Kamar Sang Pertapa

24 0 0
                                    

Berkali kali memejamkan mata tak bisa. Ku bolak balik bantal lusuh ini pun tak mempan. Tatapanku beradu dengan siluet mata hijau cantik yang sedang menatap kearahku.

Tergantung didinding kamar, bangkit kudekati.
Sambil tersenyum ku berlutut di tarikan kanvas cat minyak yang telah seminggu menghiasi selubung dingin kamar pengembaraanku.

"Siapa dirimu, mengapa begitu lancang menelisik alam sadarku. Tahukah kamu Hurrun'in, tak baik turun ke bumi hanya untuk menyiksa para Tuan Kelana seperti diriku" gumamku.

Entah untuk kesekian kalinya pigura siluet cantik gadis berkerudung yang akhir akhir ini kucoret dalan tarikan kanvasku. Memenuhi dinding kamar.

"Entar gila sendiri loh" ledek bu Lilik. Ibu kos ku yang sangat baik biasa ku panggil bunda, sudah seperti ibuku sendiri kuanggap meledekku untuk kesekian kalinya.

"Perasaan tetap aja jadi milik hati. Kalau juga nggak diutarain yah tetap aja gak jadi apa apa" pungkasnya menasehati. Aku hanya bisa garuk garuk kepala.

"Dia cantik sekali Baiq. Anak mana?" Tanyanya penuh selidik.
"Heeh, nggak tau bun anak mana, nama nya aja aku gak inget" cengengesan seperti harga diri jatuh dari lantai empat, hancur berantakan gak beraturan ketahuan mencintai dalan diam.

"Yee, jaman sekarang cinta gak diutaraiin. Yah, nikmati aja kalau besok dia jadi milik orang" sambungnya seperti memanasi.

"Aku takut kayaknya anak orang kaya dia"
"Memang kamu mo nikahin orang tuanya, kan nggak toh" ledeknya lagi kali ini kami berdua tertawa lepas.

Hurrun 'InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang