Prolog

19 2 1
                                    



Prolog

"Iya, Ma. Ami ingat kok, Ami dah beli belut goreng kesukaan mama. Doain Ami biar selamat sampai rumah". Ujar seorang gadis di atas kasurnya.

"...."

"Okay mam, Ami tidur dulu ya.. Nice dream ya ma."

Panggilan terputus. Gadis bernama lengkap Amita Cahya Gutomo itu bangkit dari peristirahatannya. Sekali lagi dia mengecek barang yang akan ia bawa ke kampung halamannya di Palembang. Sudah dua tahun ini ia melanjutkan study nya di Yogyakarta. Ah betapa ia merindukan keluarganya, lidahnya tak sabar merasakan masakan sang ibunda. Memang tak ada masakan yang lebih lezat dari masakan sang mama.

Setelah di rasa lengkap, Ami kembali ke atas kasurnya. Matanya mulai terpejam. Pikirannya mulai terbang ke alam mimpi. Lelah sekali rasanya hari ini. Tubuhnya terasa ringan,pertanda ia telah lelap dalam tidurnya.

                                                                                          *****

"Ami, ayo buruan! Kita harus check in..". Seru Hilda teman satu kampungnya. Mereka bersahabat sejak memakai popok.

"Oy oy kapten, dah siap kok". Ami keluar dari kamarnya dengan kaus pendek dan celana panjang. Jaketnya ia ikat di pinggang. Tanpa aba aba, Hilda menarik sahabatnya yang teramat lelet itu keluar.

Mereka berlari masuk ke dalam taxi yang sudah menunggu sejak tadi. Gadis berhijab itu dapat bernafas lega ketika mereka tiba di dalam. Ami nyengir tak berdosa telah membuat temannya kehabisan energi. Hilda yang sangat mengerti sifat Ami ini hanya melengos. Mobil mereka melaju dengan kecepatan rata rata.

"Da, bangun. Dah sampe nih."Ami mengguncang pelan bahu Hilda. Merasa tidurnya terganggu,gadis itu terbangun.

"Nih pak bayarannya. Kembaliannya ambil aja". Ami memberikan uang lebih pada supir. Anggap saja membagi rasa bahagianya dengan orang lain.

Mereka berjalan beriringan dengan menyeret koper mereka. Ami asyik berceloteh,sedang Hilda sibuk dalam lamunannya. Entah mengapa firasatnya buruk. Ia merasa sesuatu akan terjadi.

Bruk. Hilda tak sengaja menabrak Ami di depannya. Ami menoleh, merasa ada yang tak beres dengan sahabatnya.

"Kamu lagi kenapa sih, Da? Dari tadi ngelamun mulu"

"Maaf. Mi, kita pulangnya di tunda dulu bisa gak?"

Ami menaikkan satu alisnya. "Kamu kenapa tiba tiba minta di tunda?"

Hilda membuang nafasnya. "Gak bisa ya? Ya udah deh"

Ami memberi koper miliknya juga Hilda pada petugas. Selesai sudah prosedur check in mereka lakukan. Di tariknya tangan Hilda menuju ruang tunggu. Masih tersisa tiga puluh menit hingga waktu keberangkatan.

"Aku tadi mimpi buruk, Mi. Aku masih gak tenang"

"Its okay, Da. Kamu cuma mimpi" Ami menenangkan Hilda

Hilda mengangguk. Dia berusaha menetralisir detak jantungnya yang terus berdetak tak biasa. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Sekarang perasaannya sudah sedikit lebih baik.

Panggilan boarding terdengar. Perasaan Hilda kembali tak tenang. Ami mencoba menenangkan bahwa semua akan baik baik saja. Di dalam pesawat, mulai dari saat pilot bersiap berangkat hingga take off, Hilda memejamkan mata. Ami membiarkan saja. Sebenarnya ia juga sedikit tak tenang sejak tadi. Tapi ia harus terlihat biasa saja agar Hilda tak semakin panik.

Satu jam berlalu,hal yang mereka pikirkan tak terjadi. Hilda mendesah lega. Ia menarik tangan Ami menuju tempat transit. "Alhamdulillah gak terjadi apapun, aku bisa tenang sekarang". Ujar Hilda.

Ami mengangguk setuju. Pesawat mereka akan tiba satu jam lagi. Masih sangat cukup untuk ke kamar mandi. Membasuh wajahnya yang pasti sudah tak cerah lagi. "Da, aku ke kamar mandi dulu ya, titip tas ku"

Hilda mengangguk. Matanya menatap pemandangan langit di depannya. Biru warnanya. Terbentang luas di atas bersama awan putih. Burung burung terbang tak beraturan. Saling bertabrakan. Dadanya yang semula sudah tenang, kembali bergemuruh. Dan detaknya bertambah lagi saat sekumpulan awan hitam datang. Mulutnya mulai berzikir. Goyangan mulai terasa. Pertama pelan dan semakin keras. Calon penumpang berlarian menyelamatkan diri. Hilda pun begitu, ia berlari. Meninggalkan barang bawaannya. Hanya sebuah tas di punggungnya yang terbawa bersamanya.

Bangunan di atas mulai berjatuhan. Sebisa mungkin gadis berhazel coklat itu menghindar. Mulutnya terus mengucapkan kalimat Allah. "Allahu Akbar, Ya Allah selamatkan Ida."

Bruk. Dan semuanya gelap.

                                                                                      ***** 

Tbc

Untuk prolognya segitu dulu. Salam perjumpaan dari ku. Untuk casting nya menyusul ya...Bye,see you in next chapter.

unforgettableWhere stories live. Discover now