3 | Eagle Eyes

23 3 0
                                    

"Bagaimana kabar ibumu? apa sudah ada perubahan yang lebih baik?," tanya Ara sambil menyeruput kopinya. Will tersenyum tanda kabar baik.

"Ya, lebih baik dari sebelumnya. Dia bahkan kini sedang ada di toko bunganya. Dan melayani pelanggannya dengan baik."

"Aku senang mendengarnya. Mungkin jika ada waktu aku akan melihatnya kesana."

"With my pleasure, baby-girl," sifat jahil dan nakalnya mulai keluar. Ara memutar kedua bola matanya.

"Jangan memanggilku seperti itu, Will. Aku sudah memperingatkanmu berkali-kali. Nanti semua orang akan mengira kita menjalin hubungan serius," sungut Ara mengomel. Mulutnya mengerucut dan bagi Will itu sangat lucu. Will tertawa.

"Who cares, Ara?."

Ara mendengus dan membawa kopinya keluar cafe. Will terkekeh lagi dan mengikuti gadis itu.

Sesampainya di kantor, Ara melihat beberapa agen penting termasuk kepala polisi terburu-buru menuju ruangan rapat. Ada apa sebenarnya?. Ara menoleh ke arah Will yang juga menatapnya dengan penuh tanda tanya. Mereka yang menyadari kalau juga mendapat peran penting langsung menyusul mereka.

Di ruang rapat, suasana menjadi tegang. Ara dan Will benar-benar seperti bayi yang baru lahir, tidak tahu apa-apa. Terlihat kepala polisi kembali memijat pelipisnya. Mulutnya yang tadinya terkatup rapat itu kini membuka suara.

"Baru saja, kita kehilangan jejaknya. Dan mendapat puzzle yang baru, anak perempuan dari Perdana Menteri Benjamin Jesper yang ke-3 menghilang tadi pagi, sekitar jam 3 pagi. Ini merupakan kasus eksklusif yang harus segera diselesaikan. Melihat kasus C yang sudah tidak bisa diatasi lagi, " Mr. Bradley menghela nafasnya. "aku merubah keputusanku dan kasus ini harus ditutup."

"Interupsi," Will membuka suaranya, "Tapi bagaimana dengan pihak keluarga para korban kasus C yang menuntut kita agar kasus itu segera terpecahkan?."

"Kau baru saja kemarin tidak mendengarkan apa kataku. Dan kini kau yang memutuskan sendiri. Tidak habis pikir. Kau sama saja seperti remaja yang sedang bingung menentukan pilihan." kritik Mr. Charles mengabaikan pertanyaan Will.

Mr. Bradley tampak berpikir keras. Mr. Charles meletakkan pulpennya diatas meja dengan agak keras, hingga menimbulkan suara yang membuat semua terfokus padanya. "Kita buat kebijakan sementara yang tertulis dan memberi tahu kepada mereka kalau kasus ini sudah ditutup oleh jaksa, saranku juga kita berikan sedikit akomodasi agar mereka tidak terus merengek."

"Kita bicarakan nanti saja masalah itu," ucap Mr. Bardley angkat tangan.

"Baiklah, keputusanku saat ini, kasus C ditutup. Sekretaris dan staff manager, siapkan berkas untuk memberi keputusan pada jaksa."

Mereka yang tadi disebutkan segera bergerak gesit. Kini tersisa beberapa anggota Black Roe termasuk Ara. Ara menatap Mr. Bradley yang kini sedang menyusun strategi. Seusainya, Ara kembali keruangannya, berpisah dengan Will yang pergi menyusun rencananya. Ara menyalakan laptopnya dan mendapati sebuah notifikasi dari e-mail. Pengirim tak diketahui. Tak ada subjek yang tercantum pula disana. Matanya turun membaca pesan yang tertulis disana.

"Aku akan menghampirimu di dalam mimpimu, beberapa hari. Tapi terkadang kau melihatku seolah-olah seperti kau belum pernah melihatku sebelumnya.

Ketika malam larut akan berakhir, Aku akan menghilang seperti asap. Tapi ketika malam gelap, aku akan kembali padamu dengan mimpi."

Ara mencoba menganggap bahwa pesan ini adalah surat kaleng tidak jelas yang selalu dikirimkan oleh orang-orang yang mungkin kurang kerjaan. Disisi lain, otaknya berputar, kenapa pesan ini seakan berhubungan dengan mimpinya semalam?

CLASSY KILLER (REVISI)Where stories live. Discover now