13. Duo Bersaudara : Joshua dan Jessica

184 31 4
                                    

Sial.

Hujan lagi hujan lagi.

Gue mendengus saja. Hujan makin deras ditambah dengan kilatan petir di langit. Gue nggak takut petir, cuma kadang latah aja kalau kaget. Iya sih gue bawa payung, tapi gue mau ke toko buku. Ya kali gue hujan-hujan gini maksa ke toko buku. Nggak deh, pengen pulang aja. Besok masih ada hari.

Yaya masih di kelas piket. Gue males nungguin dia. Apalagi akhir-akhir ini dia juga udah nggak nungguin kalau gue lagi piket. Ya jadi, gue pamit duluan. Toh, ada Rujin yang nemenin dia.

Gue ingin membuka payung dan segera pulang kalau saja suara seseorang yang amat gue kenal tidak menerobos ke gendang telinga gue.

"Hai, Yuna!" sapanya basa-basi. Gue jadi mengumpat dalam hati ketika Arin sudah berjalan mendekat ke arah gue. Cewek itu juga terlihat sedang menenteng payung.

"Lo belum pulang?"

"Ini tadi mau pulang. Terus elo panggil, ya belum jadi pulang. Gimana sih lo," celetuk gue malas. Cewek itu tersenyum manis. Gue jadi makin enek.

"Mau bareng gue aja nggak? Gue dijemput," tawarnya. Gue langsung menggeleng cepat. Nggak, gue nggak mau satu tempat sama dia. Yang ada gue makin mencak-mencak.

"Nggak apa-apa kali. Lagian arah rumah kita searah," katanya masih maksa gue.

"Nggak usah Rin. Rumah gue deket tuh depan, Indomaret belok kiri udah arah rumah gue," jawab gue cepat.

"Yaudah deh. Padahal gue udah nawarin. Oke gue duluan yaa," katanya pamit. Gue ngangguk sambil melihat mobil sedan hitam mendekat kedepan gue dan Arin.

Tapi Arin belum jadi masuk, dan kembali noleh ke gue. Gue jadi ngernyit bingung. Mau maksa buat gue nebeng dia?

"Lo pacaran sama Juna, Na?" Tanya Arin tiba-tiba. Membuat gue mengerjap kikuk, kaget dengan pertanyaan itu.

"Enggak tuh. Kenapa?"

Cewek itu tersenyum simpul.

"Syukur deh. Jadi gue nggak ketinggalan jauh sama elo. Kita bisa sama-sama bersaing," ujarnya santai. Mata gue membulat sempurna, namun cewek itu hanya terkekeh dan memilih masuk ke dalam mobil.

Cewek itu menurunkan kembali kaca mobilnya.

"Gue seneng ternyata Juna nggak pernah nembak elo," ular bener kan si Arin.

Cewek itu menutup lagi kaca mobilnya, dan mobil itu melesat pergi begitu saja. Gue menghembuskan nafas mencoba sabar. Gue jadi yakin ajakan Arin tadi adalah punya maksud terselubung seperti ini. Nanya bubungan gue sama Arjuna.

Terserah. Gue capek, mau pulang aja.

.
.

Gue yakin gue nggak salah lihat kan? Gue kayak kenal mobil yang terparkir di garasi rumah gue siang ini. Bentar, gue kayak pernah lihat di mana gitu. Tapi di mana?

Ah, bodoamat. Masuk dulu aja. Kali aja emang temen mama yang lagi mampir buat ngeteh bareng.

"AYUNAAAA!!!" Gue baru saja menutup pintu rumah, tapi suara yang amat gue kenal menerobos ke gendang telinga gue. Gue jadi menoleh, dan selanjutnya memekik kaget melihat dua orang yang sedang heboh berjalan menuju ke arah gue.

"KAK JESSI! KAK JOJO!!" gue ikutan heboh ketika melihat dua bersaudara itu mendekat.

Joshua dan Jessica. Dua bersaudara yang terlahir kembar. Keduanya merupakan anak dari tante Arin. Hem, Arin? Ah, bukan Arinda. Tapi Arinawati, tante gue yang tinggal di Jakarta. Kak Jojo dan Kak Jessi sudah gue anggap seperti kakak kandung saja. Kalau ketemu pasti ribet dan heboh seperti ini.

Bukan Panah ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang