Stevy & Steve VI

615 23 0
                                    

Renata menyembunyikan diri di kamar. Ia kepikiran Steve dan cemburu pada Stevy. Sejak acara Natal kemarin sampai hari ini ia benar-benar kehilangan Steve. Bahkan Steve tidak pernah memintanya untuk menemani main basket. Steve menyibukkan diri untuk sesuatu yang Renata yakin itu dia lakukan untuk bisa ke Jepang, seperti semester kemarin. Dan Steve selalu berhasil untuk perjuangannya demi Stevy.

Karena keingintahuannya yang besar, Renata mencoba mencari tahu keberadaan si kembar di media sosial namun ia sama sekali tidak menemukannya, satu foto pun. Ia jadi bertanya-tanya sendiri apa yang sedang mereka lakukan. Dan itu sangat menyakitkan.

***

“Abang?!!”

Stevy teriak ketika dia membuka pintu flatnya ternyata Steve yang berdiri di sana. Mereka pun berpelukan mesra sekali. Binar mata keduanya terlihat dan mereka tak kunjung melepas eratan pelukan itu.

“How come?”

“Aku les seksofon, aku belajar keras supaya bisa lulus seleksi tim pagelaran music untuk tampil di stasiun tivi dan aku dapet uang untuk beli tiket. Akku enggak jajan dan aku belajar giat supaya juara satu lagi. Demi kamu.”

Stevy tersenyum. Ia menatap mata kembarannya hangat.

“Aku kangen banget sama kamu Ste.”

"Aku juga.”

Steve meletakkan tas dan kopernya, kemudian mereka duduk di sofa dan saling bertukar cerita. Steve berkali-kali membuat Stevy tertawa dan mereka terdengar bahagia sekali.

"Terus Renata?” Stevy beranjak mengambil sebotol minuman dingin.

“Semester ini aku kurang main sama dia, sibuk les seksoron dan lomba basket.”

“Serius?”

“Ya.”

“Tapi kalian baik-baik aja kan? Pacaran?”

Steve teringat kalau kemarin itu Renata sudah pasti menjawab kalau dia hanya ingin bersahabat dengan Steve. “Dia hanya ingin sahabatan, dia pernah cerita kalau Alamrhum Papanya mau dia fokus sekolah dulu.”

Stevy mengangguk. “Renata memang gadis polos. Tapi aku lihat cinta dimatanya.”

Steve tidak menjawab. Ia menenggak minumannya sampai kandas.

“Aku tadi masak ayam goreng dan oseng-oseng buncis, makan yuks.”

Steve tersenyum. “Mandiri kamu yah.”

Stevy tersenyum, ia pun menyiapkan semuanya dan mereka makan bersama.

“Kapan kita jalan-jalan?”

“Kamu kan lagi sekolah?”

"Akhir minggu boleh.”

Mereka pun saling bertatapan kemudian tersenyum geli.

Steve menarik Stevy mendekat kemudian ia merapikan rambut kembarannya. “Dilihat-lihat semakin besar kok kita semakin mirip ya Ste? Padahal dulu kita beda banget.”

“Iya. Aku juga berpikir gitu. Dan aku merasa kita deket banget enggak kayak waktu SMP.”

“Dan aku makin sayang sama kamu Ste.”

“Aku juga.”

“Apa semua kembar kayak kita merasakan hal yang sama?”

Stevy mengangkat bahu. “Mungkin. Aku enggak peduli, aku cuma peduli kita.”

Steve mengangkat wajah Stevy dan memandanginya. “Aku sayang banget sama kamu.”

“Bang Steeeeeve.”

Stevy & SteveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang