AMELIA

1.6K 45 3
                                    

Huwwaaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Huwwaaaa.....!
Tangis bayiku pagi ini. Kutinggalkan kain yang belum sempat terjemur semua. Pintu teralis yang biasanya selalu terkunci kubiarkan sedikit terbuka. Setengah berlari kuhampiri bayi cantikku.

"Aduh, anak ibu jangan nangis. Ibu lagi jemur baju dedek ya.."

Kutimang bayi cantik yang tidak terasa sudah 6 bulan usianya. Pipinya yang merah, mata hitamnya yang membulat tak berkedip menatapku. Sesekali lidahnya terjulur dan menggigiti bibir bawahnya. Mungkin gusinya mulai gatal, seperti mau tumbuh gigi. Kutaruh kembali ia ke tempat tidur. Teringat akan cucian, aku kembali ke depan.

Seorang perempuan muda, wajahnya manis, rambutnya gimbal karena sepertinya sudah lama tidak menyentuh air. Ia juga lebih tinggi dariku. Bajunya dan aroma tubuhnya membuatku sedikit mual. Tatapan matanya liar dan tajam. Entah darimana, tiba-tiba sudah berdiri tepat didepan rumahku. Lututku lemas, takut akan kemungkinan yang akan dilakukannya. Kembali kutinggalkan jemuran dan masuk ke rumah. Kukunci teralis. Dua jagoanku protes sebab tak diijinkan bermain di teras. Mereka bersungut-sungut kesal. Kutempelkan jari telunjukku ke bibir lalu menatap keluar teralis. Mereka seperti paham dengan isyaratku yang seolah berkata 'diam, lihat ke luar'.

***

Amelia gadis cantik dengan sederet prestasi di sekolahnya. Ia juara kelas. Ia bintang basket putri. Ibunya seorang Tionghoa dan ayahnya pria Melayu yang tak sempat dikenalnya. Sudah meninggal dunia ketika Amel masih dalam kandungan. Setidaknya begitulah yang ia tahu. Sebab ibunya tak banyak bercerita perihal kematian ayahnya. Di kota ini pun mereka hanya perantau. Tak punya sanak saudara. Amelia tumbuh menjadi anak semata wayang yang cantik, pintar, dan tak banyak menuntut. Meskipun sedikit tertutup, Amel adalah pribadi yang percaya diri dan ramah.

Sudah banyak lelaki yang mencoba mengungkapkan perasaan padanya. Namun tak seorangpun meluluhkan hati Amelia. Yang ia tahu, ia masih sekolah. Jiwanya yang ingin bebas juga merasa tak patut menambatkan pilihan pada seorang pria. Kecuali pada Anton, kakak kelasnya. Hanya dengan melihat Anton saja jantungnya berloncatan kesana kemari. Napasnya pun tertahan ketika melihat Anton yang begitu lincah mendribble bola. Sejak itu Amelia berusaha menyukai basket. Menjadi bintang lapangan dan bintang kelas. Sayangnya, Anton sama sekali tidak meliriknya. Bagi Amelia, Anton adalah cahaya bulan. Kehadiran Anton menerangi sisi hatinya yang gelap namun tak dapat digapainya.

***

Mata itu menatap tajam padaku.

"Apaa!!" bentaknya.

Aku terkesiap mundur. Kutarik kedua anakku yang memperhatikan Amelia dari balik teralis. Gentar dengan bentakannya. Kupastikan kembali teralis itu sudah benar-benar terkunci.

"Mas, sini! Udah, jangan dilihatin lagi!"

"Kenapa Amelia jadi gila, Bu?"

Aku menggeleng. Tak tahu harus menjelaskan apa. Karena memang tak seorangpun tahu sebabnya kenapa gadis manis itu menjadi seperti sekarang ini. Entah peristiwa apa yang telah terjadi padanya. Tetangga dan lingkungan sekitar hanya menduga-duga. Mengarang cerita yang 'mungkin' telah menimpanya dengan berbagai versi.

My Short Story (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang