"Kau datang dengan sejuta warna, sedangkan aku hanya punya hitam. Sekeras apapun aku berusaha hasilnya akan tetap sama. Kita tak akan pernah imbang."
-Kjn-
---
2018
This Queen don't need a king.
Konflik ringan
Bahasa ringan
Karya orisinil @esteifa
D...
"Jadi ini rumahmu?" Tae hyung berdecak pinggang, kelopak mata laki-laki itu mengerut menghalau angin yang menerpa kencang. "Kau ini seekor ikan, putri duyung atau apa?"
Jennie masih diam, hanya melirik laki-laki itu dari sudut matanya. Jennie lebih memilih menikmati pemandangan yang tersaji didepannya sekarang, serta pasir putih yang menyapa kaki telanjangnya. Jennie melangkah menemui bibir pantai, sesekali ombak datang memberi salam. Tidak menyadari laki-laki itu masih mengikutinya.
Angin begitu buas. Ikat rambutnya melemah hingga anak rambutnya kemana-mana, rok seragam yang sesekali terangkat kalau saja tangan Jennie tidak siap menjaga. Tangannya berpindah, menangkap sebuah jaket hitam yang dilempar orang itu dengan acuh.
"Pakai." Katanya. Jennie berdecak lalu dengan cepat mengikatkan jaket itu dipinggangnya, harusnya memang berterima kasih tapi entah mengucap kata itu pada Tae hyung terlalu sulit baginya.
"Kau benar-benar putri duyung?" Ucapnya.
Jennie memutar mata. "Jangan bodoh." Entah keberanian dari mana Jennie memukul lengan Tae hyung.
Yang disambut kekehan laki-laki itu. "Oh iya, kakimu sudah berubah jadi ekor kalau kau putri duyung."
"Kau terlalu banyak menonton film disney. Mana ada putri duyung di dunia ini." Ejek Jennie melipat tangan didada. Lalu kembali melangkah menyusuri pasir basah. Sesekali gadis itu menghadap ke belakang atau berjalan mundur melihat jejak kakinya sendiri.
"Kau berbeda." Jennie berhenti, mata yang tadinya menyorot bawah itu naik ke arah laki-laki di depannya.
"Hah?"
"Lebih bersinar saat tersenyum." Wajah laki-laki itu terlihat datar tanpa senyuman tapi netranya berbicara begitu banyak. Jennie tidak dapat menjabarkan, hanya saja terlihat seperti itu.
"Bicara apa kau." Jennie menggeleng sedangkan laki-laki itu mendengus. Jennie melihat jam di pergelangan tangannya, sudah pukul sebelas.
"Aku ingin melihatnya lagi." Ujar Tae hyung. "Apa?"
"Your smile."
Jennie hanya mengibaskan tangan, lalu menghampiri ombak yang menyapa.
"Senyum sedikit kenapa, sih. Kau itu sebenarnya cantik. Hanya kurang ramah saja."
Jennie memutar mata lagi, "mau cantik atau tidak. Aku tidak memikirkan."
"Bagaimana kakakku akan tertarik jika begini."
Jennie menoleh. Bagaimana anak itu bisa menyamakan kakaknya dengan pria lain.
"Kakakmu tidak seperti kau." Balas Jennie. Lagipula ia tidak terlalu memikirkan ataupun berharap kekagumannya akan berbalas.
"Semua laki-laki seperti itu." Ujar Tae hyung lagi, "Jika pun tidak, hanya satu banding sepuluh."
"Dia satu dari sepuluh itu." Sahut Jennie.
"Kenapa yakin sekali." Balas Tae hyung mendekat. "Mau ku bantu tidak? Menjadi lebih dekat dengannya."
Jennie mengangkat alis sebelah. "Tidak perlu." Kemudian berjalan menjauh dari air. "Kau tidak mau dekat dengannya?"
"Aku tidak perlu bantuanmu. Aku bisa melakukannya sendiri kalau aku mau." Jennie melepas jaket hitam dipinggangnya lalu ia lempar ke arah laki-laki itu.
"Percaya diri sekali." Tae hyung mengangkat sudut bibirnya menatap punggung kecil yang menjauh itu. Lalu tak lama kemudian menyusul dengan jaket terselampir dibahu.
♡☆♡☆♡
"Aku lapar." Sudah ketiga kalinya Tae hyung berbicara sendiri. Patung wanita disampingnya sama sekali tidak menggrubisnya. Kasihan cacing-cacing diperut, sejak pagi belum diberi makan. "Kita makan dulu ya."
Jennie memijat dahi, yang harusnya lelah itu dia. Yang sedari tadi bicara tak henti-henti, memang tidak sebanyak Rose tapi cukup mampu membuat kepala Jennie pening.
"Lagipula aku hanya bicara tiga kali. Itu pun kalimat yang sama." Ucapnya lagi.
Whatever! Jennie kembali menatap luar, matahari sudah berada ditengah langit jadi memang sudah waktunya makan siang.
"Kalau lapar, mampir saja ke restoran. Tidak perlu izin padaku." Kata Jennie.
"Bukan izin, lebih tepatnya memberitahu."
Jennie menyirit. "Kau pikir penting, tidak perlu memberitahuku."
Tae hyung memilih diam. Tidak mengira gadis di sampingnya akan sejutek ini. lalu saat lampu lalu lintas sudah berubah hijau Tae hyung kembali melajukan mobil. Mengarahkannya ke rumah makan terdekat.
Tae hyung bisa menelan apapun, jadi ia memilih untuk menghentikan mobilnya di warung tenda biru itu.
"Kau tidak ikut." Tawarnya mengajak Jennie.
"Aku belum lapar, kau sendiri saja." Jawabnya. "Ya sudah."
Tae hyung memasuki tenda, mungkin sedikit terlalu rendah menurutnya jadi laki-laki itu harus menunduk saat masuk. Laki-laki itu menghembuskan nafas, lalu mengambil tempat duduk yang kosong, ia pun bisa melihat Jennie dari sini. Tangan kanannya terangkat, memesan satu porsi ayam.
Tae hyung tidak akan terlalu lama, ia akan makan dengan cepat agar tidak membuat Jennie jenuh menunggu.
Tae hyung membuka ponsel. Tentu, panggilan tak terjawab dari sang kakak. Laki-laki itu meringis seketika membaca pesan yang dikirim Nam joon.
'Akan ku laporkan ibu, kalau kau mengulanginya lagi.'
Lalu mengetik sebuah balasan. 'Ini yang terakhir.' Sebuah senyuman terbit saat pesanannya datang, setelah mengucapkan terima kasih Tae hyung akan dengan cepat melahap ayam dipiringnya.
Tapi baru satu potong ayam tertelan, matanya melirik ke pintu, seharusnya ia bisa melihat Jennie disana. Di kursi penumpang mobil hitam gadis itu. Tapi, kosong.
Ia mengedarkan pandangan, tidak terlihat apapun dari dalam sini. Jadi laki-laki itu memutuskan untuk keluar setelah menarik beberapa tisu. Tae hyung melangkah keluar, tanganya saling membersihkan sedangkan matanya mengedar.
Kanan, kiri, menyerong. Semua sudut sudah duperiksanya, namun tidak ada tanda-tanda Jennie di sana. Apa gadis itu ke toilet? Mungkin saja. Lagipula kenapa ia mengkhawatirkan gadis itu, toh dia sudah besar pastinya tau jalan pulang.
Laki-laki berjaket hitam itu hendak berbalik kembali memasuki tenda namun urung. Ia melihat seorang gadis berseragam sekolah ungu, menenteng sebuah kantong plastik putih.
Dan, mendekati anak kecil? Benar. Jennie mendekati anak yang tengah duduk di depan mini market itu, lalu tanpa takut seragamnya kotor Jennie ikut duduk di sebelahnya.
Gadis itu mengeluarkan dua buah es krim, membuka bungkusnya. Kemudian menyerahkan keduanya pada anak perempuan itu.
Sekarang Tae hyung mengerti. Laki-laki itu meletakan tangannya disaku, memandang ke satu titik di sana.
Seorang gadis. Yang bahkan lebih bersinar, walau tanpa senyuman.
*♡*♡*♡*♡*
Jadi gimana menurut kalian? Ada yang suka? Ngeboseninkah? Mau lanjut atau enggak?
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.