Mereka kesulitan menemukan pintu keluar.
Niel sudah mengatakan pada Havrelt jika pintu keluar itu, tersembunyi dibalik lukisan dinding. Namun, rasanya sudah lebih dari lima belas menit, Havrelt dan Archer mencari dan belum menemukannya.
Havrelt mendengus kesal. Jika mereka berada lebih lama lagi di sana, kemungkinan para musuh akan menyadari ada yang keanehan dengan semua yang terjadi malam ini. Misalnya tentang, ke mana dua penjaga yang berada di pintu ruangan, berisi barang yang akan dilelang. Itu sebabnya Havrelt benar-benar tidak sabar untuk keluar. Dan mereka harus segera menemukan pintu itu.
Langkah mereka terhenti, ada seorang pria dengan senjata di tangan. Orang itu berpakaian seperti para penjaga musuh, pakaian yang serba hitam. Dia sendirian, dari gerak-geriknya yang melihat ke kanan dan kiri sangat mencurigakan. Saat itu Havrelt dan Archer langsung bertindak menyembunyikan badan mereka ke tembok yang berlawanan dengan orang itu. Havrelt mengerutu, sepertinya orang itu, yang ia yakini sebagai musuh, sedang menuju suatu tempat.
"Mau ke mana dia?" bisik Havrelt pada Archer yang berdiri di sampingnya.
Archer menggelengkan kepalanya, menandakan dia tidak tahu. "Sepertinya ke tempat yang rahasia," ternyata Archer juga membaca gerak-geriknya yang mencurigakan itu. "Mungkin lebih baik kita ikuti saja," lanjutnya.
Archer mengintip dari balik tembok dan mendapati jika orang itu berbelok ke lorong sebelah kiri.
"Sepertinya kita memang harus mengikutinya," ucap Archer lagi, tanpa menoleh pada Havrelt.
Havrelt mengangguk. Ia membiarkan Archer memimpin jalannya. Karena Havrelt sendiri juga harus memastikan tidak ada orang yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Well, jika Archer di depannya terluka. Setidaknya pria itu melindungi Havrelt dari ancaman yang menyerangnya.
Orang itu terus berjalan, menelusuri lorong berdinding hitam dan memiliki langit-langit yang cukup tinggi. Lagi. Orang itu berbelok, kiri, kanan, kanan dan kiri. Dan sepanjang perjalanan itu Havrelt dan Archer masih sabar mengikuti orang itu, yang semakin menghabiskan setiap detik dan menitnya. Rasanya mereka memang berada di ambang kematian. Sebenarnya bisa saja jika mereka melakukan cara yang agak kasar untuk keluar dari tempat itu, misalnya melakukan pengeboman besar-besaran, dan peledakan dinding atau melakukan pembobolan dengan cara yang sangat ekstrem. Tetapi cara-cara seperti itu terlalu menarik perhatian.
Menyelinap masuk diam-diam, berarti harus keluar diam-diam, well jika mereka berhasil melakukannya. Dan sepertinya orang yang mereka ikuti akan menjadi kunci keluar untuk Havrelt dan Archer.
Ketika orang itu kembali berbelok kiri, Archer menghentikan langkahnya, membuat Havrelt mengangkat alisnya karena keheranan. Ternyata orang itu berjalan ke arah lorong buntu, yang terdapat lukisan romantis di ujungnya. Dalam lukisan itu, ada sepasang manusia yang berdiri berhadapan, dan saling menatap penuh cinta. Lukisan itu terlihat sangat aneh di lorong hitam itu.
Seketika Havrelt dan Archer berpandangan, tidak perlu diragukan lagi jika mereka memikirkan hal yang sama. Pintu keluar.
Ternyata orang itu benar-benar kunci keluar.
"Bereskan dia, Archer," bisik Havrelt mengeluarkan nada perintah. Kali ini Havrelt sedang tidak ingin mengotori tangannya untuk mengurusi jalan keluarnya. Havrelt mempercayakan Archer untuk membereskan orang itu, dan Havrelt hanya menunggu hasilnya saja.
Archer mengangguk patuh.
Tetapi sebelum Archer melakukan tugas yang baru diperintahkan oleh Havrelt, mereka menunggu beberapa detik untuk memastikan orang itu membuka pintu seperti yang mereka pikirkan. Orang itu menoleh ke belakang, kanan dan kiri. Seolah memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Tentunya, Havrelt dan Archer langsung bersembunyi supaya tidak ketahuan.
Lalu saat keadaan menghening, Archer mengintip lagi. Sedangkan Havrelt hanya menunggu. Mata hijau milik Archer berkilat, melihat orang itu menurunkan lukisannya, menaruhnya dengan hati-hati ke sisi dinding. Setelah itu dia menekan kombinasi sandi yang sengaja ada dibalik tempat lukisan tadi.
Tak butuh waktu lama, ternyata keberuntungan memang berpihak mereka. Dan di sana, ada sebuah pintu yang terbuka otomatis.
Sebelum orang itu pergi dan kembali menutup pintu, Archer langsung bertindak, meraih senjatanya. Dan menembakkan pistol peredam suara ke arah orang itu, tepat ke arah kepalanya, dua kali. Dua peluru itu menembus kepalanya, di tempat yang sama. Tubuh orang itu tersentak, lalu ia terjatuh dengan darah yang mengalir memenuhi lantai.
Archer menyeringai. Bagus, dia tidak menyadari jika hari ini, kematian menjadi miliknya.
Tanpa membuang waktu lagi, Archer mengajak Havrelt mendekati pintu yang masih terbuka itu. Ia masih memegang senjatanya untuk berjaga-jaga jika ada yang menyerang mereka. Havrelt mengikuti Archer yang berlari ke arah pintu.
Mereka berhasil masuk dengan mulus. Sebelum menutup pintunya, Archer meraih sesuatu dalam sakunya. Dan ternyata itu adalah sebuah senter. Saat memastikan pintu itu tertutup dan kegelapan menutupi penglihatan mereka. Archer langsung menyalakan senter.
Cahaya memenuhi lorong yang berdinding batu dan lembap. Mereka bisa mencium bau lumut yang menempel di sisi dinding, dan udara yang mereka hirup bercampur dengan debu dan tanah.
Cahaya dari senter itu, memindai lorong itu. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, sekitar lima meter jauhnya ada sebuah tangga yang menempel ke sisi dinding. Begitu mereka tiba di depan tangga itu, Archer menyorotkan cahaya senternya ke atas dan menemukan sebuah pintu lagi.
Havrelt dan Archer berpandangan, lalu sama-sama menyeringai. Mereka akan bebas.
*****
"Di mana kau memarkirkan mobil?" tanya Havrelt saat mereka berhasil keluar dari kawasan Erepraveen tanpa kendala. Bahkan tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaan mereka.
"Jika dari sini...," Archer memindai sekitar, malam itu salju turun, mulai menghalangi pandangan mereka untuk melihat. Dan angin malam terus berhembus, membawa hawa dingin yang membekukan.
"Kita harus memutari tempat ini, untuk mencapai sisi yang lain. Maaf, saya memarkirkan jeep agak tersembunyi dan tidak terlalu dekat dengan Erepraveen," lanjut Archer.
Havrelt menghembus napasnya, tangan menyentuh koper hitam yang masih ia rangkul di punggungnya. "Baiklah, kita akan memutar saja. Aku tidak ingin menunggu di sini."
Tiba-tiba saat itu tanpa terduga, Havrelt terhuyung dari posisi berdirinya. Archer yang melihat itu langsung menahan bahu Havrelt, agar tidak terjatuh. Archer mengernyit dalam penuh keheranan. Ia tidak mengetahui apa yang disembunyikan oleh tuannya.
"Apa anda baik-baik saja?" tanya Archer melepaskan tangannya, setelah meyakinkan dirinya bahwa Havrelt bisa berdiri tanpa bantuannya.
Havrelt tampak mengerang, ia menyentuh kepalanya. Ia berkata. "Tiba-tiba aku merasa pusing, dan pandanganku mulai mengabur."