Latifah selesai melaksanakan segalanya hingga bulan pun hadir di langit yang hitam, ia sekeluarga juga telah makan malam dan menuntaskan ibadah salat isya. Gadis itu baru duduk di meja belajarnya ketika teringat kejadian petang lalu.
"Seriusan Lavina anaknya om Cakra?" Ia masih mempertanyakan hal tersebut. Dan ia sendiri bingung kenapa ia sebegitu keponya dengan hal yang berhubungan dengan atasan ayahnya tersebut. "Ih, kok Om nongol terus, sih? Kalau aku beneran ngajak nikah gimana?" Ia memukul-mukul kepalanya sendiri. "Om, minggat Om dari kepala aku, aku salah apa, Om? Ifah, ingat, Fah, dia ampir tiga kali lipat umur kamu! Kek gak ada calon suami lain aja!" Latifah memaki dan mengingatkan dirinya sendiri.
"Ifah, kamu ngapain?" Pintu terbuka, Latifah menoleh dan menemukan wajah kakak kembarnya menyembul di balik celah pintu. "Kenapa, sih? Kok berisik banget!"
"Eh!" Latifah menyengir. "Enggak papa, kok, Kak! Cuman ada nyamuk aja yang gigit aku tadi, ngomelin nyamuk."
Ihsan memutar bola matanya. "Pakek lotion sana, geh! Abis itu tidur aja! Jangan berisik!" tegur sang kakak.
"Hehe, maaf, Kakakku Tersayang!" pintu pun tertutup disertai langkah yang menjauh, Latifah mengelus dadanya, lega karena kakaknya tak menerjemahkan tiap jengkal ekspresinya ataupun mendengar perkataan yang tadi ia katakan.
Huh...
Ia hanya tenang sesaat karena pemikiran yang buyar. Sampai, bibirnya mengerucut. "Aku masih kepo!" Dan dengan itu, ia mengambil ponselnya dan mengetik pesan pada Lavina yang telah bertukar nomor dengannya di restoran. Simpel pertanyaannya, to the point. 'Ayah kamu Pak Cakrawala Valdis, ya?'
"Kok kesannya aku macam ngegombal, ya?" Latifah mengerutkan kening dan mendongak, kemudian geleng-geleng sambil menatap ponselnya.
Balasannya cepat dan sungguh tak terduga.
'Iya, saya ayahnya Lavina Valdis, terima kasih sudah menjadi teman baik anak saya! Saya harap, kalian tetap berteman baik! Salam buat keluarga kamu dan teman-teman kamu yang mau menemani anak saya! Terima kasih banyak.'
Deg!
Deg!
Deg!
Bahkan, tidak hanya deru nafas, degup jantung Latifah sendiri bisa Latifah dengar dengan gaduhnya. Ia benar-benar tak bisa menahan hal ini, hal yang ia sendiri tak tahu karena perasaannya campur aduk, hal yang akan keluar dalam...
Siji...
Loro...
Te—
Dan seisi rumah keluarga Latifah gabut akibat teriakan histeris sang putri tertua mereka.
Beberapa waktu sebelumnya...
"Sayang, ini sudah enam tahun kamu pergi." Cakra menatap foto ia, istri dan kedua anaknya yang masih kecil di dinding. "Kalau diitung-itung, umur pernikahan kita udah hampir kepala dua, sembilan belas tahun ...."
Seseorang mencolek bahunya, Cakra berbalik dan menemukan Lavina, putrinya ada di belakangnya. Ia menggerakan tangannya.
"Iya, ayo kita makan malam!" Dipandangnya anak gadisnya itu yang wajahnya mengingatkan dirinya kepada mendiang istrinya, Lavina berbalik dan pergi sedang kemudian Cakra mengekorinya hingga ke dapur.
Di meja makan, sudah duduk Marwan di kursinya, Cakra duduk dan Lavina menyusul usai menyendokkan nasi ke piring mereka. Doa dipimpin sang ayah, kemudian mereka makan malam bersama dalam keheningan.
Selesai itu, sedikit beres-beres dan berimaman salat setelahnya, Cakra masuk ke kamar Lavina.
Lavina menatapnya dengan lugu.
"Papah cuma mau nanya-nanya soal temen baru kamu." Sang ayah duduk di tepi kasur, ia menatap putrinya dengan senyuman hangat.
Lavina menceritakan segala hal yang ingin diketahui ayahnya, sampai bunyi dering ponselnya menghentikan pernyataannya yang ada di tengah jalan. Cakra yang menemukan nama kontak Latifah di sana sempat terhenyak. Sebelum Lavina mengambil ponselnya, ia lebih cekatan mengambil.
"Sini, biar Papah saja!"
Dan karena Lavina anak penurut, ia hanya bisa pasrah.
"Tenang aja, Papah cuma ucapin terima kasih, kok." Dan juga membuat nomor Latifah terkirim ke kontaknya. "Berteman yang baik, ya!" Dielusnya puncak kepala putrinya sambil menghilangkan bukti nyata tersebut. Cakra berdiri, tersenyum penuh arti sambil berjalan gontai keluar menuju kamar.
Usai diomeli habis-habisan, Latifah pun berbaring di waktu yang sama Cakra melakukannya.
Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991
KAMU SEDANG MEMBACA
OM ... NIKAH YUK! [B.U. Series - C]
Romance18+ "Om ... nikah, yuk!" "Oke, kalau kamu mau jadi istri saya!" [BU Series C - Start: 25 Agustus 2018]