[ sim speaking ]
Wajah Ava lebih merah dari matahari terbenam tadi—yang, omong-omong, membuat langit terlihat bersemu merah muda. Pipinya benar-benar menunjukkan warna merah. Aku suka melihatnya.
"Yang gue pikirin waktu main ke pantai bareng Diana cuma elo, yang nggak akan mau pulang sebelum matahari terbenam. Yang gue pikirin waktu jalan bareng Diana cuma elo, yang udah berasa jauh banget sama gue, bahkan nggak mau gue anter pas balik ke Jakarta."
Ava berpaling. Nggak salah, kan, aku langsung menyatakan perasaanku begini saat kami baru saja balikan?
"Dan pas gue sama elo, gue nggak pernah mikirin Diana sama sekali. Yang gue nikmatin cuma waktu itu. Cuma keberadaan lo di samping gue dan tiap menit yang gue habiskan bareng elo."
"Astaga, tolong berhenti sebentar." Ava menutupi wajahnya dengan tangan. "Kenapa gue merasa malu."
"Gue lagi jujur, Va."
"Iya, tapi... oh God." Ava lalu menoleh padaku. "Terus, kesimpulannya adalah?"
"Gue suka sama elo."
Mata Ava membelalak, sebelum dia kembali berpaling dan menutup wajahnya. "Gue pasti lagi ngimpi ini."
"Sini gue cubit, biar lo tau kalau lo nggak lagi ada dalam mimpi."
Ava buru-buru berdiri dan menjauh dariku. "Gue... entah, gue—"
"Lo nggak harus jawab sekarang kalau lo nggak yakin." Aku ikut berdiri. "Gimana kalau kita pulang aja? Udah malem."
Aku berjalan duluan ke arah pintu saat Ava menahanku. Aku menoleh padanya yang sedang menunduk. Ava kalau malu terlihat sangat, sangat menggemaskan.
"Kenapa, Va?"
"Simon Cornelius," Ava mendongak dengan wajah masih merah, "lo emang kurang ajar."
KAMU SEDANG MEMBACA
As The Sun Goes Down
Short StoryYou will always have a special place in my heart. You will always be special to me. [Short-listed for Wattys 2018]