Chapter 2: Kapan Kesialan Ini Akan Berakhir

3.8K 323 39
                                    

Pagi hari yang cerah di kota Shiganshina. Tempat yang damai dan sejahtera.

Matahari mulai meninggi, burung-burung berterbangan sembari berkicau dengan merdu, jalan-jalan yang mulai ramai oleh kendaraan, orang-orang yang sudah siap bekerja. Dan bahkan ada juga yang masih bergelut di ranjang.

Salah satunya adalah Eren. Lelaki bersurai coklat itu masih tertidur pulas sembari memeluk gulingnya dengan erat.

"En."

Tiba-tiba sebuah suara terdengar di telinga Eren. Tetapi dia mengabaikan suara itu dan terus saja berkutat di alam mimpinya.

"Ren."

Suara itu mulai terdengar kembali, dan Eren tetap masih tidak memperdulikannya. Rasa kantuknya lebih besar daripada rasa pedulinya terhadap suara yang menurut dirinya sangat mengganggu

"Eren!"

Suara itu terdengar kembali, namun dengan nada yang terdengar meninggi. Berbeda dengan sebelumnya.

"Ngh?"

Eren yang merasa terganggu akhirnya membuka perlahan kelopak matanya. Terlihat di situ mata hijau emerald-nya yang sayu. Tatapannya langsung mencari siapa pelaku pengganggu tidur indahnya.

"Eren! Apa kau tidak mendengar jam alarm dari tadi berbunyi hanya untuk membangunkanmu?!" Ucap suara itu dengan kesal.

Eren telah dapat melihat siapa biang keladi dari pengacau tidurnya itu. Mendengus pelan, Eren lalu terbangun dan duduk di tepi ranjangnya.

"Ck, kau mengganggu saja Mikasa." Protes Eren tidak senang karena acara tidurnya diganggu oleh Mikasa.

"Apa? Kau sudah mau terlambat tetapi masih tenang? Hebat sekali dirimu Eren." Ucap Mikasa dengan ekspresi kalemnya yang tercetak jelas di wajahnya.

"Huh? Memangnya jam berapa sekarang?" Tanya Eren dengan raut wajah penasaran.

"Jam tujuh."

Seketika Eren merasa dirinya disambar petir.

Eren dengan panik langsung saja melompat dari tempat tidur menuju lantai bawah atau lebih tepatnya ke kamar mandi untuk mandi.

Eren dengan perasaan yang penuh kekesalan mengunyah makanannya dengan sekuat tenaga. Bagaimana tidak, ternyata dia dibohongi oleh Mikasa.

"Jam tujuh apanya? Ini masih jam setengah enam. Gara-gara kau, aku terpeleset di kamar mandi. Lihat ini!" Ucap Eren kemudian menunjukkan benjolan sebesar bola biliar di jidatnya.

Eren saat ini merasa sakit hati akibat tidurnya terganggu, kemudian dibohongi, lalu terpeleset di kamar mandi akibat panik takut terlambat ke sekolah.

Mikasa hanya merespon dengan santai. "Aku membohongimu?" Balas Mikasa dengan nada suara yang kalem. Dia mengabaikan ucapan Eren terhadapnya karena dia saat ini sedang sibuk membuat susu untuk bayi yang mereka berdua rawat.

Di pagi hari yang seharusnya indah justru menjadi tantangan untuk seorang Eren Jaeger. Tantangan pengendalian emosi. Sifat kalem dan cuek Mikasa hari ini membuat Eren begitu tersiksa.

"Tentu saja kau membohongiku. Kenapa kau harus mengatakan bahwa tadi jam tujuh padahal sebenarnya masih jam lima saat itu." Ujar Eren dengan nada frustasi dan tak terima dengan hal yang dilakukan oleh Mikasa.

Kamu akan menyukai ini

          

"Jika aku tidak mengatakan itu, kau tidak akan bangun-bangun. Jadi membohongimu adalah jalan yang kadang harus dilakukan demi kebaikan bersama." Ucap Mikasa santai, sekarang dia sedang memasak telur mata sapi untuk sarapan Eren dan dirinya sendiri.

"Kebaikan bersama kau bilang? Karena dirimu, kepalaku mendapatkan morning kiss oleh lantai kamar mandi." Eren tetap tidak terima dengan alasan yang diutarakan Mikasa.

"Itu salahmu sendiri, kau terlalu ceroboh." Ujar Mikasa yang masih berkutat pada peralatan dapurnya.

"..."

Eren tidak dapat menyerang balik perkataan Mikasa, mulutnya terbungkam. Dia hanya bisa duduk di kursi kayu yang satu ruangan dengan dapur, dan menunggu makanan diletakkan di meja makan dengan ekspresi kesal.

"Eren, daripada kau kesal terus, lebih baik berikanlah botol susu ini pada bayi itu. Dia pasti sedang lapar." Ucap Mikasa sembari menunjuk ke arah botol susu yang berada di sampingnya.

"Baik nyonya Ackerman." Ucap Eren malas, lalu berdiri dan dengan langkah gontai dia berjalan kemudian mengambil botol susu tersebut lalu berjalan ke kamar yang dipakai Mikasa dan bayi yang mereka rawat.

"Ingat, susunya masih panas. Kau harus berhati-hati, jangan membuat bayi itu terluka. Jika hal itu terjadi. Akanku patahkan lehermu. " Ucap Mikasa dengan aura intimidasi menguar pekat di sekitar tubuhnya.

"T-tidak akan. Itu tidak akan terjadi." Ujar Eren terbata dengan ekspresi ketakutan yang terlihat jelas di wajahnya.

"Bagus. Sekarang lakukan tugasmu." Ucap Mikasa lagi.

"Kita akan pergi ke sekolah sekarang." Ucap Mikasa yang sudah selesai bersiap-siap.

"Tapi siapa yang akan mengawasi bayi ini?" Tanya Eren kebingungan. "Aku serahkan semuanya kepadamu." Ucap Mikasa kemudian mengambil bayi yang tidur di ranjangnya dan menggendongnya. Mereka belum sempat membuat tempat untuk bayi itu tidur, jadi bayi itu tidur di ranjang, di sebelah Mikasa.

"E-eh, kau mau membawanya bersama kita?" Tanya Eren terkejut dengan tindakan Mikasa. "Tenanglah, masalah seperti ini hanya kau yang bisa mengatasinya." Ucap Mikasa menjawab pertanyaan Eren dengan tersenyum lembut.

"A-apa? Tidak bisa begitu. Ini keputusanmu untuk merawat bayi ini, kok semuanya ditimpakan kepadaku?" Kata Eren memprotes jawaban yang diberikan Mikasa kepadanya.

"Sudahlah, lagipula ini hari terakhir ke sekolah, dan besok sudah memasuki libur musim panas, jadi hanya satu kali kita membawa bayi ini ke sekolah." Ujar Mikasa yang saat ini sedang berjalan keluar rumah diikuti oleh Eren dari belakang.

Eren masih bingung dengan maksud dari Mikasa. Akan tetapi dia ikuti saja apa yang Mikasa beritahu. Karena dia tahu Mikasa sudah memikirkan secara matang keputusan yang ia buat.

Shiganshina High School

"Kyaaa, lucunya!"

"Ih, imut! Jadi pengen nyubit!"

"Gemes banget!"

Itulah suara-suara yang terdengar di seantero sekolah Shiganshina. Berita besar sedang muncul dimana-mana. Seorang bayi masuk ke sekolah dan berada di gendongan Mikasa, salah satu murid kelas 12 tercantik di seantero Shiganshina High School, dan saingan dari Annie Leonhart.

"Mikasa membawa bayi ke sekolah? Ini berita besar!" Teriak seluruh murid-murid yang terkejut akan kejadian ini.

Mikasa hanya tersenyum lembut membalas setiap ucapan yang ditujukan kepadanya. Sedangkan Eren, dia menghilang entah kemana.

"Dia ada dimana sekarang? Kenapa di saat- saat yang diperlukan dia malah menghilang." Batin Mikasa yang mulai kebingungan bercampur kesal karena perbuatan Eren. Dia kebingungan akan reaksi teman-teman satu sekolahnya yang mendatanginya dan menanyai berbagai macam hal.

"MINGGIR! MINGGIR! BUKA JALAN!" Sebuah teriakan terdengar keras di halaman sekolah.

Terlihat dengan jelas bahwa ternyata itu adalah Eren. Dia sedang berlari dengan tergesa-gesa, ekspresi wajahnya begitu ketakutan, panik, dan keringat yang mengucur deras dari tubuhnya.

"E-Eren?" Mikasa membalikkan badannya ke sumber suara. Dan ternyata itu adalah suara dari Eren.

"MIKASA!!! MINGGIR!" Teriak Eren kepada Mikasa. Dan membuat Mikasa dengan cepat menghindar.

"Guk...guk...guk..."

Ternyata Eren saat ini sedang dikejar-kejar oleh tiga ekor anjing yang sangat mengerikan.

"HELP ME!!!" Eren terus berteriak dengan rasa kepanikan yang sampai ke ubun-ubun.

"Eren!" Teriak Mikasa sedikit panik.

"Oooeeek...oooeeek...oooeeek..." Kemudian bayi di dalam gendongan Mikasa terbangun dan menangis keras.

"E-eh, cup...cup...jangan menangis yah." Mikasa yang terkejut kemudian berusaha menghentikan tangisan dari bayi tersebut sembari menggoyangkan badannya dan menepuk-nepuk pelan bayi itu agar tenang dan tertidur.

Sedangkan dengan Eren, dia sekarang terus berlari-lari berusaha menghindari kejaran dari tiga anjing mengerikan yang mengejarnya.

"TUNGGU EREN! AKU AKAN MEMBANTUMU!!!" Connie tiba-tiba muncul, dan dengan cepat berlari untuk membantu.

"BERTAHANLAH KAWAN!" Ucap Jean yang turun tangan untuk membantu diikuti oleh teman-teman yang lainnya.

"KAPAN KESIALAN INI AKAN BERAKHIR!!!"

The BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang