Suasana hatiku mulai membaik dan aku memutuskan untuk pergi ke kafe dekat sekolah bersama Andra. karena aku tau pasti papa menungguku di rumah, maka dari itu aku tidak ingin cepat cepat pulang. mungkin nanti aku akan menginap di rumah Andra untuk menenangkan diri dulu sebelum menghadapi papa.
"Lo mau pesen apa?" tanya Andra sambil membolak-balikkan buku menu
"Burger sama lemon tea." jawabku singkat yang di angguki oleh Andra
"Mbak pesan pizza 1, burger 1, hotdog 1 sama minumnya lemon tea 2." Pesan Andra pada salah satu pelayan di kafe tersebut
"Baik sebentar lagi pesanan akan di antar." ucap pelayan tersebut sambil melangkah pergi
bukankah tadi aku hanya memesan burger dan lemon tea ? mengapa dia pesan sebanyak itu? dasar dia tidak pernah berubah, awas saja jika dia tidak menghabiskan semua itu.
"Andra lo gila pesen sebanyak itu." protesku
"Gue waras seratus delapan pulu derajat lo tenang aja."
"Serah lo."
aku memutuskan untuk tidak meladeni Andra karena memang suasana hatiku dalam keadaan yang mulai kacau walaupun sedikit membaik, aku menatap jalanan yang mulai ramai lewat jendela besar di samping tenpat aku duduk. andra yang tau kondisi ku pun hanya ikut diam larut dalam pikiran masing-masing. beberapa menit kemudia seorang waiters datang dan menaruh pesanan kita di atas meja yang sudah di sediakan. aku hanya menatapnya tanpa minat, selera makanku sangat buruk saat ini.
"Di makan Sena." suruh Andra sambil menatapku dalam, aku pun terpaksa mengambil burger yang tadi aku pesan dan mulai memakannya sambil melihat ke arah jendela
"Emang jendela itu lebih ganteng daripada gue yah?" tanya Andra mencoba menghiburku, aku yang hanya melirik nya sekilas membuatnya menggerutu kesal
"Lain kali kalau mau makan jangan ajak-ajak gue beli jendela kaca aja yang banyak biar bisa nemenin lo." kesal Andra sambil menggigit hotdog
"Ndra gue lagi males ngomong, mending lo diem aja makan tuh pesenan lo yang kalau pesen nggak pernah pakek otak." ucapku kesal sambil menatap Andra
"Sena Geraldine emang gimana legendanya pesen pakai otak itu, emang otak bisa ngomong?"
"Bisa kalau pakai baterai." jawabku santai sambil menyenderkan punggungku ke sandaran kursi
"Emang iya? Bearti lo pinter itu gara-gara-"
"Andra diem sebelum gue sumpel mulut lo pakai sepatu gue." ancamku yang membuat Andra seketika diam dan memakan makanannya kembali
ternyata ancaman itu bisa membuat Andra diam, aku hanya tersenyum tipis sambil menatap ke arah jalanan. tidak ada lagi suara bising Andra, yang ada hanya alunan musik dan suara gerimis. memang beberapa menit yang lalu awan mulai mendung dan di sertai dengan gerimis. setiap hujan aku selalu rindu dengan bunda, dia akan sibuk membuatkanku sup dan berbagai camilan hangat serta teh yang membuat pelengkap dan kita bertiga akan duduk di teras sambil makan apa yang tadi bunda masak sambil mengobrol dan bercerita seru lainnya.
"Bunda lagi apa yah ndra?" tanyaku tiba-tiba membuat andra tersedak saat memakan pizzanya
"Gimana kalau habis ini kita ke bunda, gue juga udah lama nggak ke sana." usul Andra sambil menatapku, aku hanya bisu tanpa suara. lidahku begitu keluh, air mataku juga mulai membasahi pipiku. aku selalu lemah saat membahas bunda
"Gue tau lo kuat Sen." ucap Andra pelan sambil mengelus punggung tanggaku, aku hanya bisa menatap Andra dengan senyuman tipis
"Tuh kan lo itu cantik kalau senyum, etdah dari tadi dong." ucap Andra girang saat melihatku senyum
"Udah ah yuk, katanya mau ke bunda." ajakku
"Siap bu bos."
setelah kita meninggalkan kafe tersebut, Andra menyuruhku masuk ke dalam mobil dan beberapa menit kemudian kita sampai di salah satu rumah sakit Jiwa persada. aku hanya bisa berdiri membeku di samping mobil, kakiku terasa begitu lemas. sudah lama sekali aku tidak mengunjungi bunda, terakhir aku bertemu bunda saat bunda di bawa ke rumah sakit jiwa dan setelah itu papa melarangku untuk bertemu bunda. dan memindahkan bunda ke rumah sakit Jakarta membuatku semakin sulit menemuinya. terhitung sudah 6 taun lamanya kau tidak melihat bagaimana kondisi bunda.
andra yang menyadari aku yang hanya diam saja sambil menatap nanar gedung rumah sakit, dia membalikkan badannya dan menggandeng tanganku pelan. aku hanya bisa mengikuti langkah besar Andra, dan kita berdua sampai di sebuah kamar dengan nomer 73 Mawar. aku hanya mampu memegang knop pintu, rasanya tanganku sangat lemas tidak ada tenaga untuk mendorong pintu tersebut.
Andra hanya bisa tersenyum kecut melihat kondisi sahabatnya itu, tangannya ia letakkan di atas tangan Sena dan membantunya membuka pintu. setelah pintu nya benar-benar terbuka, pandangan Sena tertuju pada seorang wanita dengan kursi rodanya yang sibuk melihat ke arah jendela, pandangannya kosong, kulitnya juga mulai keriput. gadis itu berlari dan memeluk wanita itu, menangis.hanya itu yang bisa dia lakukan. sedangkan wanita itu hanya diam tidak bereaksi apa pun, membuat hatinya semakin ngilu.
"Bunda ini Sena, maaf bunda maaf. Sena kangen sama bunda." ucap Sena dengan tangisnya sambil memeluk bundanya dari samping
"Sena?" wanita itu pun akhirnya menoleh ke arahnya membuat Sena mendongakkan kepalanya dan tersenyum senang
"Iya bunda ini Sena."
Wanita itu memutar kursi rodanya dan menuju sebuah nakas di samping tempat tidurnya, dia mengambil sebuah kotak bewarna hitam dengan ukiran khas jawa. Lalu ia putar kembali kursi rodanya mendekati Sena. ia raih tangan putrinya, dan dia letakkan tepat di telapak kanan Sena.
"Apa ini bunda?" tanya Sena dengan rasa penasarannya
"Setelah kamu melihat isi kotak itu, jangan pernah temuin bunda lagi." dia pun memutar kembali kursi rodanya memunggungi Sena
jangan lupa untuk vote and coment dan juga jangan lupa follow ig ku @ameliadputri di sana akan banyak podcast tentang cerita ini, see you

KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy √
Teen Fiction"Terkadang tak semua jalan harus selalu lurus untuk menemukan sebuah jalan, bisa saja harus melewati beberapa belokan untuk bisa tau artinya bersabar" Arsen,Laki-laki bermuka datar dan sangat dingin sekaligus memiliki wajah yang begitu tampan, tida...