—Son Naeun
Aku tengah bersiap - siap menuju panti jompo. Ah, sudah lama sekali aku tidak menemui mereka.Ting! Tong! Kegiatanku terhenti saat mendengar bel apartement yang sangat berisik —berbunyi.
Aduh, siapa sih?
Cklek! Aku membuka pintu, dan reflek berteriak saat melihat Seulgi dalam keadaan berantakan di gendongan Taemin.
Aku mempersilahkan mereka berdua masuk, dan menyuruh Taemin menidurkan Seulgi di sofa.
"Astaga, Seulgi kenapa?" Tanyaku khawatir.
Taemin menceritakan seluruh kejadian dengan cepat. Setelah itu, aku beralih menggantikan seragam Seulgi dan menunggunya siuman —dengan menempelkan minyak beraroma herbal di hidungnya.
"Eun, ini akan menjadi rumit" Ujar Taemin memecah hening.
Aku menatapnya bingung.
"Sebaiknya kau kembali ke sekolah dan mengatakan yang sebenarnya, kau juga bisa mengatakan bahwa yang dikatakan Seulgi itu bohong, sehingga tidak akan ada pihak yang tersakiti disini" Ujarnya lembut.
Aku menghela nafas, menatap Seulgi lurus. Taemin benar, tapi aku tidak bisa.
"Tidak, aku tidak bisa dan tidak mau. Itu sama saja menyerahkan hidupku kembali pada kesengsaraan, Taemin. Setidaknya sekarang aku ingin merasakan kebahagiaan dulu" Ujarku lirih menatap udara kosong.
Taemin ikut menghela nafas, "Kau hanya perlu kembali ke sekolah, tidak perlu kembali ke rumah mereka, Naeun".
Astaga, ini benar - benar akan menjadi rumit.
"Tidak bisa, Lee Taemin. Kau tidak akan mengerti. Tidak apa jika aku dibilang jelek, bodoh, kampungan. Tapi, tidak dengan harga diriku. Aku sudah terlanjur mengatakannya dan itu tidak bisa ditarik seperti tali begitu saja.
Aku mengatakan lalu selanjutnya aku mengelak. Mau ditaruh dimana wajahku, Lee Taemin? Aku tahu, aku bodoh, tapi aku masih peduli harga diriku.
Tidak apa jika aku dibilang jalang, memang itu mauku agar mereka —para fakefriend— menjauhiku.
Kau tidak akan pernah mengerti!" Aku tidak sadar, aku menggunakan nada tinggi.
Oke —aku kelewatan memang. Tapi, sungguh, ucapan Taemin benar - benar membuatku naik darah.
"T-tapi—" Ucapan Taemin terpotong.
"Sudah cukup, Lee Taemin" Aku berkata dingin, memejamkan mata.
"Lebih baik kau pulang, biar Seulgi Jimin yang akan mengurusnya" Aku kembali berkata dingin, tanpa menoleh kearah Taemin yang terkejut.
"E-eun, A-aku—" Lagi - lagi ucapannya ku hentikan.
"Jika tidak ingin pulang, lebih baik kau diam." Setelah berkata seperti itu, aku berlalu melewati Taemin, menuju balkon dan menutup pintunya dengan kasar.
Aku butuh menenangkan diri.
Hari ini, semenjak seminggu lebih kemarin, akhirnya aku membutuhkan waktuku untuk sendiri —lagi. Semenjak kemarin, aku lebih banyak bersama Jimin dan Taemin, aku lebih banyak bahagia.
Tetapi, hari ini, aku merindukan waktuku yang sendiri —tanpa bersama siapapun.
Kadang, manusia memang selucu itu.
Ketika kita sudah diberikan kebahagiaan, kita malah menuntut agar kembali sendiri —menikmati waktu sepi. Namun, ketika kita sedang kesepian —sendiri, kita memohon agar diberikan kebahagiaan.
Cklek, pintu balkon terbuka. Aku tahu, Taemin pasti akan menemuiku.
Ia duduk disampingku. Kami terdiam cukup lama, membiarkan angin yang memecah lenggang.
"Aku minta maaf, Naeun" Ia berkata lembut dan tulus, akhirnya Taemin bersuara.
"Maaf, aku terlalu bodoh, tidak berpikir sampai situ. Aku benar - benar minta maaf" Ia melanjutkan.
"Aku memang tidak mengerti, Eun. Aku hanya mencoba untuk memahami, tapi malah menyakiti perasaanmu. Maafkan aku" Aku membiarkannya untuk terus berbicara.
"Aku hanya ingin melindungi kalian berdua —dua perempuan yang aku sayang. Aku hanya ingin membuat kalian tidak terluka, tapi malah justru sebaliknya.
Kang Seulgi, sahabatku yang mungkin sudah kuanggap adikku sendiri. Walaupun aku memintanya untuk menjauhiku kemarin, tapi tetap saja —aku akan menyayanginya sebagai sahabatku. Aku tidak akan pernah rela jika ia diperlakukan seperti itu.
Lalu, kau, Son Naeun—" Ada jeda dalam kalimat Taemin.
Ia terlihat mengambil nafas panjang,
"Son Naeun —gadis yang ku cintai. Bagaimana mungkin aku akan membiarkannya terluka? Walaupun aku tidak seperti Jimin yang mengetahui semuanya tentangmu, tapi aku merasakan rasa sakitmu yang selalu dibully. Dulu, aku pernah merasakannya." Aku terhenyak dalam diam.
Kini, Taemin menatapku. Namun, aku enggan untuk membalas tatapannya.
Aku tahu, lebih dari apapun, urusan hati pasti akan lebih rumit. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Tidak boleh.
"Mengapa?" Tanyaku parau, menahan sesak.
"Mengapa apanya?" Taemin bertanya bingung.
"Mengapa —kau menyukaiku?" Suaraku semakin serak.
"Kau pantas untuk dicintai, Son Naeun. Tidak perlu memakai berbagai alasan, orang yang melihat kelembutan hatimu pasti akan mencintaimu.
You're such an angel." Taemin menggapai tanganki yang dingin —menggenggamnya.
Tidak, ini tidak boleh terjadi.
"Lee Taemin—
—don't fall in love with me." Aku menarik tanganku kembali. Menutupi wajah —menangis.
Tanpa aku dan Taemin ketahui, Seulgi mendengar semuanya.
Hai! Ditunggu kritik dan sarannya, juga kerelaan hatinya untuk mem-vote cerita ini, makasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
what is love?✔
Fanfiction⏩ what does love mean if you hate each other? ⏪ taeun ft. seulmin. complete © luckyyoungg, 2018. cr pict; pinterest.