Mari kita teruskan....
3. Live It
Jack masih mencoba mencerna apa yang dijelaskan Rowena tentang kondisi tubuhnya. Tanpa rahmat dan kekuatannya, sel-sel di dalam tubuhnya yang terdiri dari sela manusia dan sel malaikata, sedang berperang dan saling menjatuhkan. Mereka sedang berperang. Perang itu yang merusak sistem di dalam dan membuatnya terlihat sakit keras.
Ya, mungkin dirinya memang sedang sekarat. Dan seperti artikel yang pernah dibacanya tentang penyakit kanker yang amat ditakuti setiap manusia, tidaklah jauh berbeda dengan yang dialaminya kini. Ia sama dengan pasien kanker lainnya. Tapi jika mereka masih dapat bertarung dengan bantuan obat, dirinya tidak ada yang bisa membantu. Tidak ada obat atau sihir manusia yang bisa menyembuhkan seorang Nefilim, dan itu artinya dia akan mati. Mati meninggalkan dunia ini, dunia yang mulai ia nikmati.
Dirinya baru satu tahun lebih hidup di dunia ini, masih belum puas menikmati dunia dan sekelilingnya. Meski tidak selalu baik, dia menyukainya. Dan ia ingin mencoba dan mengenal semuanya. Tapi jika ia tidak memiliki banyak waktu lagi, mungkin ia akan menghabiskan waktu yang tersisa untuk menikmatinya.
Keputusannya sudah bulat. Untuk kali ini ia akan keluar dari bungker dan menjelajah semua yang belum ia rasakan, meski harus seorang diri, tanpa ada yang menemani. Ia tahu Sam, Dean dan Castiel, tidak akan menyetujuinya dengan keadaannya kini, tapi Jack tidak peduli. Ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu percuma.
Segera ia berkemas, memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam tas ransel. Kali ini tidak akan ada yang bisa mengurungkannya.
"Hey, Jack? Kubawakan kau susu dan roti." Tiba-tiba Dean masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas susu dan sepiring sandwich besar. Ia pun terkaget melihatnya sedang berkemas.
"Kau mau pergi?"
"Aku akan ke Vegas," jawab Jack, tanpa menghentikan tangannya yang masih sibuk mengemas pakaiannya. "Atau mungkin ke Tahiti."
Dean terkatup melihatnya. "Baiklah. Ide yang bagus," dengan mengangguk, mencoba mengerti keinginan Jack. "Tapi apa menurutmu ini waktu yang pas?"
Jack segera memakai tas ranselnya. "Malah sangat tepat."
Dean terdiam. Terbaca ada sesuatu yang harus diluruskan. Ditaruhnya susu dan piring sandwich itu di atas meja.
"Dengar Jack_"
"Sejak aku lahir, orang sudah menganggapku begitu istimewa yang akan hidup selamanya," Jack menyela halus. "Hanya saja, selamanya itu, mungkin tinggal beberapa minggu lagi, jadi..."
"Jack, kita tidak tahu itu..." Dean memotongnya pelan.
"Yang aku tahu sekarang, aku sudah selesai menjadi istimewa."
Dean terkatup.
"Sebelum hidupku berakhir, aku ingin menikmatinya. Aku ingin merasakan berjemur, menyaksikan pertandingan hoki, mengumpulkan tiket parkir," Jack tersenyum sendiri, menyebutkan hal-hal sepele yang belum dan sangat ingin ia rasakan. "Merasakan bosan... dan saat tiba waktunya, mungkin aku bisa mati dengan tenang."
Dean masih terdiam mendengar ungkapan hal-hal yang ingin dilakukan jack sebelum mati. Begitu menyayat hati untuk anak yang belum lama hidup di dunia ini.
"Jadi itukah rencanamu?"
Jack tersenyum tenang, "Aku tidak mau menghabiskan waktu untuk berdebat, aku tahu kau tidak akan setuju," dan siap berjalan menuju pintu.
"Apa aku bilang tidak setuju?" sahut Dean menghentikan langkah Jack.
Jack terkatup. "Kau setuju? Kau tidak marah?"
Dean mengendikkan bahu, "Kita pergi sama-sama."
Jack semakin terkatup, dan tak percaya. Tapi Dean mengangguk meyakinkannya.
Senyum senang tersungging di sana.
***SPN**
"Jadi bagaimana kelihatannya menurutmu? Karena tidak ada satupun pemburu yang mengetahui atau bahkan mendengar sebelumnya?" Sam berbicara di teleponnya dengan mondar-mandir gelisah. Ia bersama Castiel dan Rowena sedang berada di Perpustakaan, mencari segala informasi yang mereka tahu untuk dapat menolong Jack.
"Aku tahu kau tidak mau berbicara denganku, Maghda, bahkan tidak ada satupun yang mau bicara padaku," Rowena menghubungi kawan sesama penyihir. "Tapi aku sedang dalam sutuasi darurat. Nefilim yang kukenal, sedang sekarat."
Castiel yang sedang membuka-buka buku tebal, terpotong perhatiannya dengan kehadiran Dean di tengah mereka.
"Dean?"
Dean melihat ketiga sibuk dan tenggelam dalam buku-buku.
"Bungker memang memiliki informasi dan kitab-kitab berbahasa Enochian, tapi tidak ada satupun yang menjelaskan tentang nefilim dan kekuatannya," lapor Castiel.
"Dan aku juga sudah menghubungi penyihir terhebat yang kukenal, dan mereka juga mengatakan tidak ada yang bisa menolong Jack," lanjut Rowena.
"Yaa, berarti mereka bukan yang terhebat, kan?" Dean menyeringai pahit.
Rowena terdiam dongkol.
"Mhmm, aku sudah menelepon Ketch, dan dia punya kenalan seorang Shaman," ucap Sam.
"Shaman?" Jujur Dean meragukan seorang Shaman. *Dukun.
"Yea, British Men of Letters sering menggunakan jasanya sebagai konsultan, yang bisa menyelesaikan hal yang tak terselesaikan. Dia orang yang bisa membantu kita. Orang yang berpengalaman dalam hal tak lazim. Ketch bilang dia bisa dipercaya."
"Ketch yang bilang?" Castile justru tidak memercayai Ketch.
"Yeah.
"Namanya Sergei. Aku sudah mendapatkan alamatnya, dan sudah bersedia untuk ketemuan."
Castiel menghela napas. "Baiklah, aku yang pergi," seraya bangkit dari duduknya. "Kau dan Dean harus tetap di sini menjaga_" Castiel terhenti dengan melihat Jack muncul dan berdiri di samping Dean, siap untuk pergi.
"Jack? Hey?" Sam melihat dengan curiga Jack dan kakaknya, seperti berencana sesuatu. "Apa kalian_"
"Kami mau pergi..." jawab Jack memandang Sam, Castiel dan Rowena.
Castiel tercenung, "Kalian akan_ kemana?"
"Kami akan jalan-jalan sebentar, memanaskan Baby," lanjut Dean.
Sam terkatup. "Menurutmu ini ide yang bagus?" Ia memastikannya lagi, mengingat kondisi Jack.
Dean mengangguk pasti dengan tersenyum, "Yea, tentu saja. Ayo, Jack," dan berbalik menuju pintu keluar.
Sesaat Jack masih memandang ketiganya dengan tersenyum manis, sebelum menyusul Dean penuh semangat. Mereka akan pergi berdua.
Sam dan Castiel menyaksikan kepergian mereka dengan prihatin dan perih. Bukan sesuatu yang nyaman dilihat.
***SPNSPN***
TBC
YOU ARE READING
Last Log
Fanfiction"Sejak aku lahir, orang sudah menganggapku begitu istimewa yang akan hidup selamanya. Hanya saja, selamanya itu, mungkin tinggal beberapa minggu lagi. Yang aku tahu sekarang, aku sudah selesai menjadi istimewa." - Versiku dari episode 'The Scar', 'U...