"Kenapa diem? gue sayang sama lo!"
Ucapan Kenzo sontak membuat Rhea berhenti bernapas, hingga sesak di dadanya. Dingin, tubuhnya dingin, meskipun panas matahari terik meyinarinya, dengan keringat dingin mengalir bercucuran di pelipisnya.
"Hey sayang, kenapa?" Kenzo membuyarkan lamunan Rhea, mengapa cowok ini jadi berubah sifat begini? Tadinya, dia adalah cowok yang dingin dan sangat cuek, acuh tak acuh, kepada siapapun.
"Apaan sih Ken, pergi sana." perintah Rhea, namun gadis itu membuang muka dari Kenzo, ia tak ingin Kenzo melihat rona merah di pipinya.
"Yaudah, ini minum. Gue pergi dulu. Dan lo, jangan deket-deket sama cewe gue, ngerti?!" Kenzo mengancam Dani dengan mukanya yang sok jago.
Hanya balasan senyuman yang ia dapatkan.
Setelah kepergian Kenzo, Rhea masih berpikir ada apa dengan Kenzo, sikapnya berubah drastis, yang dulunya sangat dingin, sekarang menjadi aneh.
"Dasar cowok aneh," gerutunya dalam hati meskipun ada kesenangan tersendiri.
Dani menatap Rhea dengan kecewa, "Itu cowok kamu?" tanyanya dengan mata sendu.
Rhea melirik sekilas, "Bukan urusan lo!" ketusnya lalu meneguk air mineral yang tadi Kenzo berikan, meskipun itu bekasnya namun Rhea kali ini sangatlah haus.
Dani menatap Rhea dengan sejuta harapan. Harapan yang ia taruh kepada Rhea sejak pertama kali bertemu di kelas kemarin. Ya, Dani mulai menyukai Rhea, sejak dia berani melawan Manda.
Pupus sudah harapannya, mendengar bahwa gadis yang disukainya mempunyai kekasih.
"Cuma pacar, kan? Berarti kan belum nikah, masih ada harapan." gumam Dani pada dirinya sendiri.
****
Segerombolan cowok yang selesai olahraga tadi berjalan menuju ruang kelas, dengan arah yang berlawanan, nampak seorang kakak kelas mendekatinya.
Cowok itu menyapa Kenzo dengam senyuman, "Hey, Bro!"
"Hey, tumben-tumben lo nyapa gue?" Jawab Kenzo dengan sedikit tersenyum, hanya sedikit.
Rehan tersenyum kecil, yang benar saja, mereka kan baru akrab beberapa hari yang lalu, "Hmm, denger-denger lo jadian sama Rhea, ya?"
Cowok itu bertanya dengan serius, dengan sedikit kekecewaan di matanya. Entah apa arti itu. Kenzo sebenarnya malas jika menyangkut Rhea, gadis yang selama ini diakuinya sebagai pacar, namun sebenarnya dia sendiri risih dengan keberadaannya.
"Malah diem lo anjay," celoteh Rehan membuyarkan lamunan Kenzo.
"Eh? Ntar dulu ya, nanti istirahat kita ke kantin, sekarang gue mau ganti baju." ucap Kenzo mengalihkan pembicaraan.
Rehan mengangguk, lalu Kenzo pergi meninggalkan Rehan sendirian.
Ketika sudah sampai di dalam kelas dan sudah berganti baju, salah seorang sahabat Kenzo di sekolah menoleh kepadanya, "Eh Ken, lo sejak kapan jadian sama murid baru itu?"
"Bukan urusan lo," jawabnya dengan malas.
Kenzo sedikit menyesal mengatakan bahwa Rhea adalah pacarnya, sedari tadi banyak yang menanyakan hal itu membuat dia sangat risih. Namun apa boleh buat, ini juga demi keuntungannya sendiri.
Yang pertama, Rhea bisa menjadi penghalang antara dia dengan Manda, dan yang kedua, agar dia tidak dikejar-kejar oleh cewek tengil di luar sana.
"Ayolah, gausah malu-malu gitu," jawab Andra dengan nada yang sangat mengejek, nada yang sangat tidak disukai oleh Kenzo.
Kenzo mulai memelototkan matanya. Andra hanya nyengir dipelototi oleh Kenzo, tatapannya yang begitu tajam, membuat Andra harua menelan salivanya dengan susah payah.
****
Tet tet...
Bel istirahat bebunyi, Kenzo menarik napasnya dalam-dalam, meregangkan pikirannya yang sudah kacau dengan mata pelajaran Fisika ini.
Kini, ia berdiri dan akan menuju kantin. Di depan pintu kelasnya, ternyata ada Rhea yang sudah menunggunya di depan kelas.
"Astaga, bocah ini lagi." gumamnya pada diri sendiri.
Kenzo pura-pura tidak melihat Rhea dan berjalan berlalu begitu saja, "Woy kutub barat, lo itu buta atau cuma pura-pura, sih? Ada bidadari di sini, dilirik aja juga enggak." teriak Rhea mengerucutkan bibir mungilnya.
Kenzo menghentikan langkahnya, membuat Rhea menabrak badannya yang tinggi itu. "Bangsat, berhenti gak bilang-bilang!" protes Rhea.
"Apaan?" tanya Kenzo dengan ketus, seperti biasa, sikapnya kadang sedingin kutub utara.
"Ish, kalo nanya itu yang baik-baik napa!"
Kenzo memutar bola matanya malas, "To the point!" ucapnya yang tidak mau basa-basi lagi.
Semua cewek yang melewati mereka berdua hanya bisa melihatnya dengan iri, karena jarak Rhea dan Kenzo sekarang dekat sekali. Seperti pasangan romantis saja!
"Anjir... iri gue." celetuk seorang cewek dengan tatapan yang sangat iri.
Rhea yang mendengar, langsung saja melihat cewek itu tadi, "Iri apaan?" ketusnya.
"Iri karena lo bisa deket-deket sama Kenzo, gue yang cakep gini aja susah deketinnya, eh elu yang dekil gampang banget, pake pelet dari mana, Mbak?"
Cewek itu menghina Rhea, suasana di lorong kelas itu tidak terlalu ramai, namun masih ada juga yang berlalu lalang menatap mereka.
Rhea melipat kedua tangannya diatas dada, "Pelet ndasmu, gue itu natural aja ya, mau lo kata dekil, bukan urusan lo!" jawabnya dengan nada ketus.
"Ya urusan gue lah, Kenzo secakep itu, mau aja sama lo yang dekil!" jawab cewek yang ber nick name Dila itu.
Pantas saja gadis itu berani, karena dia adalah teman seangkatannya, bukan adik tingkatnya.
Rhea yang tidak sabar, ingin mencengkram gadis bernama Dila itu. Namun, tangannya ditahan oleh sosok Kenzo yang sudah risih hinaan Dila kepada Rhea.
"Udah cewek kayak gitu gak usah diladenin, udah tau ditolak, masih suka kowar-kowar kalo suka sama gue, gak tau malu!" Kenzo mengejek Dila balik. Dila hanya diam mematung. Sedangkan Rhea, tersenyum penuh kemenangan, dia senang di bela oleh Kenzo.
Rhea menjulurkan lidahnya kepada Dila, tanda ia mengejek penuh kemenangan.
Kenzo menggandeng tangan Rhea untuk pergi, membuat hati Dila semakin panas saja.
"Apa sih, Ken. Kata-kata pedas gue belum gue keluarin, nih. Rasanya gatel pengen keluarin." Cerocos Rhea sambil melepas genggaman tangan dari Kenzo.
"Berisik, jadi lo tadi mau ngapain?"
Rhea terdiam sebentar, ia lupa mengapa tadi menyusul di kelas Kenzo. Ada kepentingan apakah? Ia lupa gara-gara Dila tadi.
"Bacot, gue lupa kalo tadi mau ngapain. Diem dulu deh, gue lagi mikir." ujar Rhea sambil mengetukkan jemarinya di ujung bibirnya, bertanda ia sedang berpikir sesuatu.
Kenzo mendengus kesal, "Lama bego," ejeknya dengan kesal menunggu apa yang membuat Rhea datang ke kelas. Gadis itu benar-benar lemot dalam berpikir, bukan berpikir, namun ia bisa dibilang pikun.
Setelah beberapa saat, akhirnya Kenzo jenuh juga, ia meninggalkan Rhea yang masih terdiam memikirkan sesuatu, dari tadi mereka berhenti di samping kantin, hanya untuk menunggu Rhea mengingat sesuatu.
"Woy tunggu bego, lo mau kemana?" Teriak Rhea.
"Kantin, keburu bel masuk."
"Uangnya jatoh!" Teriak Rhea lagi, membuat orang yang mendengar hal itu melihat kebawah, untuk memastikan uang siapa yang jatuh.
"Uang siapacyang jatuh, anying?" tanya salah seorang cowok yang berpakaian dengan sedikit acak-acakan itu menatap Rhea dengan mengerutkan kening, begitupun yang lainnya.
Rhea menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "JEBAKAN BATMAN!" teriaknya yang sebenarnya menghilangkan rasa malunya yang hanya sedikit itu.
"Gak ada. Gue cuma pengin teriak aja." jawab Rhea tanpa dosa.
"STRESS!"
"SINTING!"
"Bacot! Siapa suruh mata duitan?" tukas Rhea yang mendengar celotean para siswa laki-laki yang menyoraki serta mengejeknya tadi.
"Malu gue sumpah, kalo sama lo!" Cercah Kenzo protes, karena sedikit malu dengan tingkah gadis konyol ini.
"Lo mau jajan pake apa? Orang uang jajan lo tadi jatuh." Ucap Rhea dengan santai.
Yang benar saja, Kenzo menggeledah sakunya, ternyata tidak ada uang sepeserpun. Lalu dia menghampiri Rhea yang akan meminta uang jajannya.
"Sini, mana uangnya,"
"Nah, makanya, jadi orang tuh jangan ngebacot mulu. Gue tadi tuh ya, ke kelas lo ternyata mau balikin uang lo yang jatuh itu!" Rhea menjelaskan dengan merasa menjadi pahlawan.
"Udah? Mana!" Kenzo merampas uanh yang ada di tangan Rhea.
Rhea mengerucutkan bibirnya lagi dengan sangat menggemaskan, "Ih, bukannya terima kasih, malah kasar." ucapnya dengan sedikit kesal.
"Karena biar lo marah, lo lucu kalo marah gini!" Kenzo mengacak rambut Rhea pelan.
Bersambung...
Hi readers, Happy Weekend y🌈
Panjang sedikit gapapa ya hehe :v
Btw, follow ig gue ya @dwinastitii