Waktu berputar.
Hari berganti.
Tahun terus bergerak maju tak berhenti.
Begitu pun sosok dirimu dalam benakku.
Sosok kecil nan menggemaskan waktu itu kini sudah mendewasa.Semakin tinggi, berpundak lebar dan suara yang terdengar berat.
Serius, terlalu banyak garis serius dalam wajahmu, Dik.
Aku tersenyum haru memandang wajahmu.Kemana? Kemana sosokmu yang dulu itu, Dik?
Aku rindu, rindu tawa lepasmu.
Aku rindu, rindu senyum polosmu.
Jangan mendewasa terlalu cepat.Kemarilah, temani kakakmu yang terkadang kekanak-kanakkan ini.
Beribu cara dilakukan untuk menarik perhatian.Aku termenung di dalam kamar sederhana milikku.
Ada apa denganku?
Maksudku, ada apa denganmu, Dik?Dulu, ketika tangan mungilmu masih mampu kugenggam.
Dulu, ketika tubuh kecilmu masih mampu kutimang dan kugendong.
Dulu, ketika jumlah gigimu tak lebih banyak dari sekarang.
Dulu, ketika tawa dan senyum murnimu masih mampu terpancar.Dulu, waktu itu, kau yang malah sibuk mencari perhatian dariku.
Mengajakku untuk terus bermain bersamamu tanpa kenal lelah dan waktu.Menarik-narik ujung baju dan rambutku.
Melempar kepalaku dengan botol minum susu milikmu.
Menendang dan memukul kaki juga perutku semaumu.Begitu, seperti itu dulu kau begitu ingin dekat dan bermain denganku.
Kau terlihat bangga begitu aku mengiyakkan ajakanmu.
Seolah, aku adalah kakak terkeren di dunia.Ya, waktu itu.
Kau terlihat sangat bahagia dan bangga memiliki kakak sepertiku.
Walau aku harus akui bahwa, aku sedikit bodoh dan ceroboh.
Tapi, kau? Tak pernah permasalahkan itu.Kau tersenyum lebar sambil terus menggenggam tanganku erat.
Kau dekap tubuhku hangat dan penuh cinta.
Ya, jelas-jelas kau berbahagia karena telah memiliki aku sebagai kakakmu.Namun, semua hal itu hanya mampu kukenang sendiri dengan hati yang rapuh sekarang.
Ya, sekarang.Kau tidak pernah menarik perhatianku lagi seperti dulu.
Kau tidak pernah mengajakku bermain lagi seperti dulu.Kau sibuk dengan dunia barumu.
Di sana, sendiri, dan bersama kawan barumu."Bagaimana harimu?"
"Apa kamu mengalami kesulitan dalam belajar? Boleh Kakak bantu?"
"Kemarin ada bazar buku. Bagaimana kalau kita lihat bersama?"
Serentetan kalimat itu terus saja keluar dari mulutku tanpa kenal lelah dan malu.
Tak pernah merasa kapok begitu kau hanya meresponnya dengan diam dan ekspresi wajah yang kaku.Adik, perlu kau tahu.
Aku sangat menyayangimu.Kakakmu ini, ya, kakakmu ini.
Sangat merindukan sosokmu yang hangat seperti dulu.AS/Bogor, 14 Januari 2019

YOU ARE READING
Tentang
PoetryKumpulan perasaan dan suara hati yang tak sempat terucap. Tentangnya yang banyak tinggal dalam serpihan kenangan. Dan tentang kita yang bermetamorfosis dalam puisi dan sajak. NO PLAGIARISM ©AfnanSyahirain2018©