Pelataran Mimpi

7 0 0
                                    



Aku sangat ingin menuliskan sebuah cerita pendek tentang kita berdua. Namun setiap kali aku berusaha untuk mengabadikanmu dalam tulisanku, maka setiap kali pula aku gagal. Entahlah, aku tidak tahu kenapa aku tidak sanggup mengabadikanmu dalam cerita-cerita yang kelak ingin kusampaikan kepada anak cucu kita.

Malam ini, seperti biasa kau memilih untuk tidur berbantalkan lenganku, ya itu memang tempat tidur favoritmu, padahal di sebelahmu terdapat 4 bantal yang bisa kau pergunakan sesukamu. Entahlah, aku juga sangat menyukai jika kau tertidur dalam pelukanku, walau hal ini akan berakibat kesemutan dan pegal pada tanganku, namun aku sangat menginginkannya.

Seperti biasa juga kau tertidur setelah mendengarkan aku bercerita, mendongengkan kisah yang mengantarkanmu menuju mimpi yang indah, walau aku tahu mimpi yang indah itu terkadang tanpaku. Kau tertidur. Tak berapa lama aku bercerita kau tertidur, terkadang dongengku belum selesai namun kau telah tertidur. Tidak apalah, toh aku menginginkannya, karena kalau kau tidak tertidur entah apa lagi yang akan kuceritakan.

Kala kau tertidur, inilah saat yang paling aku suka. Aku suka melihat matamu terpejam, karena kalau dia tidak terpejam aku tidak sanggup menatapnya untuk waktu yang lama. Rambutmu yang panjang kubelai dan kucium mesra keningmu. Kuhabiskan waktu berjam-jam untuk menikmati wajahmu yang sedang tertidur. Ya ampun, bahkan setelah bertahun-tahun kau menjadi istriku, wajah itu tidak berubah sama sekali. Wajahmu masih saja seperti seorang anak kecil yang tertidur dalam ribaan seorang ibu. Ingin rasanya tertawa mengingat masa dimana kau selalu menolak kupanggil bocah, tanpa sadar aku berkata perlahan "dasar bocah"

Melihat kau tertidur begitu lelap dengan wajah yang sangat damai, tiba-tiba muncul dalam benakku untuk memasuki mimpimu dan melihat apa yang sedang kau impikan. Ah, apakah aku layak untuk melihat mimpimu? Sejenak aku berfikir bimbang memutuskan apakah sebaiknya aku mengintip ke dalam mimpimu. Sepertinya hal itu sangat tidak sopan dan melanggar privasimu. Namun, toh kau adalah istriku. Bukankah semua yang kau miliki adalah milikku dan semua milikku adalah milikmu? Bahkan waktuku dan pikiranku pun adalah milikmu. Hal itu dapat dibuktikan dengan seberapa sering kau masuk ke dalam pikiranku dan bermain bersama imajinasiku. Tidak apalah, sepertinya aku cukup layak untuk menjelajahi mimpimu. Toh aku hanya akan sebentar berada di sana. Kuputuskan untuk melirik sejenak kedalam mimpimu.

Perlahan aku mencoba melepaskan pelukanmu, dengan mempersiapkan beberapa jawaban di kepala jika secara tidak sengaja kau terbangun, maka aku sudah siap untuk berkata, "Aku hanya ingin ke kamar kecil", atau "Aku ingin mengambil minum karena aku merasa cukup haus" , atau aku bisa memberikan sebuah jawaban yang menyenangkan hatinya, "Aku ingin melihat buah hati kita dan meyakinkan kalau keduanya telah memakai selimut, di sini mulai terasa dingin sayang", dan beberapa jawaban lain yang sanggup kuberikan dalam hitungan detik. Hemmm. Aku memang terlahir dengan bakat berbohong yang luar biasa.

Sebelum aku pergi, tidak lupa kau kuselimuti terlebih dahulu dan kembali kucium keningmu. Entah kenapa aku selalu ingin mencium keningmu jika melihat kau tertidur. Aku sudah melakukan ciuman dikeningmu entah tuk keberapa ribu kalinya, namun aku tetap ingin melakukannya. Kututup pintu kamar dengan perlahan dengan harapan kau tetap berada di alam mimpimu. Bergegas aku menuju keluar rumah, aku terperangah. Tak kusangka akan serumit ini. di langit, terdapat ribuan mimpi melayang-layang. Sepertinya semua orang di kota ini sedang bermimpi. Kutatap langit yang penuh dengan mimpi. Aku melihat mimpi-mimpi yang menguasai udara malam ini. Sejenak aku terdiam, dan membayangkan berapa lama waktu yang kubutuhkan untuk menemukan mimpi istriku.

Sejenak kucari diantara tumpukan mimpi yang kian lama semakin banyak dan semakin banyak. Terkadang muncul keinginan untuk melihat mimpi dari kedua anakku. Namun aku tetap tidak menemukan mimpi mereka maupun istriku. Semakin lama aku mencari semakin banyak pula mimpi yang berdatangan. Aku bahkan tidak bisa membedakan mana mimpi yang sudah aku hampiri dan mana mimpi yang belum aku hampiri. Pekerjaan ini sangat sulit, bukannya menemukan mimpi istriku aku malah terlalu sering menemukan mimpi orang yang menjadi raja dalam mimpinya, atau orang-orang dengan mimpi-mimpi aneh yang aku sendiri tak mengerti, dan terkadang aku memasuki mimpi-mimpi horor yang membuatku merinding ketakutan. Namun tak satupun dari semua mimpi yang aku jelajahi itu milik istriku.

Sajak dari HaumaWhere stories live. Discover now