Dear Biru 5

9.2K 767 128
                                    

Dear Biru : Kamu bilang gelap itu teman. Kamu bilang mendung juga sahabat. Itu semua karena kamu suka bulan dan juga hujan. Lalu kalau aku? Apa harus ku sebut sakit itu teman? Karena aku suka kamu Biru. Dan kamu terlalu akrab dengan rasa sakit

***

Grey langsung menoleh kearah tangga begitu mendengar suara langkah kaki menuruni tangga, meski sudah tau siapa itu, Grey tetap saja menoleh. Ia bisa melihat Navy dengan jaket biru dan celana pendeknya menuruni tangga.

Kadang Grey sendiri suka bingung, adiknya itu tidak suka dingin, tapi anak itu selalu mengenakan celana pendek. Ketika di tanya Navy bilang "gerah" tapi lelaki itu selalu mengenakan jaket, atau baju berlengan panjang. Sampai sekarang Grey tidak mengerti mengapa.

Grey mengernyit begitu dilihatnya Navy berjalan dengan lemas, tangan anak itupun memegang dinding seolah menjaga tubuhnya agar tidak tumbang. Grey yang sedang membuat kopi itupun langsung meninggalkan apa yang sedang ia kerjakan. Ia langsung mendekati Navy.

"Masih sakit?" Tanya lelaki itu sambil memegang tangan Navy. Bukannya menjawab, anak itu malah menjatuhkan tubuhnya di sofa depan televisi. "Rumah sakit deh yuk."

"Kumat." Celetuk anak itu sambil memeluk bantal bulu berwarna putih yang biasanya diusili oleh Navy, kadang ia menarik-narik bulunya hingga bentuknya sudah tidak karuan, padahal itu sarung bantal sofa yang biasa di duduki tamu ketika datang kerumah mereka. Memang ruang tamu mereka sengaja di buat polos tanpa perabotan apapun. Lagi pula tamu mereka kebanyakan hanya teman-teman mereka sendiri.

Tidak menangkap bahan bercandaan Navy, Grey malah jadi panik sendiri, "Lo kumat? Perutnya sakit lagi? Ayo kerumah sakit."

"Lo yang kumat bang." Seru Navy malas, lelaki itu memejamkan matanya ikut terbawa oleh lemas di sekujur tubuhnya. Sebenarnya bukan hanya karena hemofilianya kemarin, namun semalam ia dapat serangan, itu hatinya, kanker hatinya yang semalaman nyeri, tidak terlalu parah memang, namun cukup menguras tenaganya karena semalaman ia tidak bisa tidur.

"Lah kok gue?"

"Kumat lebaynya." Navy mengubah posisi tidurnya, yang tadinya menyamping kini jadi berbaring lurus, namun matanya masih terpejam. Sekali-kali ia menarik hembuskan napas lewat mulut, berusaha mengurangi pusingnya. Tangan kanannya terangkat mengelus pelan pelipisnya. Grey lihat itu dengan jelas.

"Udah deh, rumah sakit aja." Grey mengambil ancang-ancang untuk membangunkan tubuh adiknya namun Navy tiba-tiba membuka matanya. "Gue laper bang, masakin dong." Serunya santai, wajahnya pucat namun ia berusaha menyembunyikan kesakitannya.

Grey mendecak, pasti ini hanya akal-akalan Navy agar ia tidak dibawa ke rumah sakit. "Udah deh, rumah sakit dulu. Guenya yang gak tenang."

"Orang laper tuh di suruh makan, bukan kerumah sakit." Jawab Navy.

"Ya tapi lo sakit."

"Emang orang sakit gak boleh laper?" Grey mendesah, memang Navy pintar sekali menghindari ajakan Grey jika sudah berhubungan dengan rumah sakit

Sebenarnya Navy tidak ada takut ataupun perasaan tidak suka dengan rumah sakit, ia hanya tidak suka jika ternyata ia harus ditahan lagi di rumah sakit namun para dokter tidak tau harus berbuat apa. Seperti kesiasiaan. Lagipula Navy tidak bisa menelan painkiller, jadi sama sajakan? Mau di rumah sakit atau di rumah, ia tetap akan merasakan sakit.

Dear BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang