Bab 18

20 4 0
                                    

Teddy


Suara Adzan subuh berkumandang merdu, dari Handphone di saku celananya. laki-laki itu tersadar dari lamunyanya. Ditatapnya perempuan cantik yang masih lelap dalam tidur bersandar di bahu kananya yang kokoh. Laki-laki itu menarik napasya dalam-dalam, lalu menghembuskannya sambil memijat kedua ujung matanya yang terasa perih di pangkal hidungnya yang mancung. Sejak pukul 02.00 dini hari tadi ia terjaga, menekuri majalah di tangannya. Tetapi ia tak benar-benar memperhatikan isi majalah di hadapannya itu, sepintas saja, selebihnya ia hanya membolak-balikkan halaman majalah itu dengan hati resah.

Pikirannya mengembara, melanglang buana memikirkan sesuatu hal di masa lalu. Masa dimana ia pernah menemukan sesuatu yang sangat indah dalam hidupnya di masa kecil dulu. Ia juga tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah lelaki ringkih berwajah cantik di seberang tempat duduknya, yang telah turun di stasiun CIREBON tadi. Wajah lelaki ringkih itu bergelayut dibenaknya. Entah mengapa tiba-tiba saja hatinya resah.

"Allahu akbar Allahu akbar.........la ila ha ilallah........"

Seusai kalimat terakhir suara adzan di handphonenya, laki-laki itu kembali memandang perempuan di sampingnya. Dibetulkannya posisi tidur perempuan itu agar bersandar dengan benar pada tempat duduknya, sehingga ia dapat bergerak untuk untuk mengambil air wudu di toilet kereta.

Dengan posisi duduk di kursi kereta api, ia takbir dengan khidmat, lalu bersedekap, mulutnya mulai bergerak perlahan, suaranya lirih melantunkan Alfatikhah. Sesaat kemudian ia takbir, lalu membungkuk, hingga dua kali gerakan yang sama, dan berakhir dengan salam memalingkan wajah kesamping kanan dan kesamping kiri, gerakan yang sangat indah, dan memberikan ketenangan tersendiri bagi siapa saja yang menjalaninya dengan sungguh-sungguh.

Sholat. Sepanjang hidupnya, tak pernah Teddy absen dari sholat lima waktunya. Itu jualah pesan yang selalu dituturkan Ibunya setiap kali ia bertemu atau bertelepon dengan sang Ibu saat ia jauh darinya. Sungguh tutur kata Ibu selalu bagai mantra yang mampu menggetarkan dan membuat Teddy mematuhinya. Tutur kata Ibu juga bagai mantra yang mampu menentramkan kegelisahan, dan kesedihan hatinya. Seperti pada saat itu. Dua puluh tahun yang lalu. Ketika ia merasa begitu kehilangan. Ketika ia merasa begitu terpukul dan putus asa. Tak mau menyentuh makanannya berhari-hari. Hanya mengurung diri di kamarnya, dan tak mau pergi bersekolah. Teddy kecil begitu merasa terpukul.

Saat itu, ketika hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan. Teddy tak pernah mau melakukan apapun, selain hanya mengurung diri di kamarnya, murung , dan menangis sendirian. Ia menangisi seseorang yang sangat penting dalam hidupnya. Seseorang yang berjanji untuk selalu menjadi teman dan sahabatnya. Seseorang yang ingin selalu dimilikinya. Namun seketika itu ia pergi, hilang entah kemana bersama keluarganya. Teddy mengalami depresi yang sangat berat.

Dalam kondisi seperti itu, hanya Ibunyalah yang selalu ada di sisinya. Ibu yang selalu sabar mendampinginya, cerita-ceritanya, nasihat-nasihatnya, perilakunya yang selalu menghibur, memberikan ketenteraman di hati Teddy, menyembuhkan luka dan kesedihan hatinya. Ibu bahkan berani mengambil keputusan besar, untuk membawanya pergi jauh dari kenangan pahit masa lalunya.

Teddy menyandarkan tubuhnya di kursi kereta, tiba-tiba ia ingat akan Ibunya. Dialah sosok yang paling berharga dalam hidup Teddy. Apapun akan ia lakukan, demi kebahagiaan sang Ibu, yang telah begitu besar jasa dan pengorbanannya untuk anak semata wayangnya. Oh Ibu, akan aku lakukan apapun untuk kebahagiaanmu Ibu. Ibu, tunggu aku datang. Kubawakan seorang bidadari, yang cantik hati dan parasnya Ibu, seperti yang Ibu impikan untukku.

Teddy mengamati wajah perempuan cantik yang terlelap tidur di sampingnya. Dialah bidadari cantik yang akan menemani hidupnya, mengisi hidupnya, menuju bahtera rumah tangga yang bahagia, melahirkan anak-anaknya ke dunia. Insya Allah. Teddy tersenyum bahagia memandang wajah perempuan cantik itu. Yang wajahnya begitu mengingatkannya pada seseorang di masa lalunya, namun sulit diingatnya secara pasti, siapa orang itu. Yang pasti sekarang ini, Teddy sangat mencintai perempuan di sampingnya itu, dan tak ingin kehilangan dirinya.

Camar yang PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang