"Kok Kak Vian baik banget ngasih kamu roti isi, Rin?"
"Iya. Rasanya kok kalian kaya deket gitu ya? Apa cuman perasaanku aja?"
Arina tak menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh kedua sahabatnya. Karena ditangannya terdapat roti isi blueberry pemberian Vian, ia berinisiatif memotong makanan pengganjal perut itu menjadi tiga bagian agar dapat dimakan bersama-sama. Rasanya keterlaluan jika ia sedang di temani dua sahabatnya dan hanya ia sendiri yang makan. Jadi Arina memutuskan untuk membaginya sama rata.
"Untuk Riri dan Jessy." Arina sudah menyodorkan potongan roti bagian Riri dan Jessy dengan begitu semangat. Kelewat semangat mungkin, bahkan ia memberikannya sembari memasang gummy smile yang menggemaskan.
"Yang blasteran Korea mah beda."
"Yang bapaknya Bandung emaknya Korea mah geulis."
Arina hanya tertawa melihat bagaimana lucunya dua teman dekatnya itu tampak memuji dengan berlebihan. Padahal jika ia sekarang di Korea, mungkin ia bukanlah seperti yang kedua temannya katakan.
"Cepat habiskan sebelum nanti Bu Mona melihat kita makan." sanggah Arina mengabaikan sindirian mereka berdua kemudian melahap potongan roti miliknya.
"Kalau Bu Mona yang memergoki kita makan pas lagi di hukum begini, bukan masalah besar. Paling hanya menambah masa hukuman atau beralih ke hukuman lain. Beda lagi kalau Pak Joko yang lihat? Guru BK itu kan menyebalkan melebihi galaknya Bu Mona. Ketahuan salah, kena poin. Di beri sanksi berat pula. Kan Raisa tidak mampu." Jessy berujar panjang dengan memasang ekspresi seolah sedang tersakiti. Hal itu membuat Arina dan Riri tergelak mendengar banyolan temannya yang sebenarnya memang mengarah pada fakta.
"Jangan bawa-bawa mbak Raisa, please. Biarkan mbak Raisa yang cantik. Kamunya saja yang burik." Riri menambahi dan kembali mengundang tawa ketiganya.
Mereka terlalu asyik bercanda dan berbahagia mengumbar tawa hanya dengan beberapa lawakan yang mereka ciptakan sendiri. Sampai lupa menyadari bahwa mereka sedang di hukum dan menolak tahu jika saat ini ada seseorang tengah melipat kedua tangan didada melihat bagaimana tiga murid wanita itu menikmati hari ini.
Cklik.
Dengan fitur kamera dalam ponsel di genggamannya, seseorang itu berlalu pergi setelah mengambil gambar situasi tiga murid yang sibuk tertawa sembari mengunyah makanan dalam mulut mereka. Berlalu menuju lantai dasar. Berjalan dengan pasti memasuki sebuah ruang yang terletak di ujung dimana tempat tersebut adalah tempat seorang murid menerima ganjaran untuk amal perbuatan buruk saat berada di lingkup sekolah. Apalagi jika bukan ruang Bimbingan Konseling
****
Akhirnya ketiga murid gadis yang terkena hukuman dapat beristirahat di kantin dengan menikmati menu yang telah tersedia disana. Rasa lapar dan haus pun terobati. Dengan hati girang mereka berbincang-bincang setelah terlepas dari penderitaan yang menyiksa lutut mereka.
"Eh, tapi sungguh. Aku masih penasaran kenapa Kak Vian baik sekali mau memberikan rotinya untuk kamu, Rin."
"Sudahlah. Mungkin saja Kak Vian memang sedang ingin berbuat baik. Kebetulan yang dia temuin kita. Jadi deh dia memberikan roti isi." Kali ini Riri yang berbicara.
Sedangkan Arina yang sedang ikut andil dalam pembicaraan dua murid perempuan itu sibuk menyeruput es jeruk dalam gelas besarnya. Ya. Arina haus. Dari pada makanan yang ia butuhkan adalah air dingin. Karena itulah ia memaksa ibu kantin agar bersedia memberinya es jeruk dalam ukuran gelas besar. Toh, hari juga sedang sangat panas. Memang cocok menikmati sesuatu yang dingin-dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARINA
Teen FictionNamanya Arina Kim. Panggil saja Arin. Gadis berdarah Bandung - Korea ini begitu cantik dengan pipi chubby yang menggemaskan. Pembawaannya selalu ceria, membuat siapapun di dekatnya menjadi nyaman. Ia juga sangat ramah pada semua orang. Mungkin karen...