--------------
Hey, memories.
--------------••••
Seoul, 1 September 2011.
Seven years ago,
Hingga saat ini rinai hujan masih saja turun. Walau tidak sederas tadi pagi, namun percayalah bahwa hujan seperti ini akan bertahan lama. Membiarkan siapa saja terjebak dibawah rintikannya.
Gadis kecil itu tersenyum.
Tangannya menutup payung bergambar karakter kartun favoritenya yang sedari tadi melindunginya dari rintik hujan tersebut dan menyandarkan tubuhnya pada tiang penyangga halte.
Keadaan halte cukup ramai. Jam menunjukkan pukul tujuh malam yang merupakan jam pulang kerja bagi para pegawai kantoran. Maka tak heran jika halte saat ini ramai.
Gadis kecil itu-Lisa, menatap orang-orang disekitarnya. Memperhatikan satu persatu orang yang ada berteduh di halte itu-sama seperti dirinya.
Lisa, dia baru saja pulang dari tempat lesnya. Supir pribadinya bisa saja menjemput, tapi gadis itu bersikeras meminta agar ayahnya yang menjemput. Dan berakhirlah ia disini. Di halte dekat tempat ia les. Menunggu ayahnya yang katanya sebentar lagi akan datang menjemputnya.
Ia merindukan ayahnya. Hanya itu.
Satu bulan terakhir, ayah Lisa sibuk dengan pekerjaannya yang mengharuskannya pergi ke beberapa negara untuk sekedar menandatangani atau membahas masalah business dengan rekan kerjanya.
Dan kemarin malam ayahnya baru saja pulang, tepat disaat Lisa sudah berada di alam mimpinya.
Dan tadi pagi buta tadi, ayahnya sudah kembali bekerja di kantor. Bahkan gadis kecil itu belum sempat menyapa apalagi memeluk atau mencium ayahnya.
Ponsel kecil pemberian dari ayahnya berbunyi. Membuat Lisa membuayrkan sejenak lamunanya.
Ah, ayah.
"Sayang, bisakah lau menunggu sebentar lagi? Ada kecelakaan terjadi disini akibat hujan yang membuat jalanan menjadi licin. Maafkan ayah. Ayah akan mencari jalan lain agar bisa segera datang menjemputmu. Tunggu sebentar, arra?"
"Ya, baik ayah."
Pip.
Lisa mematikan sambungan teleponnya lalu mendengus kesal.
"Aku benci hujan."
••••
Hujan masih turun dengan debit yang lebih kecil dibanding dengan hujan beberapa menit yang lalu.
Halte cukup sepi sekarang. Orang-orang sudah meninggalkan halte itu dan menaiki busa yang mereka tunggu.
Lisa merasa bosan.
Sepuluh menit sejak ayahnya menelpon tadi, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ayahnya akan datang.
"Aaaaa ibu!! Aku ingin pulang!!"
Lisa berteriak kecil. Suaranya yang nyaring dan lucu-khas anak kecil-menyuri perhatian orang-orang yang duduk disampingnya. Ehm, sepertinya mereka menunggu bus datang.
Pandangan Lisa beralih ke arah jalanan. Menatap kendaraan yang beralalu lalang dihadapannya.
Namun, kini tatapan itu terfokus pada satu titik.
Halte seberang.
Lisa membulatkan matanya. Berusaha memperjelas penglihatannya karena hari sudah gelap dan ia tidak bisa melihat dengan jelas karena lampu yang ada di halte seberang itu cukup redup.
Tangan kecilnya merogoh payung berwarna pink yang ia masukkan ke dalam ransel kecilnya.
Kaki gadis itu berayun untuk menyebrang menuju halte bus yang terletak di seberang halte yang sejak tadi menjadi tempat untuk dirinya berteduh.
Lisa berlari kecil ketika lampu pejalan kaki itu berubah menjadi warna hijau terang.
Ah, penglihatannya tidak salah. Ada seorang lelaki kecil sebaya dengannya sedang menangis sambil memegangi kedua lututnya.
"Halo?"
Tidak ada sahutan.
Hanya ada isakan pelan yang dapat Lisa dengar.
"Hai? Halo? Kau mendengarku?" Lisa tidak menyerah. Bahkan kini dirinya ikut berjongkok, menyesuaikan posisinya dengan anak laki-laki itu.
Dan kali ini usahanya berhasil.
Anak laki-laki itu mendongakkan kepalanya dengan wajah yang sembab dengan mata merah berair karena menangis.
"Heol, tampan!"
Lisa memukul mulutnya pelan. Oh yaampun, dirinya memang tidak bisa menjaga ucapan, ya?
"Ah, maksudku, kenapa kau menangis?"
"Tidak apa-apa. Bukan urusanmu!" Jawabnya ketus.
Lisa mengerucutkan bibirnya kesal. Menatap lawan bicaranya dengan tatapan tajam.
Sedangkan yang ditatap hanya bersikap acuh lalu menghapus sisa air mata yang membasahi pipi chubby nya.
"Ayolah, katakan padaku! Kenapa menangis?" Lisa tidak menyerah. Ia begitu penasaran sekarang.
"Aku tidak mengenalmu!"
"Kalau begitu, ayo berteman!"
Anak laki-laki itu tersenyum mengejek lalu memukul pelan dahi Lisa dengan jarinya.
"Aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa kecewa pada orangtuaku. Mereka sibuk. Sampai-sampai melupakan hari ulangtahunku sekarang," Anak laki-laki itu menunduk sedih, mengingat kembali orangtuanya yang tidak bisa datang di hari ulangtahunnya.
Mereka sibuk.
Lisa tersenyum manis padanya.
"Mereka sibuk kan juga untukmu. Jadi, jangan menangis ya! Dan, selamat ulang tahun!"
Anak laki-laki itu tersenyum sambil membalas uluran tangan Lisa. "Terimakasih!"
"Ah, ya. Siapa namamu?"
"Jungkook. Jeon Jungkook."
"Namaku- hei! Ayahku sudah datang! Sampai jumpa Jungkook! Aku senang bertemu denganmu. Jangan sedih lagi, ya! Kuharap kita akan bertemu lagi! Sampai jumpa!"
Lisa langsung meninggalkan Jungkook sebelum Jungkook sempat membalas ucapannya.
Kedua ekor mata Jungkook menatap payung berwarna pink yang basah tergeletak di sampingnya.
"Ah, pasti ini miliknya!"
Jungkook ingin mengejarnya. Namun, mobil yang Lisa tumpangi sudah berjalan beberapa detik yang lalu.
Tangan kecil Jungkook terulur untuk mengambil payung kecil milik Lisa.
Tapi pandangannya beralih pada satu benda kecil berwarna hitam yang tergeletak di samping payung pink kepunyaan Lisa.
Sebuah name-tag.
'이지은'
"Lee Ji Eun?"
Jungkook tersenyum lebar melihatnya.
"Kuharap kita bertemu lagi."
TBC.
*udah 'ngeh' belum? :v*
With love from,
Ayangnya Hyunjin 💞
KAMU SEDANG MEMBACA
that time; liskook
FanfictionThat time, story about rainy girl with her man. "I like a lot things about you. Except one; the way you don't like me. It's okay. I'm fine. Later, if i'm tired, i'll leave." [WARN] • this story is written in Indonesian. • very slow-update. • on go...