Sebelum gilirannya tampil, Erika menyempatkan diri untuk berlari mendekati Amel, menerobos beberapa member yang sedang berdiri dan berlalu lalang di sekeliling back stage ini. Erika memberikan satu botol minuman dingin pada Amel, "Capek gak?" tanyanya mengusap keringat di dahi dan pelipis Amel. Sedangkan Amel mulai meminum air itu.
"Capek." Setelah selesai minum, Amel menyimpan botolnya kemudian menggenggam pergelangan tangan Erika dan menatapnya dalam. "Makasih ya?" ucapnya sambil mengusap punggung tangan Erika. Ada ketenangan yang meresap ke dalam dadanya ketika ia bertemu pandang dengan kedua bola mata teduh Erika. Rasanya sangat menenangkan.
"Bentar lagi konsernya selesei, kamu bisa istirahat." Tangan Erika beralih, merapikan poni Amel yang sedikit berantakan karena keringat.
"Ada pengumuman gak ya?" tanya Amel tiba-tiba resah memikirkan pengumuman nanti. Sebenarnya ia tak perlu tegang karena belum tentu ada pengumuman tentang dirinya, ia hanya takut ada pengumuman yang membuat dirinya kehilangan kesempatan untuk bersama Erika.
"Pasti." Erika menggenggam kedua bahu Amel dengan erat dan menatapnya dalam. "Percaya sama aku, aku pasti bisa bikin kita satu team, apapun caranya. Oke?"
Amel menyunggingkan senyumannya dan mengangguk yakin, "Aku percaya," jawabnya. Wajah serius Erika tampak sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Apapun hasilnya nanti, meskipun ia kecewa, ia tak akan melampiaskan kekecewaannya pada Erika. Amel yakin, di belakangnya, Erika juga sudah berusaha meski Erika tak pernah menunjukan usaha itu kepadanya.
"Jangan khawatir." Erika tersenyum tipis kemudian menarik dagu Amel dan mengangkat sedikit dagunya sendiri sampai bibirnya berhasil menyentuh dahi Amel.
"Erika, K3 tuh! Jan pacaran mulu!" teriak salah staff sedikit berteriak karena jaraknya dengan Erika cukup jauh.
"Semangat." Amel mengepalkan tangannya, memberi semangat pada Erika.
"Siap." Erika mengacak-acak rambut Amel sebelum akhirnya berlari cepat menyusul Teamnya yang sudah lebih dulu berlari menuju stage.
"Gue liat-liat, lo kaya banyak pikiran." Entah dari mana asalnya, Ariel tiba-tiba saja datang kemudian duduk di samping Amel yang juga baru saja duduk.
Amel menggeleng pelan tanpa mengalihkan pandangannya pada Ariel. Hatinya masih dipenuhi oleh keresahan, debaran jantungnya sangat terasa cepat. Entah ini artinya pertanda baik atau buruk, ia tidak dapat menerkanya. Amel mengeluarkan napas berat kemudian mengusap wajahnya sedikit kasar. Amel menggoyang-goyangkan kedua kakinya, tampak sangat gelisah. Siapapun bisa melihatnya.
Ariel mengedarkan pandangan ke sekeliling, memastikan tidak ada siapapun yang memperhatikan keberadaannya. Setelah itu, ia menyentuh punggung tangan Amel lalu menggenggam erat tangannya, "Yakin?" tanyanya melirih pelan.
Amel memandangi tangannya yang berada dalam genggaman Ariel kemudian menarik pandangannya pada wajah Ariel yang terlihat serius, "Gapapa kok. Tumben baik?" Amel tertawa kecil melihat Ariel yang tidak biasanya seserius ini. Biasanya gadis itu sangat tengil, sama dengan kekasihnya.
"Yaelah, emang gue jahat?" Ariel mendengus pelan. "Gue dari tadi merhatiin, kayanya lo cemas gitu. Terus tadi juga Erika gak biasanya cium gitu di depan semua orang."
Amel mengangguk-anggukan kepalanya lalu menatap Ariel dengan mata memicing curiga, "Lo perhatiin kita dari tadi?"
Ariel sedikit terkesiap dan buru-buru melempar pandangannya ke arah lain, "Ngga kok, cuma keliatan aja," jawabnya memang sedikit gelagapan dan itu tentu membuat Amel sangat yakin dengan ucapannya bahwa sedari tadi Ariel memperhatikan mereka.
Amel tersenyum kemudian mengeratkan genggaman Ariel kepadanya, "Di sosial media kita emang sering drama rebutin Erika cuma gue mohon, jangan sampe kebawa ke dunia nyata ya?" Amel masih menatap Ariel bahkan ketika gadis itu mengangkat kepala, menatapnya dengan lembut. "Lo gak mungkin rebut Erika dari gue 'kan?"