! ada maling..!!" teriak kedua pelayan rumah itu lalu langsung di bekap oleh Eno dan mereka berdua terkapar pingsan. dia tidak tega harus memukul wanita sehingga memilih membiusnya. seluruh pengawal rumah hadir lebih banyak lagi. Anjas dan yang lain tengah berkelahi dan Eno membuka sebuah kamar dimana pas di buka kenop pintunya untungnya tak di kunci. Eno melangkahkan kakinya melihat sebuah gundukan di bawah selimut. ia harap itu Emilly lalu tangannya membuka selimut pelan dan benar itu wajah cantik yang sudah sebulan lebih ia rindukan. "Emilly.. bangun.. ini aku Eno!" ujar Eno. Emilly menggeliat dan tersentak bangun melihat Eno disampingnya dengan senyum manisnya. "Eno.. daa-ri mana kau tau aku disini?" tanya Emilly gugup. "aku tau Freddy berhasil mengelabuimu Sayang" ujar Eno memeluk istrinya dengan Erat. Emilly memberontak di pelukan Eno. "aku tidak ingin bertemu denganmu lagi!" bentak Emilly bangkit berdiri berlari menuju pintu keluar namun baru setengah jalan Eno langsung menahannya memeluknya dari belakang. "Sumpah bukan aku yang menghamili Ririn tapi Freddy" ujar Eno di telinga Emilly. Ia mengecup leher Emilly. Eno rindu aroma Emilly yang memabukkan. "kau bohong, kau ingin memfitnah Freddy kan!" seru Emilly melepas pelukan Eno yang membuat dirinya hampir meleleh seperti lilin. "sumpah, Aku punya rekamannya. dengar ini" ujar Eno lalu mulai memutar rekaman percakapan Eno dengan Freddy dan Ririn. Emilly menutup mulutnya tak percaya. kalau ternyata Freddy adalah pria yang di luar pikiran Emilly. "sekarang kau percayakan kalau aku suami setia!" ucap Eno. Emilly mengangguk berkaca-kaca. "Hey bocah.. !!, cepet bawa Emilly keluar sebelum terlambat" teriak Al dari luar kamar yang masih berkelahi dengan pengawal rumah itu. sudut bibirnya sudah berdarah akibat tinjuan Pria di depannya. "ayo kita harus segera keluar!" ucap Eno menarik tangan Emilly keluar kamar dan menghindari pukulan menuruni tangga, berlari menuju pintu keluar namun di hadang oleh 3 pengawal Eno mau tak mau melepas genggaman tangannya dan turun tangan menghabisi ke tiga pria itu. setelah berhasil membuat mereka terkapar dengan wajah babak belur Eno mencari Emilly yang menghilang dari posisinya. ternyata Emilly sudah berada di cengkeraman seorang pria paruh baya. leher Emilly di dekap oleh lengan kekarnya dan tangan kanannya memegang pistol yang diarahkan ke kepala Emilly. semua pengawal berhasil di lumpuhkan tinggal beberapa orang yang masih bisa bernafas dan menatap pria itu dengan tajam. Pria itu tersenyum sinis "kalau kalian berani mendekat wanita ini akan saya bunuh!" ancamnya. Eno menggeram marah. "Brengsek siapa kau pria tua!" tanya Eno dengan nada tinggi. Pria itu tertawa keras menggema di ruang tamu yang sudah kacau dengan banyak darah dan manusia bergelimpangan tak berdaya. "kau lupa aku tuan, ucapnya membuka topi hitamnya yang menutup sebagian wajahnya. "He.. herman" cicit Eno tak percaya kalau pria itu adalah penyusup yang pura-pura menjadi supir rumahnya "bukan Eno, aku bukan Herman. aku Doni Sweager" ucapnya melepas kumis palsunya. Raffly terperangah "Doni, beraninya kau melakukan ini pada kami, harusnya kami membunuhmu saja waktu itu!" ucap Raffly. membuat para anak muda disana kebingungan.