"Rumah kalian ini terlalu sempit. Apalagi sekarang kalian kedatangan satu penghuni baru lagi." Kata Kakek Hamzah pada Matt dan Ken.
"Ya, setidaknya Adit sudah disediakan kamar khusus sendiri, Pak." Matt membela diri.
Adit berlari turun dari lantai atas. Seperti biasa, dia selalu bergerak lincah meski kadang dia suka kesakitan sendiri.
Harusnya sih, Adit masih belum boleh pulang dari rumah sakit. Dan lagi, dia juga masih harus melakukan serangkaian kemoterapi untuk menuntas habis sel kankernya.
"Ini jadwal buat Kak Niko sama Kak Haikal." Ucap Adit pada kedua cowok yang sedang mencuci piring itu.
"Jadwal apa, Adit?" Malah Nenek Retno yang sedang mengupas belimbing di meja makan yang menyahut.
"Jadwal ngasih makan anak kelinci, bersihin eeknya, sama mandiin juga."
"Masa masih kecil udah dimandiin, Dit?"
"Kalau nanti mereka bau, Kak Niko mau beliin bedak emangnya?!"
"Terus, kalo nanti mereka mati kedinginan gimana?"
"Kak Niko tenang aja. Kan Adit udah beliin pengering rambut, baju mantel, sama selimut, sama handuknya. Jadi kalau habis mandi, ya Kak Niko keringin dulu pakai ---" Adit terdiam.
"Adit..." Ekspresi Nenek Retno pun berubah.
"Duduk dulu ya, Dit.." Matt refleks memapah Adit ke kursi makan.
"Kayaknya Adit mau meninggal lagi deh nih.."
"Ada belimbing sama semangka, Adit mau yang mana dulu?" Nenek Retno pun langsung mengalihkan pembicaraan. Ia juga memberi isyarat pada Matt dan Kakek Hamzah agar tidak memasang wajah lesu dan sedih.
Adit memandangi semangka dan belimbing yang ditaruh di lain piring.
"Mau muntah --"
Matt pun langsung membopong Adit ke kamar mandi. Dan benar saja, Adit pun muntah banyak sekali. Namun sebagian besar cuma berbentuk cairan saja.
"Adit bobo aja dulu ya. Jangan banyak main dulu.."Kata Matt sambil menyelimuti Adit di kamarnya.
Adit pun mengangguk. Perlahan matanya mulai terpejam. Dan dengkuran kecil dari mulutnya itu, terdengar juga.
Jam 6 petang, Ken pulang dengan wajah ditekuk. Selain pucat, ia juga kelihatan lemas sekali. Penyebabnya adalah, ia baru saja selesai mengoperasi seorang pasien, dan kini kesempatan untuk bisa hidup pasien tersebut, sangatlah tipis.
"Pindalah kalian ke rumah Bapak." Kakek Hamzah membuka topik itu lagi. "Selain besar, halamannya juga luas dan asri."
"Bukannya gak mau Pak, tapi -- Ken takut kalau Aa dan Teteh, akan mempermasalahkan ini di kemudian hari.."
"Tidak ada urusan dengan mereka. Asal kamu tahu, Kenzo -- seluruh harta yang Bapak dan Ibu miliki, sepenuhnya sudah kami wasiatkan pada Aditya. Jadi mereka, tidak ada hak walau sekecil apapun juga!"
"Bagaimana kalau kita buat saja kamar di halaman depan, Ken?"
"Kamu jangan egois, Matt!" Kakek Hamzah memotong. "Lalu mau dikemanakan semua anak kelinci Adit itu?"
"Sudahlah, Pak."
"Bu, Maksud Bapak itu baik. Biar kita juga bisa mengawasi Adit tiap saat. Orang rumahnya juga jaraknya cuma beberapa ratus meter saja."
"Hhhahh..., yasudahlah. Kami pindah."
"Kenzo..?!" Matt mendelik pada kekasihnya itu.
"Gak papa, Matt. Untuk kedepannya nanti kita bisa --"
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Him...!
Teen FictionAditya tidak pernah pergi kemanapun. Apakah kalian tidak pernah merasakan kehadirannya, walau ia berada di dekat kalian sekalipun? Ketika hatinya yang murni dan tulus, menolong orang lain dengan caranya sendiri. Cara yang bahkan seharusnya tidak di...