HABLUR (9)

4.6K 449 133
                                    

Papa adalah cinta pertamaSetiap anak perempuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Papa adalah cinta pertama
Setiap anak perempuannya

Papa adalah cinta pertamaSetiap anak perempuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruby menapaki teras dengan hal asing yang membuatnya pusing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruby menapaki teras dengan hal asing yang membuatnya pusing. Mukanya semerah tomat dan bibirnya tertarik terus sedari tadi. Sampai-sampai ia perlu menggigitnya agar bibir tersebut berhenti bereaksi.

Ia mencium buketnya. Mawar peach yang wangi dan cantik. Duh, Ruby ingin tersenyum lagi.

Gila, gila, dia bisa gila kalau begini terus.

Setelah membuka pintu, ia langsung mengisi vas bunga dengan air dan meletakkan mawar tersebut di kamarnya. Dibukanya jendela lebar, membiarkan angin menerpa masuk, yah Ruby perlu menenangkan diri dari sesuatu yang panas dari tadi.

Matanya memandang buku pemberian Rimba. Buku yang mendapat penghargaan sastra di tahun ini. Kemarin, Ruby pernah mencari buku ini tetapi sedang kehabisan. Rupanya, rezeki tetap tidak akan tertukar. Mungkin, Pluto dengan segala rahasianya memberi bisikan kepada Rimba tentang hal-hal yang diketahuinya.

 Mungkin, Pluto dengan segala rahasianya memberi bisikan kepada Rimba tentang hal-hal yang diketahuinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu akan menyukai ini

          

Dengan cepat, jalinan pita di sampul dibukanya. Hidungnya mengendus bau kertas dari buku baru. Khas dan melenakan.

Bagaimana bisa manusia menyukai hal-hal aneh yang susah dijelaskan? Bau buku baru, harum rumput setelah dipotong, aroma hujan yang susah dideskripsi dan sejumput riak asing mengganggu juga menyenangkan.

Masih dengan memegang buku, Ruby memandang halaman rumah. Ia ingin membaca tetapi tidak bisa konsentrasi. Padahal sekitar sepi. Benaknya kosong melompong dan ia hanya ingin melamun, mengingat kembali kejutan yang dibuat oleh Rimba. Kok bisa ya di luar prediksinya?

Buku diletakkannya di meja, ia bergerak membuka laci, meraih kain berwarna merah. Slayer Pasuspala yang ditemukan sebelum melihat Rimba dipukuli geng yang beraninya keroyokan. Apa slayer ini punya Rimba?

Suara pintu dibuka membuat Ruby segera menaruh slayer tersebut dan menutup laci. Badannya berputar hendak menoleh keluar. Namun, Papa lebih dahulu masuk ke dalam kamarnya.

"Loh, baru pulang?" Papa mengamati Ruby yang masih mengenakan seragam. Ruby bergeming. Ia tidak memberitahu Papa kalau pulang sore, hari ini.

"Nggak masak dong? Padahal Papa kangen sambel terasi Ruby." Papa memasang muka merajuk. Lelaki itu menaruh ransel besarnya di pinggir tempat tidur, berjalan perlahan menuju sesuatu yang menarik matanya.

"Bunga dari siapa?" Mata Papa memicing dan bibirnya menyeringai geli. Muka Ruby memerah, dan ia kesulitan untuk menjelaskan ke Papa. "Oh, jadi ini yang bikin anak Papa pulang sore," cetus Papa sambil mengamati mawar peach pemberian Rimba.

"Apa sih, Pa?" Ruby berusaha melawan rasa hangat yang melumuri wajahnya. "Itu dari temen, kok."

Papa terkekeh. Lelaki berambut gondrong dengan jambang liar ini jelas tahu, teman mana sih yang akan kasih mawar seistimewa ini? "Iya, temen. Temen jadi demen," kelakar Papa sambil mencolek hidung bangir Ruby.

"Bilang sama temen Ruby, besok-besok jangan bunga segar lagi. Bunga bank, deposito, emas gitu." Ruby membelalak sedangkan Papa tertawa sampai batuk.

"Saking temen sampe nggak masak buat Papa lagi," tambah Papa makin memanasi. Lelaki itu bersandar pada kusen jendela yang dibuka Ruby.

"Kirain Papa nggak pulang tadi. Kan, Papa bilang pulangnya lusa." Bibir Ruby mulai mencuat, sifat manja yang hanya keluar jika bersama orang tua.

"Digidaw! Tapi ternyata Papa dateng lebih cepat, we... Papa kan mau kasih surprise. Eh, ternyata Papa yang dapet surprise." Jalinan bibir Ruby tersimpul senyum mendengar kalimat Papa. Dasar Papa! Sudah tua tapi masih sok berjiwa muda. Papa sering bilang kalau orang lapangan sepertinya tentu lebih berjiwa muda. Bertemu dengan banyak orang dan banyak karakter membuat Papa tetap awet muda.

Lihatlah. Papa masih memakai celana jins dengan kaus raglan sesiku ditutup kemeja lapangan berkantung. Jangan lupakan rambut ikal yang tidak dipotong-potong bersama uban yang menghiasi warnanya. Papa biasa menguncir rambut menjadi bulatan tinggi, benar-benar Rastafarian.

"Cie, anak Papa punya pacar." Papa dan Ruby mulai keluar kamar, menuju dapur yang letaknya tidak jauh dari sana.

Ruby mulai menurunkan lauk beku dari freezer. "Ayam atau ikan, Pa?"

"Cinta aja," jawab Papa mengerling.

"Papa!" sungut Ruby sambil mencebik.

Mendapati putri satu-satunya beraksi begitu, Papa makin memperuncing olokan. "Ejiye. Yang mana sih anaknya? Kenalin dong sama Papa. Sebagai calon mertua yang baik, Papa ini bisa menilai kriteria calon menantu. Tenang, nggak akan Papa tes apa-apa. Nggak harus ngalahin Papa main catur dulu sebelum ajak Ruby nge-date."

HABLUR [Moving]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang