"I used your name yesterday, untuk mengikuti salah satu kelas mata kuliah di kampus. Hmmm, lebih tepatnya, aku yang ditanyain sama dosennya sih." Ucap Aigina didalam layar teleponnya sendiri saat mendapatkan panggilan dari Abraham lewat Facetime.
"Maksudnya gimana?"
"Jadi, kemarin aku dateng telat di kelas Professor Hendrawan. Terus, biasanya Professor tersebut tidak pernah mau memberi toleransi mahasiswa yang terlambat. Tapi, tiba-tiba kemarin beliau memberikan aku kesempatan untuk mengikuti kelasnya, cuman karena dia tahu aku sebagai jangkarnya kamu." Jelas Aigina dengan memasukkan buah apel kedalam mulutnya saat dia berada Meja Makan sembari menunggu Bi Iyas yang tengah memasak Tamie Goreng.
"Indonesia knows who you are, Aigina. Be carefull." Balas Abraham dengan penuh kewaspadaan, "Jangan pernah jauh-jauh dari pengawasan Demetrio, selalu datang ditempat keramaian Aigina. Karena aku sedang tidak berada disana. Kalau ada apa-apa jangan lupa selalu memberi kabar kepada aku dan Demetrio."
"Ya.. ya.. ya.." balas Aigina dengan malas karena ucapan itu sudah Abraham katakan berulang - ulang, "Kapan pulang?"
"Dua hari lagi. Ada apa?"
"Pulang kerumah?"
"Tentu saja. Aku butuh istirahat Aigina setelah berjalan dari kota ke kota dan pindah dari satu pulau ke pulau lain."
"Bagaimana kampanye nya berjalan lancar?"
"I can handle it, seluruh pimpinan wilayah menyambut aku dengan senang hati dan tidak ada kendala." Jawab Abraham, "Besok perjalanan terakhir selama satu bulan berturut-turut untuk wilayah timur, Aigina. Besok aku datang ke wilayah Papamu sedangkan aku sangat gugup sekarang."
"Are you serious? Mereka semua jahat. Kemarin, Mama bilang kalau mereka akan datang kesini untuk melihat keadaanku. Tapi pada nyatanya mereka mengagalkan rencana tersebut untuk kesekian kali karena urusan Papa yang sangat sibuk. Jangan lupa kabari aku kalau bertemu dengan mereka, daaaaan.. kenapa kamu harus gugup Abraham?"
"Because they are your family, Aigina"
"Mereka akan sangat hangat menerima kamu di wilayah mereka, Abraham."
Abraham yang menggunakan jam perjalannya untuk pindah dari satu kota ke kota lain dengan menghubungi Aigina kini menampakkan wajah yang sangat gelisah. Sedangkan, Bi Iyas yang sudah menyelesaikan masakannya pun menyuruh Aigina memakannya terlebih dahulu sehingga mau tidak mau dia mengakhiri telepon dengan Abraham.
"Aku makan dulu. Bi Iyas makin kejam kalau enggak ada kamu."
"Bagus, biar kamu enggak macam-macam selama tidak ada aku Aigina."
"Are you protective?"
Abraham berdeham karena dia saat ini terlihat seperti pemimpin yang diktator, "Tidak. Aku hanya mengawasi kamu."
Aigina hanya mengangguk - angguk dan mengucapkan perpisahan sebelum mereka benar - benar mengakhiri telepon. Aigina yang sudah siap untuk memakan Tamie Goreng dan Abraham yang masih berada didalam mobil bersama sopirnya.
Setelah hubungan panggilan mereka terputus, Aigina pun melanjutkan untuk memakan makanan yang sudah disiapkan Bi Iyas sedangkan Bi Iyas pun berkata di sela - sela mereka berdua berada di daerah dapur dan meja makan.
"Non, Pak Abraham makin kesini makin perhatian yah?"
"Hah maksudnya makin perhatian gimana Bi?"
"Jadi Non, maap maap nih ye kalau Bibi sempet kedenger omongan kalian berdua lewat telepon tadi." Kata Bi Iyas dengan rasa bersalah, "Tapi salah, Non jugas sih kenapa enggak pake headset tadi, kan Bibi jadi kedenger juga.."
"Wah kacau Bi Iyas nih, diem-diem masak sambil nguping." Kekeh Aigina untuk menggoda Bi Iyas.
"Tapi Non, seriusan deh kalau denger omongan Pak Abraham tadi, kayaknya sudah terbiasa sama Nona. Apalagi waktu Pak Abraham bilang kalau gugup waktu mau ketemu Papanya Nona."
Aigina masih tidak paham dengan pembicaraan Bi Iyas, dia pun berkata untuk meminta penjelasan, "Maksudnya gimana sih Bi, jelasin deh Bi.."
"Duh Non, saya baru pertama kali loh denger Pak Abraham rela telepon-telepon orang selama itu. Bahkan saya juga baru tahu kalau Pak Abraham bisa ngomong panjang lebar sama orang lain. Soalnya kan selama saya hidup sama Pak Abraham, dia enggak pernah ngomong panjang. Nyuruh juga ngomongnya singkat-singkat. Kalau yang tadi, duuuuuuh panjang bejibun banget." Jelas Bi Iyas lagi.
"Lah iya ya, makin kesini emang Abraham juga lebih baik banget sama aku Bi."
"Bukan lebih baik itu namanya Non. Perhatian itu teh namane.."
"Perhatian darimana nya Bi? Orang dia juga seneng banget kalau aku bilang Bi Iyas makin kejem sama aku."
"Perhatian kan banyak banget bentuknya atuh Non. Malah yang Bibi lihat ini mah lebih ke sayang.."
"Lah kok malah sekarang bilang sayang Bi?"
"Iya nih, kalau Bibi lihat biasanya yang punya rasa sayang itu yang lebih sering nanyain kabar Non. Emang Nona pernah nanyain kabarnya Pak Abraham lebih dulu? Enggak kan. Mesti Pak Abraham yang sering nanyain Nona pake telepon. Saya sering denger teleponnya Nona yang bunyi duluan bukan Nona yang menelepon."
Aigina tidak menjawab sehingga Bi Iyas kembali mempimpin pembicaraan, "Sejatinya manusia kalau dilunakkan bakalan luluh juga atuh Non. Sekeras-kerasnya hatinya Pak Abraham kalau dibengkokin juga bakalan tumbang juga."
Aigina hanya tersenyum mendengar penjelasan dari Bi Iyas yang menurut pandangannya. Dia tidak ingin berpikiran lebih selain Abraham hanya lebih baik daripada kemarin, meskipun mereka juga sering berdebat kecil namun yang Aigina tahu saat ini perdebatan tersebut malah menyenangkan untuk mereka lakukan.
Setelah menyelesaikan makanannya, Aigina pun ingin berjalan ke salah satu minimarket terdekat dengan menggunakan sepedanya untuk membeli salah satu camilan ringan. Karena menurutnya dia perlu camilan untuk menemaninya mengerjakan sebagaian cerita barunya.
Sesampainya di minimarket, Wajahnya yang tidak asing untuk ditemukan disegala berita, mulai dari elektronik hingga bacaan koran yang tersebar. Kini, Aigina sangat tidak nyaman dengan sekitarnya terutama dengan segerombolan perempuan - perempuan yang dia yakin sedang memotret dirinya sedang menggunakan pakaian celana legging dan atas hoodie berwarna pink. Dan salah satu perempuan tersebut datang ke arahnya.
"Jadi, elo itu yang namanya Aigina?"
Aigina tidak menjawab. Ia masih asik membawa barang belanjaannya dan mengambil salah satu es krim cokelat kesukaannya, "Loe denger apa budek sih? Elo yang namanya Aigina kan?" Ulangnya sekali lagi.
Aigina masih tidak menjawab dan membuat perempuan itu geram hingga akhirnya menarik penutup tudung hoodie yang Aigina pakai dan membuat reflek Aigina mendorong perempuan itu hingga terjatuh di lantai sehingga membuat sontak orang - orang sekitarnya.
"Oh, calon Ibu Negara kita nantinya mempunyai sifat seperti ini?" Ucap salah satu temannya yang sedang membantu teman yang sedang Aigina jatuhkan tadi dengan pandangan menusuk, "Loe enggak pantes jadi Ibu Negara. Elo cuman murah, Pak Abraham better got another woman more than you."
Secara Refleks, Aigina menampar perempuan tersebut dan membuat keributan disana dengan seluruh segerombolan perempuan. Hal tersebut mendapatkan sorotan warga sekitar dan bahkan ada seseorang yang meliput video tersebut didalam sosial medianya sendiri. Dan, Aigina saat ini sedang merusak pamornya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMROSE
Romance#3 OF GALAXIS Saya mempunyai berbagai cara untuk mencintai. Namun, Takdir mempunyai bermacam - macam hal untuk memisahkan. Saya juga mempunyai berpuluh ribu cara untuk tidak menjadi abu. Tetapi, Takdir sudah menjadikanku arang terlebih dahulu. Disi...